Bab 93: Evaluasi yang Mengejutkan

6 1 0
                                    

"Apa menurutmu cukup kuat untuk menopang populasi yang bertambah?" Suara profesor wanita di sudut ruangan memecah keheningan. Tatapannya tajam, meski suaranya terdengar datar.

Aku mencatat pertanyaannya dalam benakku, berusaha menganalisis ulang desain yang kami presentasikan tadi. Diagram holografis bio dome kami masih melayang di udara, menunjukkan struktur melengkung dengan sistem integrasi pertanian dan oksigen mandiri yang telah kami rancang selama berbulan-bulan sejak aku masuk ke Divisi Tekno dan bergabung dengan mereka di Asosiasi Kesatrian.

"Kami telah memperhitungkan skenario populasi optimal," jawab Bintang, nada suaranya percaya diri. "Bio dome ini dirancang untuk mengelola kebutuhan oksigen hingga 5.000 individu tanpa degradasi sistem dalam 20 tahun."

"Tapi bagaimana jika terjadi ledakan populasi?" tanya profesor lain. Pria tua dengan rambut keperakan itu menyipitkan mata ke arah diagram. "Sistem pertanian kalian terlihat rapuh. Jika gagal, semua akan bergantung pada penyimpanan oksigen, dan itu tidak bertahan lama."

Aku mencatat lagi, fokus pada kata-kata itu. Kritik ini masuk akal. Sistem pertanian kami memang masih hipotetis. Namun, sebelum aku bisa menambahkan argumen, Hao melangkah maju.

"Kami mengintegrasikan teknologi mutakhir pada pertanian hidroponik dan aeroponik," katanya, nadanya tajam. "Ketahanan sistem sudah diuji secara teoretis. Dengan penyesuaian minor, itu bisa memenuhi kebutuhan tambahan."

Profesor keperakan itu hanya mendengus kecil, seolah menolak argumen Hao tanpa kata-kata. "Itu hanya teori. Aku ingin melihat prototipe yang benar-benar diuji di lingkungan nyata."

Hao mengepalkan tangannya, tapi dia tidak melanjutkan. Aku tahu dia ingin membalas lagi, tapi suasananya terlalu formal untuk itu.

Profesor wanita tadi melanjutkan. "Sistem integrasi oksigen memang inovatif, tapi kalian terlalu ambisius. Proyek ini terlalu kompleks untuk direalisasikan dengan sumber daya yang tersedia. Ide bagus, tetapi eksekusi masih terlalu jauh dari kenyataan."

"Apa para Profesor sekalian tidak mengerti potensi besar ini?" Satria akhirnya angkat bicara, wajahnya yang biasanya tenang menunjukkan ekspresi kesal. "Bio dome ini bukan hanya untuk sekarang, tapi untuk masa depan. Kalau semua orang takut pada tantangan, kapan kita bisa melangkah maju?"

"Tenang, Satria," bisikku, berusaha meredam amarahnya. Kami sudah melangkah sejauh ini. Perdebatan hanya akan merusak evaluasi kami.

Namun, profesor keperakan itu tidak mengendurkan kritiknya. "Inovasi memang penting, tapi realistis lebih penting. Jangan lupa, tujuan utama bio dome adalah keberlanjutan, bukan hanya konsep ambisius tanpa dasar yang kuat."

Aku mencatat setiap kata yang keluar dari mulut mereka. Kritik ini penting. Ada banyak celah yang harus kami perbaiki. Tetapi, tatapan Bintang dan Hao penuh ketegangan. Aku tahu mereka tidak menganggap kritik ini sebagai masukan, melainkan serangan.

Evaluasi berakhir dengan pujian singkat atas keberanian kami mencoba sesuatu yang baru, tetapi para profesor tetap tidak memberikan banyak pujian. Mereka lebih menekankan kelemahan daripada kelebihan.

***

Begitu kami keluar dari ruangan, hawa dingin lorong menyapu wajahku. Aku sedang membenamkan pikiran dalam catatan yang kubuat saat Hao tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"Cih!" dengusnya, wajahnya memerah karena amarah. "Mereka hanya ingin memastikan kita tidak mengancam posisi Fraksi Tuan Putri Pertama."

Aku mendongak dari catatan, menatapnya bingung.

"Fraksi Tuan Putri Pertama?" tanyaku. Kata-kata itu terasa asing di telingaku.

Bintang menepuk pundakku dengan senyum sinis. "Kau benar-benar seperti hidup di bawah batu, Savil. Itu fraksi oposisi paling kuat di Kekaisaran Bima Sakti. Mereka mendukung Dewikasa Gayatri Aristawatiningrat, Tuan Putri Pertama, dan secara politik, mereka berlawanan dengan Fraksi Pangeran Mahkota."

Aku mencoba mencerna informasi itu. Politik kekaisaran tidak pernah menjadi sesuatu yang menarik perhatianku. Aku melirik ke arah Bintang yang tampaknya menikmati rasa bingung di wajahku.

"Dan profesor tadi? Apa hubungannya?" tanyaku, mencoba memecahkan teka-teki ini.

"Profesor tua itu bagian dari mereka," jawab Hao, nadanya penuh kemarahan. "Kau pikir mereka mengkritik proyek kita karena benar-benar peduli? Tidak. Mereka hanya ingin menjatuhkan siapa pun yang bisa memberikan poin untuk Fraksi Pangeran Mahkota."

Aku berhenti sejenak, mencoba mempertimbangkan logika di balik ucapan Hao.

"Ini akademi, bukan istana," kataku akhirnya. "Kritik mereka masuk akal, kok. Sistem pertanian kita memang masih punya banyak kelemahan."

"Itulah yang membuatmu berbeda dariku, Savil," jawab Hao dengan nada penuh kekecewaan. "Kau selalu melihat fakta di permukaan, tidak pernah mempertimbangkan apa yang terjadi di balik layar."

"Jadi kau ingin bilang seluruh evaluasi tadi adalah rencana politik?" tanyaku sambil melipat tangan. "Dan bahwa proyek kita adalah pion dalam permainan besar itu?"

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang