019: Beristirahatlah

5 0 0
                                    


"UE-2, sebagai sesama esper," ucapku dengan bahasa Esperheim agar mereka mengerti, "Aku peringatkan kalian. Kesombongan kalian itu hanya akan menjadi racun. Aku tahu kalian kuat, tapi ketahuilah bahwa musuh kalian jauh lebih kuat. Nyatanya, kalian hanya dapat bersinar di awal pertempuran dan hampir mati konyol saat itu juga."

"Apa?" Weldy yang sejak tadi duduk diam di ruang istirahatnya menunjukkan raut wajah tak percaya. "Kamu juga seorang esper?"

"Ya, karena itu aku tidak ingin kalian terjatuh di sini," jawabku seraya melanjutkan, "Ratusan tahun lalu, Esperheim hampir saja direbut oleh makhluk asing karena kesalahan para esper sendiri. Mereka sombong, merasa kuat, dan terpecah-belah. Akibatnya, mereka dikalahkan sedikit demi sedikit hampir di setiap pertempuran. Kalau kalian berniat mengulangi hal yang sama di sini, lebih baik kalian mundur dan duduk manis di pesawat saja."

Para esper pun terdiam. Meski tampak jelas ekspresi geram di wajah mereka, mereka tidak membalas omelanku sama sekali. Yah, keempat teman mereka hampir mati. Mereka bisa jadi menyusul mereka di pertempuran berikutnya. Kuharap, para esper bebal itu dapat belajar dari kejadian kali ini.

"Komandan," panggil Souli, satu-satunya esper yang tidak menunjukkan arogansi terhadapku di antara para personel UE-2, "Saya pasti akan melakukan arahan dengan baik ke depannya. Lalu, bolehkah saya tahu siapa nama Anda?"

"Namaku?" berpikir sejenak. Enggan rasanya memberitahukan namaku yang sebenarnya. Toh, kawan-kawanku tahunya aku sedang bersantai di kamar. Aku pun akhirnya menjawab, "Panggil saja aku 'Rubah Perak'."

"Rubah Perak!?" tanya Khal tak menyangka, "Bagaimana kau bisa di sini?"

"Kau mengenalnya?" tanya salah seorang kawannya.

"Dia adalah ..." kata Khal menjelaskan identitas Rubah Perak yang terkenal di Akademi Militer Elementalis. Saat masih di sana dulu, tim yang kupimpin pernah membantai para senior di kejuaraan akhir semester.

"Cukup sekian sampai di sini," kataku menghentikan sesi ceramah untuk para personel UE-2 yang bebal ini, "Silakan beristirahat. Kuharap, kalian dapat bekerja sama dengan baik di pertempuran berikutnya. Kalau tidak, silakan pulang dan duduk manis di kamar kalian masing-masing."

Aku pun mematikan sambungan telekomunikasinya. Begitu selesai urusan dengan mereka, beban di pundakku rasanya sedikit terangkat. Aku bisa mulai menenangkan diri sekarang.

"Pasti berat, ya?" tanya Reina tiba-tiba. Pertempuran di gerbang utara sudah selesai lebih dulu. "Berurusan dengan para senior yang sok berpengalaman itu."

"Hm, yah." Aku mengangguk setuju.

"Kalau itu aku," timpal Reina dengan suaranya yang lirih, tapi masih terdengar olehku, "Aku pasti tidak akan tahan dengan mereka. Syukurlah teman-teman seangkatan kita orang yang penurut."

"Oiya, aku cuman ingin mengonfirmasi ini," ucapku mengingat sesuatu yang di awal pertempuran tadi mengganggu pikiranku, "Kamu itu ... "si Mawar Biru" yang selalu di peringkat dua, kan?"

"Hm." Reina mengangguk singkat, lalu langsung membuang wajahnya dariku. "Aku memang selalu peringkat dua. Memangnya ada yang bisa mengalahkan 'si Rubah Perak' yang legendaris? Mau seberapa keras pun aku berusaha, kamu selalu bisa mengacaukan rencanaku."

"Aku tidak merasa sehebat itu," balasku datar. Sejenak, aku mengingat kehidupanku di Akademi Militer Elementalis. Itu adalah hari-hari yang berat bagiku. Kalau bisa mengulang waktu, aku tidak mau kembali ke sana.

Meski pertempuran pertama sudah selesai, bukan berarti tugas juga sudah selesai. Kami tidak tahu sampai kapan perang ini akan berlanjut. Mungkin sampai SIV dikuasai atau Sekte Leberyntos menyerah.

"Kami sudah berhasil melaporkan penyerangan ini kepada pihak Kekaisaran Bima Sakti," kata Marsda Ros menjawab kekhawatiranku itu, "Mereka juga sudah merespons. Armada Burlian-5 akan segera mengirimkan bantuan. Mereka juga sekaligus menjemput kalian di sini."

"Armada Burlian-5?" tanya Reina menebak, "Apa itu armada milik akademi?"

"Yah, mereka akan tiba dalam satu minggu," jawab Marsda Ros, "Jadi, kuharap kita dapat bertahan setidaknya sampai bantuan tiba."

"Kami akan bertahan sebaik mungkin!" ujar Reina penuh semangat, padahal ia terlihat sudah lelah memberi komando sekaligus mengawasi perang di gerbang utara Area-U. Ia tersenyum lebar, senyum yang pasti akan langsung luntur begitu ia beradu pandang denganku.

"Kalian sudah menjaga Area-U dengan baik," kata Marsda Ros mengerti kelelahan kami, "Beristirahatlah untuk saat ini. Akan ada orang lain yang menggantikan kalian mengawasi area tersebut."

"Apa itu akan baik-baik saja?" tanya Reina cemas. Ia terlihat sangat peduli dengan tugasnya. Aku sampai kagum dengan rasa tanggung jawabnya yang tinggi tersebut.

"Kalian tidak perlu risau. Pasti akan baik-baik saja. Justru tidak baik kalau sampai kalian tumbang karena terlalu lama bekerja," jawab Marsda Ros dengan seulas senyum yang lembut. Ketika melihatnya, aku merasa seperti punya seorang kakak perempuan yang baik hati. Andai Seila Toya sebaik orang ini, kehidupanku di Esperheim mungkin akan lebih baik.

"Terima kasih atas perhatiannya, Ny. Marsekal," kataku menerima perintahnya dengan senang hati. "Kalau begitu, saya pamit undur diri."

Aku pun bangkit dari kursiku, lalu melangkah pergi.

"Oiya, jangan lupa ambil makan malam kalian sebelum pergi." Marsda Ros pun memanggil salah seorang stafnya yang juga hendak beristirahat. Dia memintanya untuk memandu kami ke ruang makan khusus.

"Hai, perkenalkan, aku Letda Haries.," sapa pria muda berwajah rupawan itu. Ia mengulurkan tangan padaku. "Senang bertemu kalian."

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang