Aku hanya menatap gak berambut perak itu tanpa ekspresi. Lagi pula, aku tidak mengerti dengan apa yang ia katakan.
"Kau!" serunya lagi seraya mendekat padaku, "Bagaimana caramu memblokir kemampuanku?"
"Entahlah," jawabku tak mau berurusan dengan esper yang satu ini. Dilihat dari penampilan fisiknya, dia pasti esper dari ras Penenun. Aku pernah membacanya di buku. Katanya, mereka adalah esper yang dapat menenun pikiran. Maksudnya, mereka bisa memanipulasi pikiran atau mental seseorang.
"Jawab jujur!" suruhnya mendesak, padahal harusnya aku yang protes karena ia sembarangan menggunakan kemampuannya padaku. "Apa kau menggunakan artefak?"
"Ck!" Aku berpaling darinya, berjalan ke arah para esper lain pergi. Ini sudah waktunya berangkat. Tidak ada gunanya menanggapi gadis esper berambut perak itu.
"Hai!" Gadis Penenun itu tak juga menyerah. Ia meraih tanganku seraya berkata, "Mengabaikan orang lain itu tidak sopan!"
"Lepas!" Aku menghempas tangannya dengan raut wajah yang kesal. Kutatap dia tajam-tajam. Kulihat nyalinya tampak menciut di hadapanku. Aku pun balas menegur, "Lebih tidak sopan orang yang sembarangan mau menyusup ke pikiran orang lain. Dasar pengganggu!"
Aku kembali berpaling darinya, mempercepat langkah agar ia tidak mengikutiku lagi. Samar-samar, aku mendengar suara seorang gadis yang cukup familier.
"Yuni, kamu nggak apa-apa, kan?"
"Yah, cuman sedikit kaget saja. Cih, cowok itu nggak ada baiknya sama sekali."
"Tapi dia benar sih. Kamu duluan yang bikin perkara."
Ah, biarlah mereka. Aku benar-benar tidak peduli.
Seorang yang tampaknya pemimpin rombongan memandu kami ke sebuah hanggar. Di sana ada sebuah pesawat angkasa komersil yang akan mengantar kami ke tempat tujuan berikut. Pesawat ini memiliki bentuk aerodinamis dengan tubuh yang panjang dan ramping, dilapisi dengan bahan logam berwarna putih mengilap yang memantulkan cahaya bintang dan menciptakan efek berkilauan. Di sepanjang tubuh pesawat, terdapat garis-garis biru dan perak yang menambah kesan elegan dan modern. Sayap-sayap besar dan ramping membentang dari kedua sisinya, membantu stabilisasi dan manuver selama penerbangan.
"Ambil ini!" Seorang petugas menyerahkan selembar kartu padaku. Dia menjelaskan, "Ini adalah kartu identitasmu selama perjalanan. Kamu bisa mengakses kamar dan ruangan umum dengannya. Jadi, jaga baik-baik dan jangan sampai hilang. Langsung kembalikan ke petugas berwajib begitu sampai di tujuan."
Aku mengangguk paham. Kuambil kartu itu dan menyimpannya baik-baik di salah satu saku kemejaku. Saat hendak naik, kudengar sedikit keributan di belakang. Ternyata itu adalah perbuatan Tuan Muda Wardein yang kecil. Asta tampak kesal melihatnya.
Yah, itu bukan urusanku.
Begitu memasuki pesawat, aku disambut oleh suasana yang mewah dan nyaman. Lantai pesawat angkasa ini dilapisi dengan karpet tebal berwarna biru gelap, sementara dinding dan langit-langitnya terbuat dari material transparan yang memancarkan cahaya lembut berwarna putih, menciptakan atmosfer yang tenang dan relaks.
Di bagian tengah pesawat, terdapat sebuah ruang umum yang luas dengan jendela besar yang memberikan pemandangan panorama luar angkasa. Ruang ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti kafe kecil yang menyajikan makanan dan minuman, area rekreasi dengan permainan holografis, dan ruang baca dengan koleksi buku digital dari seluruh penjuru galaksi. Pencahayaan yang lembut dan desain interior yang modern menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi para penumpang.
Aku melewati ruangan itu, melanjutkan langkah kakiku ke lorong di ujungnya. Ada banyak pintu kamar. Selama beberapa saat, aku mencari kamar pribadiku dengan mencocokkan nomor yang terdapat di permukaan kartu.
"Ini dia." Aku menempelkan kartu tersebut ke kunci pemindai. Sekejap kemudian, pintu kamar terbuka. Kulihat sebuah kamar yang cukup luas untuk satu orang. Ada sebuah kasur, lemari, meja bulat yang dapat disesuaikan sesuka hati, dan bagasi untuk meletakkan koper di dalamnya.
Aku pun mengarahkan koperku untuk masuk ke bagasi tersebut, lalu mematikan sensornya yang membuat ia terus mengikutiku sejak tadi. Kupandang sebuah layar diujung ruangan. Ketika aku menyentuhnya, layar itu menunjukkan sisi luar pesawat yang masih belum keluar dari hanggar. Rupanya, layar itu berfungsi sebagai jendela untuk melihat pemandangan di luar sana nanti.
"Para penumpang sekalian, pesawat akan segera lepas landas. Harap duduk dengan tenang di tempat masing-masing. Semoga perjalanan kalian menyenangkan."
Aku pun duduk di kasur, mengikuti arahan operator. Layar di ujung kamarku menunjukkan sisi pesawat yang tengah berproses untuk terbang layaknya sebuah jendela. Itu pemandangan yang cukup menakjubkan.
"Lelahnya~" Aku membaringkan badan di kasur. Bersamaan dengan itu, terasa sebuah guncangan ringan pada pesawat. Saat kutatap jendela digital, layar itu menunjukkan bagaimana pesawat meluncur dari hanggarnya.
"Apa aku benar-benar bebas sekarang?" batinku dalam hati. Yah, aku sudah benar-benar menjauh dari Esperheim sekarang. Untuk beberapa tahun ke depan, atau bahkan selamanya, aku mungkin tidak akan kembali ke planet para esper tersebut.
Tubuhku rasanya jadi ringan. Pandanganku pun mulai sayup-sayup gelap. Saat nyawaku hampir menguap dari raga, tetiba sebuah ketukan pintu membangunkanku.
"Hai," panggil orang di luar sana, "Apa ada orang di dalam?"
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...