"Tujuan ujian ini sederhana: keluar dari zona berbahaya seorang diri."
Tulisan besar itu terpampang pada layar holografis di hadapanku. Di bawahnya, penjelasan tambahan bergulir dengan cepat.
"Anda dibekali pistol dengan magazine berisi 15 peluru. Zona ini memiliki 12 target bergerak yang terdiri dari droid darat dan drone udara. Hindari mereka atau lumpuhkan jika perlu. Selamatkan diri Anda. Waktu tidak terbatas."
Aku membaca dengan tenang. Deru mekanis terdengar dari sekitar ruangan, diikuti dengan suara mendesing. Lantai di bawahku bergetar, dan dinding-dinding mulai bergerak. Dalam hitungan detik, ruang kosong berubah menjadi labirin berliku, tembok-temboknya tinggi dan bercahaya redup.
"Selamat berjuang," suara tanpa wajah itu berkata sebelum lenyap bersama layar.
Aku menghela napas panjang, menatap pistol di tanganku. Senjata itu terasa lebih berat dari yang seharusnya, seolah menumpuk beban keputusan di atas punggungku. Satu tembakan salah, aku bisa kehilangan momentum.
Mataku menyapu labirin di hadapanku—dinding logam dingin yang memantulkan cahaya redup dari langit-langit. Suasana sepi, hanya ditemani suara mekanis samar dari jauh, seperti ancaman yang belum menampakkan dirinya.
Langkah pertama adalah ujian keberanian. Tumit sepatu botku hampir tidak menimbulkan suara saat menyentuh lantai logam. Aku bergerak pelan, merendahkan tubuh, memastikan setiap langkah tidak menciptakan getaran yang terlalu kuat. Napasku sengaja kuatur, pendek dan terkontrol, mengimbangi irama langkahku.
Tiba-tiba, deru drone terdengar samar dari kejauhan. Meski tidak semendebarkan pengalamanku di SIV, jantungku berdegup sedikit lebih kencang.
Wajahku tetap tenang. Aku berhenti di belakang salah satu dinding labirin, merapatkan tubuh ke permukaan dinginnya. Suaranya mendekat, nada mekanis khas yang menusuk pendengaran. Jari-jemariku sedikit gemetar, bukan karena takut, tetapi karena adrenalin mulai mengalir deras.
Dari sudut pandangku, bayangan drone mulai muncul. Ukurannya kecil, tak lebih dari setengah meter, tapi desainnya mengintimidasi. Dua bilah rotor berputar cepat di atas tubuhnya, sementara di bawahnya tergantung sebuah laras laser kecil. Cahaya merah dari sensor kamera drone menyapu area di depannya, mencari apa pun yang bergerak.
Aku bisa menunggu. Drone itu akan segera melewati tempatku bersembunyi. Tapi menunggu berarti mempertaruhkan waktu dan mengabaikan ancaman lain yang mungkin mengintai di lorong berikutnya.
Keputusan diambil dalam sepersekian detik. Aku bergerak cepat. Lututku melipat untuk menopang tubuh yang lebih rendah, sementara tangan kiriku menopang pistol dengan sempurna. Aku mengangkat senjata itu, merasakan dinginnya logam di telapak tanganku.
Mata fokus pada drone. Aku menekan pelatuk.
BANG!
Tembakannya presisi. Suara ledakan kecil mengiringi jatuhnya drone itu ke lantai, tubuh logamnya mengeluarkan asap tipis. Aku menahan napas sejenak, memastikan tidak ada suara lain yang menyusul dari sekitar. Diam. Hanya suara desis pelan dari drone yang baru saja kulumpuhkan.
Dengan hati-hati, aku berjongkok kembali, memindai lorong di depanku. Setiap gerakan harus diperhitungkan. Satu kesalahan berarti kehilangan kesempatan untuk keluar hidup-hidup. Aku menatap drone yang hancur di lantai. Tak ada waktu untuk merasa puas. Ancaman berikutnya pasti lebih besar.
Aku melangkah maju lagi, kali ini lebih cepat, meski tetap siaga. Jemariku masih menggenggam pistol. Setiap lorong yang kulalui terasa seperti teka-teki yang harus kupecahkan. Di belakang kepalaku, suara tembakan tadi terus menggema, mengingatkanku bahwa ini baru awal dari permainan yang berbahaya.
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...