"Sudah, sudah," Bintang melangkah di antara kami, tangannya terangkat seperti seorang mediator yang berusaha menghentikan konflik sebelum memanas. "Savil tidak salah, dan Hao juga tidak. Kalian hanya melihat ini dari sudut pandang yang berbeda."
Aku menatap Bintang, mencoba menenangkan amarah yang hampir naik ke permukaan. Hao masih berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya memerah karena frustrasi.
"Bintang," Aku memulai, mencoba mengendalikan nadaku. "Aku hanya tidak melihat hubungan antara evaluasi tadi dengan politik Kekaisaran. Itu semua terdengar ... berlebihan."
"Itu karena kamu datang dari luar Kekaisaran Bima Sakti," kata Bintang, nadanya lembut tetapi tegas. "Kau fokus pada ilmu pengetahuan dan inovasi. Itu bagus, bahkan sangat bagus. Tapi Hao juga tidak salah. Dia dibesarkan di tengah intrik politik, terutama karena keluarganya keluarga pedagang yang bekerja sama erat dengan Keluarga Burlian. Baginya, politik adalah bagian dari setiap keputusan besar."
Hao mendengus kecil, tetapi tidak membalas. Bintang melanjutkan, menatapku dengan sorot mata serius. "Kau objektif, Savil, dan itu adalah kelebihanmu. Kau melihat masalah dengan kepala dingin dan mencoba mencari solusinya tanpa terpengaruh emosi. Tapi tidak semua orang seperti itu."
Aku menghela napas, merasa bebanku sedikit mereda. "Aku hanya berpikir kita harus lebih fokus pada apa yang bisa kita perbaiki, daripada menyalahkan sesuatu yang mungkin tidak bisa kita ubah."
Hao memutar bola matanya. "Dan aku hanya berpikir kau naif, tapi apa pun. Kalau itu yang membuatmu merasa lebih baik, terserah."
Satria, yang sejak tadi hanya menyimak, akhirnya angkat bicara. "Kalian berdua punya poin. Kritik mereka memang tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya adil. Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?"
Aku mengangkat bahu. "Memperbaiki proyek ini. Mengisi celah yang mereka soroti. Itu tugas kita, kan?"
"Lebih dari itu," kata Satria, suaranya lebih tegas. "Kita harus membuktikan bahwa proyek ini layak didukung. Kalau kita berhasil memperbaikinya, kita bisa mengajukan rencana ini ke pihak tertentu untuk pendanaan penelitian dan uji coba. Dengan begitu, kita tidak hanya membuktikan kemampuan kita, tetapi juga membuat mereka yang meremehkan kita berpikir dua kali."
Hao tersenyum tipis. "Akhirnya, ada yang berbicara masuk akal."
Bintang menepuk pundak Satria. "Itu ide bagus. Dengan waktu yang tersisa di semester ini, kita bisa menyempurnakan semua kekurangan. Lagipula, proyek ini bukan hanya untuk nilai akademik. Ini tentang apa yang bisa kita tinggalkan sebagai warisan."
Aku mengangguk pelan, menyadari kebenaran di balik kata-kata mereka. Proyek ini lebih dari sekadar tugas praktik. Ini adalah langkah pertama menuju sesuatu yang lebih besar.
Saat kami melanjutkan langkah, lorong panjang terasa sedikit lebih ringan meski diskusi kami masih menggantung. Namun, sebelum kami berpisah di persimpangan menuju tujuan selanjutnya masing-masing, Bintang tiba-tiba berhenti dan berbalik ke arahku.
"Savil," panggilnya, suaranya berubah lebih serius dari sebelumnya. "Kita memang masih bisa bersantai sekarang, tapi tidak di masa depan. Sejak kamu berafiliasi dengan Keluarga Burlian, kamu sudah menjadi bagian darinya."
Aku menatapnya, mencoba mencerna kata-kata itu. Namun, sebelum aku sempat bertanya lebih jauh, dia hanya tersenyum tipis dan melambaikan tangan, meninggalkanku dengan pikiran yang dipenuhi pertanyaan.
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...