028: Komando Taktis II

2 1 0
                                    


"Energi kami hampir habis, tapi kami masih menahan mereka. Kebutuhan amunisi meningkat," jawab Isy, napasnya berat, tapi tetap profesional. "Perlindungan untuk Beta-7 semakin tipis. Kalau kita tidak bergerak sekarang, mereka akan habis."

Aku menggigit bibir. Mataku terus memindai situasi, mencari titik lemah musuh. "Bersiaplah melakukan serangan balik cepat saat Beta-7 memancing mereka. Fokus pada sektor kanan! Itu titik terlemah mereka!"

Sementara itu, Reina tampak tenang meski situasi makin genting. "UE-1, Beta-1, status?"

"Beta-1 sedang menarik perhatian musuh. UE-1 dalam perjalanan ke hanggar. Ada sedikit perlawanan, tapi kami bisa menangani," lapor Kapten dari UE-1 dengan tenang.

"Jangan terlalu lama. Kita tidak bisa menunggu lebih dari lima menit," Reina menekankan, matanya terus memindai layar. "hanggar itu kunci kita."

Aku tahu Reina pasti merasakan tekanan yang sama seperti yang kurasakan. Waktu semakin mendesak. UE-2 dan Beta-7 tidak akan bisa bertahan lebih lama jika musuh terus mendesak seperti ini.

"Komandan!" terdengar suara Weldy yang setengah teriak melalui alat komunikasi. Dia berteleportasi singkat ke belakang garis musuh, di mana dia dengan cepat menghancurkan mesin perang yang menjadi pusat serangan mereka."Mereka menambah pasukan di sektor kiri! Kita bisa kehabisan waktu!"

Aku berbalik cepat. "Tahan sebisa mungkin! Instruktur Isy, pindahkan regu cadangan ke posisi Weldy!"

"Instruktur Isy, laksanakan!" jawabnya langsung tanpa ragu.

Keadaan semakin panas. Musuh terus membanjiri setiap celah. Aku harus memastikan semuanya tetap terkendali.

"UE-1, sudah sampai di hanggar," suara Kapten UE-1 terdengar di alat komunikasi. Aku menahan napas, fokus pada layar mereka.

"Bagus," suara Reina datar, penuh konsentrasi. "Segera ambil alih kendali pesawat-pesawat yang masih bisa digunakan. Musuh mungkin sudah menyabotase sebagian sistemnya, jadi jangan lengah!"

Aku bisa mendengar tarikan napas dalam Reina sebelum dia melanjutkan, "Beta-1, jaga pintu masuk hanggar. Jangan biarkan musuh masuk sampai UE-1 berhasil mengambil alih."

Beta-1 dan UE-1 bergerak cepat sesuai perintah. Mereka menguasai hanggar dan mulai menyiapkan pesawat yang tersisa untuk menyerang sayap musuh.

Aku menoleh ke Reina, melihat tatapannya yang tak goyah sedikit pun. "Kita punya pesawat. Sekarang?"

"Serang sayap kiri mereka," jawab Reina, suaranya rendah tapi penuh keyakinan. "Itu akan membuat mereka goyah, dan kita punya peluang untuk menghabisi mereka."

Aku mengangguk, segera menyampaikan perintah itu ke semua unit di lapangan.

"UE-1, serang sayap kiri musuh dari udara. Beta-7 dan UE-2, siapkan serangan darat untuk menghancurkan sisa pasukan di area tengah."

"Tunggu perintahku untuk serangan serentak!" tambah Reina dengan nada final.

Aku menatap ke layar UE-2 sejenak. Di sana terlihat kilatan cahaya memancar dari tangan Asta, membentuk ilusi pasukan bayangan yang bergerak cepat, mengecoh musuh di depan. Musuh terpancing menembaki bayangan itu, sementara pesawat tempur UE-1 meluncur ke udara tanpa perlawanan berarti.

Jantungku berdetak cepat. Pertempuran ini akan segera mencapai klimaksnya. Jika serangan ini berhasil, kemenangan ada di depan mata.

"Serang!" perintah Reina akhirnya.

Ledakan besar terdengar saat pesawat-pesawat dari hanggar meluncur ke udara, menghujani sayap musuh dengan tembakan yang tak terelakkan. Pasukan kami menyerbu dari segala penjuru, membawa kehancuran kepada musuh yang tak siap. Aku bisa merasakan denyut kemenangan mulai menjalar di udara.

"Kita berhasil," bisik Reina di sampingku, meski matanya masih fokus memantau layar.

Namun, aku tahu, pertempuran belum sepenuhnya selesai.

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang