Bab 88: Ujian Pertama

2 2 0
                                    

Akhirnya, ujian pertamaku di Akademi Burlian dimulai. Mungkin sebagian mahasiswa di luar sana, ini hanyalah rutinitas akhir semester. Namun, di tempat ini, setiap ujian terasa seperti pengingat keras akan tuntutan tinggi akademi, bahkan bisa menjadi penentu nasib di masa depan.

Suasana di ruangan ujian terasa tegang. Cahaya redup memantul di panel-panel transparan yang berderet rapi, masing-masing memproyeksikan layar holografis yang penuh dengan soal. Aku berdiri di depan salah satu konsol, menunggu sistem memberikan instruksi awal. Di sekelilingku, mahasiswa lain duduk dengan ekspresi serius, beberapa terlihat sibuk memanaskan jari-jari mereka.

"Selamat datang di Ujian Tulis Semester Satu," suara perempuan otomatis berbunyi lembut, tapi penuh wibawa. "Ujian ini terdiri dari 50 soal. Anda memiliki waktu 60 menit. Pastikan diri Anda benar-benar fokus. Ketelitian adalah salah satu kunci untuk keberhasilan kalian di sini."

Sistem memberi aba-aba, dan layar di depanku menyala. Soal-soal holografis melayang di udara, masing-masing tampak seperti teka-teki matematis dan ilmiah yang dirancang untuk memaksa otakku bekerja lebih keras dari biasanya. Aku menarik napas dalam, menekan rasa gugup yang sesaat menyelinap.

"Mulai," suara otomatis menginstruksikan.

Aku mulai menjawab, jari-jariku bergerak gesit di atas konsol transparan. Soal pertama adalah perhitungan vektor lintasan di lingkungan tanpa gravitasi. Jawaban muncul di pikiranku sebelum aku selesai membaca pertanyaannya. Mudah. Aku melanjutkan ke soal berikutnya.

Di seberang ruangan, suara dentingan ringan terdengar setiap kali seseorang mengisi jawaban. Detik-detik terasa lebih cepat daripada biasanya.

"Lima puluh lima menit tersisa," sistem mengingatkan.

Di tengah fokusku, samar-samar aku mendengar Bintang di konsol sebelah menggumamkan sesuatu. "Aduh, ini soal logistik bahan bakar lagi? Selalu bikin pusing!"

"Tenang saja," Hao berbisik dari arah lain. "Ikuti polanya. Mereka hanya mengganti angka dari soal latihan minggu lalu."

Aku hampir tersenyum mendengar interaksi mereka, tetapi fokusku tetap tak terganggu. Aku mengingat kembali pembahasan di kelas, menyusun jawaban dengan kecepatan stabil. Waktu terus berjalan, tetapi pikiranku tetap tajam.

"Lima belas menit tersisa," suara otomatis itu mengingatkan.

Aku memeriksa ulang semua jawaban dengan cermat. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Setiap angka, setiap variabel, harus sempurna. Selesai. Aku menekan tombol terakhir pada konsol, dan layar holografis memudar, digantikan oleh tulisan, "Jawaban diterima. Evaluasi sedang berlangsung."

Sebuah notifikasi muncul di sudut layar, menunjukkan bahwa hasil akan dikirim langsung ke gawai. Aku menghela napas perlahan, mengatur ulang detak jantungku yang sempat terasa lebih cepat.

Saat aku meninggalkan ruang ujian, pikiranku kembali melayang pada proyek riset bersama Ainun. Penelitian kami tentang sejarah esper di Kekaisaran Bima Sakti semakin membuka wawasan baru yang tidak pernah aku dapatkan di Esperheim. Data yang kami gali begitu beragam—rekaman kuno, artefak digital, hingga potret-potret tua yang penuh misteri.

Aku menyesuaikan langkah, mempercepat sedikit, dan mengarahkan tujuanku ke perpustakaan utama Akademi Burlian. Bangunan itu menjulang di sisi timur kampus, dikelilingi oleh taman dengan pohon-pohon biru keperakan yang berkilauan di bawah matahari. Aku sering ke sana akhir-akhir ini, menghabiskan waktu di salah satu sudut ruangan penelitian yang sepi.

Pintu otomatis perpustakaan terbuka dengan bunyi lembut, memperlihatkan interior futuristik yang dipenuhi rak melayang. Hologram-hologram panduan melayang di atas meja informasi, membantu pengunjung mencari data yang diinginkan. Aku langsung menuju salah satu terminal pencarian, memasukkan beberapa kata kunci yang mengacu pada arsip sejarah Farsisian. Layar di depanku menyala, menampilkan daftar dokumen yang relevan.

"Apa kamu menemukan sesuatu yang baru?" Ainun tiba-tiba muncul di sebelahku, membawa tumpukan buku-buku sejarah tua. Senyumnya ramah, tapi aku bisa melihat kelelahan di matanya.

"Belum banyak," jawabku singkat, menyalin beberapa referensi ke gawainya. "Tapi ada satu arsip yang menarik. Bukan buku formal, lebih seperti sebuah novel. Ini cerita tentang detik-detik kepergian esper Farsisian terakhir di alam semesta."

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang