011: Bertahan

4 0 0
                                    


Aku menarik pin pemicu dan melepaskan tuas pelepas granat setrum, lalu melemparnya ke lorong. Kurang dari tiga detik kemudian, kilatan cahaya tampak menabrak sekat ruang kontrol diikuti oleh suara ledakan yang sangat keras.

Meski sudah menutup telinga, aku tetap merasakan nyeri dari suara ledakannya. Tak peduli dengan hal tersebut, aku pun segera keluar dari ujung lorong dan menarik pelatuk senapan serbu. Rentetan peluru keluar dengan suara yang mengerikan. Para pasukan musuh yang masih kebingungan pun bertumbangan satu per satu.

"Ugh!" Aku kembali bersembunyi di balik tembok lorong. Sebuah peluru panas mengenai ujung lengan kananku. Rasanya perih dan sakit sekali.

"Sial!" umpat musuh di lorong sana, "Mundur! Mundur! Mereka ada di dalam."

Aku menghela napas lega. Syukurlah mereka tidak merangsek masuk. Aku mungkin akan mati bila itu terjadi.

"Musuh menyerang!" kata Reina pada para pasukan keamanan di luar sana, "Mohon bantuan segera! Mohon bantuan segera!"

Kulihat sebuah lingkaran biru menyala di layar, menunjukkan bahwa pasukan itu tengah menjawab Reina. Itu pasukan keamanan dari Regu Delta-8. Melihat koridornya yang bersih dari lingkaran merah, sepertinya mereka telah sukses mengeliminasi seluruh musuh di area tersebut.

"Tidak, jangan!" kata Reina justru menolak bantuan dari Delta-8, "Kalian akan terkepung bila memasuki Koridor D-246. Berputar ke Koridor D-244, lalu bergabung dengan Delta-7 untuk menyerang musuh di Koridor D-245 dari dua arah."

Regu Delta-8 benar-benar mengikuti perintah Reina dengan patuh. Mereka berputar dari Koridor D-249 ke Koridor D-244 melalui jalur yang cukup panjang. Dalam beberapa menit, mereka pun sampai ke koridor arahan. Dengan satu perintah Reina, Regu Delta-8 dan Regu Delta-7 menyerang musuh di Koridor D-245 hingga lingkaran merah di area tersebut menghilang.

"Diterima!" kata Reina dengan wajah yang tampak semakin gugup. "Delta-9, masuk melalui Koridor 254. Kalian harus menyerbu musuh dari belakang secepatnya. Kami menunggu kalian."

"Savil!" panggil Yuni di kepalaku, "Fokus! Mereka mulai masuk kembali."

"Hah ...!" Aku yang tengah terduduk bersandar tembok mengdengkus kesal. Kuambil sebuah granat ledak yang tadi kuletakkan di lantai. Dengan telunjuk kanan, aku menarik pinnya. Dengannya sekuat tenaga, kulempar granat itu dengan tangan kiriku.

Suara ledakan terdengar nyaris sekeras sebelumnya. Namun, kali ini bukan cahaya kilat yang muncul, melainkan pecahan-pecahan logam yang terlempar oleh energi kinetik ledakan. Bila sampai terkena lontaran logam itu, aku mungkin akan cacat seumur hidup.

Bersamaan suara ledakan yang menggelegar, terdengar teriakan terkejut yang memekak telinga. Aku pun kembali muncul dari balik tembok dengan senapan serbu yang siap menembak. Dalam sepersekian detik, aku menekan pelatuk senapan sehingga ia memuntahkan puluhan peluru panas ke arah sisa musuhku.

Debu dan asap hitam menutupi lorong. Aku tidak bisa melihat berapa musuhku yang masih tersisa. Semoga saja mereka sudah habis.

"Savil!" seru Yuni dalam kepalaku, "Menunduk!"

Tepat saat itu, sebuah peluru nyaris mengenai kepalaku. Kulit sampai merasakan panasnya ketika peluru itu melintas. Beberapa helai rambutku pun terbakar dalam sekejap.

Aku langsung kembali menembak, kali ini ke arah peluru itu berasal. Begitu amunisi senapan serbuku habis, aku langsung kembali bersembunyi agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

"Apakah sudah aman?" batinku gelisah. Suasana seketika menjadi hening. Reina yang sejak tadi terus memberi komando pun kini terdiam, entah apa sebabnya. Kesunyian ini bukannya melegakan, tapi malah menegangkan bagiku.

"Mereka masih hidup," jawab Yuni di dalam kepalaku, "Tapi mereka semua terluka parah."

Aku bersyukur dalam hati. Amunisiku sudah benar-benar habis sekarang. Senapan serbu yang menyemburkan energi panas ini sudah kehabisan bahan bakarnya. Kalaupun masih harus melawan, hanya tinggal pistol pemberian Hilsham yang dapat kugunakan. Itu pun dengan amunisi yang terbatas pula.

"Delta-9, Delta-5!" panggil Reina kembali memberi perintah setelah beberapa saat terdiam, "Evakuasi personel yang terluka. Sisanya silakan bergabung untuk menuju ruang kontrol Koridor D-248. Berhati-hatilah. Musuh memasuki Koridor D-249."

Kalau musuh sampai lebih dulu dari pasukan keamanan, kami mungkin akan kembali diserbu. Aku harus bersiap. Mungkin saja ada senjata yang berguna dari pasukan musuh yang gugur di lorong.

Tangan kananku memegang pistol, sementara tangan kiriku menutup luka di lengan kanan. Aku masuk ke lorong. Kudapati beberapa mayat yang hancur dan gosong di sana. Beberapa di antaranya lagi tampak masih hidup dengan napas yang lemah.

Bau anyir darah bercampur gosong menusuk hidungku. Aku harus menahannya seraya mencari senjata musuh yang masih bisa berfungsi. Dalam kondisi itu, tiba-tiba seseorang mencengkeram kakiku. Aku pun refleks menembaknya sehingga ia mati seketika.

"Ketemu!" Aku mengambil senapan milik musuhku itu. Amunisinya masih penuh. Sepertinya, pasukan ini baru diterjunkan dan belum bertemu dengan pasukan keamanan mana pun.

Aku mendongak. Derap langkah kaki dari luar mengejutkanku. Sudah terlambat untuk mundur ke balik tembok lorong. Aku pun bergegas menyiapkan senapan guna melakukan perlawanan terakhir.

"Lapor!" sebuah seruan dari luar kembali mengejutkanku. Aku masih tetap siaga dengan senapan teracung ke arah luar lorong. Bisa jadi musuh menyerangku tiba-tiba.

"Regu Gabungan Delta-9 dan Delta-5 telah sampai di Koridor D-248."

Hening sejenak, kemudian suara derap langkah kaki kembali terdengar. Muncul seorang pria berpakaian militer lengkap dengan senapan di dadanya.

"Selamat, Prajurit! Kau telah bertahan dengan baik," kata pria itu seraya mengulurkan tangan padaku. Aku pun menerimanya. Namun, begitu aku berdiri, pria itu tiba-tiba mencengkeram tanganku kuat-kuat seraya berkata, "Tunggu! Kau bukan dari pasukan keamanan. Siapa kau?"

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang