022: Kekacauan di Markas Pusat

2 1 0
                                    

Suara-suara teriakan menggema bersama deru tembakan di telingaku. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi pastinya markas pusat sudah kacau saat ini. Apa yang Orchis katakan benar terjadi.

"Awas! Awas!" seru orang-orang di ruang kendali, "Monster itu mendekat!"

"Auw!" rintihku lirih. Seseorang tersandung oleh tubuhku. Dia jatuh menindihku sebentar, lalu langsung pergi menjauh dengan teriakan ketakutan.

Aku pun perlahan membuka mataku, penasaran dengan apa yang terjadi. Begitu penglihatanku menjadi jelas, kulihat benar-benar ada monster yang mengamuk di markas pusat. Itu membuatku refleks pura-pura mati lagi.

"Itu dia!" Sebuah suara yang familiar terdengar di kepalaku. "Savil di sana!"

Aku mendengar langkah kaki yang mendekat di tengah berisiknya pertarungan antara monster dengan pasukan keamanan. Entah bagaimana kejadiannya, aku tidak bisa membayangkan situasi itu.

Yang jelas, markas benar-benar kacau. Bau anyir darah tercium bersama dengan menyengatnya asap kebakaran. Seluruh tempat ini benar-benar telah menjadi medan perang sekarang.

"Savil! Savil!" Suara yang familiar itu kembali memanggilku. Dia terdengar panik. Tak lama kemudian, seseorang menggoyangkan tubuhku, berusaha membangunkanku.

Aku pun membuka mata. Kulihat Souli di sana. Seperti suaranya, dia tampak cemas terhadapku.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya panik, "Kita harus pergi sekarang."

"Aku baik-baik saja," jawabku sambil berusaha mencerna apa yang terjadi di sini. Kenapa ada Souli di sini? Bagaimana dia bisa tahu bahwa aku ada di sini? Apa yang dia lakukan di sini?

"Situasinya sangat buruk," kata Souli menyadarkanku, "Kita harus pergi dulu sekarang."

Souli benar. Ada dua ekor monster yang mengamuk di markas pusat sekarang. Salah satunya mirip kadal bersayap yang menyemburkan api, satunya lagi harimau raksasa yang tubuhnya menyambarkan petir. Sementara itu, para pasukan keamanan yang tersisa sibuk berusaha melawan mereka atau melarikan diri.

Yah, melarikan diri adalah solusi terbaik saat ini. Para pengkhianat itu akan mengulur waktu. Meski kemungkinannya kecil, kuharap Marsda Ros dan para stafnya yang tersisa dapat berhasil selamat.

"Ayo pergi!" Aku langsung bangkit. Kulihat Souli menatapku dengan tatapan bingung. Namun, bukan itu yang penting sekarang. Kami berdua harus kabur sejauh-jauhnya dari markas pusat ini.

Kami berdua lari ke arah asrama para perwira. Aku harus menjemput Reina dulu sekarang. Semoga saja di sana masih aman.

"Kita sampai," kataku gitu kami tiba di depan sebuah pintu gerbang yang kokoh, "Reina ada di sini."

"Mereka tidak mengejarkan?" tanya Souli mengamati sisi belakang kami, "Kita aman sekarang."

Sebelum aku menekan panel bel di sisi gerbang, gerbang itu tiba-tiba terbuka sendiri. Terlihat sosok seorang gadis berkerudung di sana. Dia menatap aku dan Souli bergantian dengan ekspresi bingung.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Reina heran.

"Markas diserang monster," jelasku buru-buru, "Ada juga pasukan keamanan yang berkhianat pada Marsda Ros."

"Em, Savil," panggil Souli menginterupsiku, "Sebenarnya, kedua monster itu adalah kawan-kawanku. Aku memanggil mereka untuk mengalihkan perhatian."

"Apa?" Aku tidak menduga hal itu. Aku lupa bahwa Souli merupakan seorang Astralian. Dia ahli dalam memanggil monster dari dimensi lain.

"Tenang saja," kata Souli seolah membaca kekhawatiran dalam kepalaku, "Mereka sudah kukembalikan ke dimensi lain saat ini. Para perusuh itu pasti sedang kebingungan sekarang."

"Hah?" Aku masih berusaha mencerna informasi yang baru saja masuk ke kepalaku. Rentetan kejadian yang baru saja menimpa itu membuatku tak dapat berpikir jernih. Jantungku bahkan masih berdetak kencang saking syoknya.

"Apa yang kalian bicarakan sebenarnya?" tanya Reina lagi, "Aku tidak mengerti."

"Intinya," kata Souli menggantikanku untuk menjawab, "Markas SIV benar-benar kacau sekarang. Seorang kapten sudah berkhianat. Mereka merebut markas pusat."

"Hei, kalian!" Seseorang tetiba memanggil. Itu Haries. Dia berlari ke arah kami dengan tampang yang tak kalah panik denganku. "Kalian harus lari. SIV sudah dikuasai oleh para pemberontak sekarang."

"Kami tahu," jawabku yang kini sudah mulai tenang, "Kami bahkan baru saja dari markas pusat. Tempat itu mungkin sudah hancur sekarang."

"Hah ...!? Sial," umpatnya, "Kuharap itu hanya candaan, tapi situasinya benar-benar genting sekarang."

"Benar, lebih dari 60% komandan pasukan keamanan SIV berkhianat," kata seseorang yang tiba-tiba muncul dari area asrama perwira wanita, "Mereka berpihak pada Leberyntos."

"Kalau begini terus," kata Haries jadi panik, "Kejadian 12 tahun lalu akan terulang kembali."

"Tenanglah, Letda Haries," balas wanita yang kini berdiri di samping Reina itu, "Prioritas utama kita sekarang adalah mengambil kembali markas pusat dan membebaskan kantor pemerintahan SIV. Untuk itu, kita perlu menghimpun kembali sisa pasukan yang ada dan bergabung dengan ATAV yang tersebar di stasiun."

"Kita mungkin bisa ke markas pusat dahulu," usulku menimbang apa yang terjadi di markas pusat tadi, "Aku melihat banyak pengkhianat yang kabur dari monster-monster itu bersama kami. Mungkin markas pusat sedang kosong sekarang."

"Monster?" Reina, Haries dan perwira wanita menatap padaku kompak.

"Benar, kita bisa memanggil mereka lagi untuk mengagetkannya," timpal Souli membuat mereka bertiga semakin bingung. "Itu pasti akan seru."

"Lettu Hanny, bagaimana menurutmu?" tanya Reina yang mungkin mengerti garis besar rencanaku dan Souli. "Mereka bukan anak-anak muda biasa."

"Hah ..." Lettu Hanny menghela napas, lantas tersenyum, "Aku hampir lupa kalau kalian adalah esper. Kupercayakan markas besar pada kalian. Letda Haries, ayo kita menghubungi perwira ATAV yang lain secepatnya."

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang