Jihan melirik sekilas handphone nya yang bergetar dan memilih mengabaikannya, Domi yang sudah tak tahan mendengar handphone Jihan yang berdering lebih dari sepuluh kali itu memilih mengangkatnya membuat Jihan terkejut lalu berusaha merebutnya.
"Oppa! Berhentilah menelpon, jika tidak diangkat berarti pemilik handphone ini tidak ingin berbicara denganmu. Eoh?!" ucap Domi sambil berteriak teriak dengan ekspresi wajah kesal yang hanya bisa dilihat Jihan.
Domi melempar kembali handphone Jihan ke sofa lalu bersedekap tangan menatap sangar kearah Jihan.
"Lihat akibat ulahmu! Idola setampan, seterkenal dan semempesona Jimin oppa sampai terlihat tidak ada harganya karena ucapanku barusan! Tidak bisakah kalian berdamai saja? Sungguh Jihan aku lebih baik mendengarmu bercerita hal-hal romantis tentang kalian meskipun aku iri setengah mati daripada melihat kalian menyusahkan diri dengan bertengkar seperti ini! Kau itu bukan anak belasan tahun lagi, dewasalah sedikit! Kau berpikir dengan merajuk seperti ini lelaki akan tahan? Bagaimana jika Jimin oppa memilih melepaskanmu? Kau rela berpisah dengannya hah?! Kau pikir kau seistimewa apa baginya? Diluar saja jutaan wanita ingin berada diposisimu!" omel Domi seperti sedang ngerap.
Sedangkan Jihan sebagai subjek yang dituju, merasa hatinya tertancap pisau berkali-kali mendengar kata-kata menohok yang Domi katakan, karena dia sendiri mau tidak mau menyetujui perkataan Domi.
"Aku hanya lelah Domi-ya." lirih Jihan sambil mengacak acak rambutnya frustasi.
"Kau pikir dia tidak? Apa kau tanyakan padanya semua ini kemauannya? Kan bukan dia yang menginginkan hubungan kalian harus seperti ini. Mentalmu saja yang lemah, baru beberapa bulan saja kau sudah menyerah! Hatinya pasti juga terluka!"
Terkadang Jihan ingin sekali membuang Domi ke sungai Han disaat sahabatnya itu sedang berkata kata tajam seperti saat ini. Kata-kata tajam Domi tidak pernah meleset untuk menyakiti hati Jihan dan Jihan benci akan fakta itu.
"Domi-ya.." panggil Jihan sambil menatap sendu kearah Domi.
"Wae?!" (kenapa?!) sewot Domi.
"Awalnya aku mengira aku sanggup asal bersama dia. Aku kira... Asal lelaki itu dia maka aku akan bertahan sebisaku. Tapi nyatanya... Ini sulit."
Domi menggeleng-gelengkan kepalanya lalu duduk dilantai bersama Jihan. Digenggamnya tangan Jihan dan dia meremas remas nya sambil menatap iba kepada Jihan.
"Tentu aku tau jutaan wanita diluar sana ingin merebut posisi ku, bahkan sampai mental mereka terkadang bermasalah karena terlalu berkhayal. Sedangkan aku, sudah diberi keberuntungan untuk bersama Jimin oppa, tapi lihat... Aku selalu merasa semakin hari semakim cemas, takut, banyak pikiran-pikiran buruk yang selalu berputar putar seharian diotakku. Lama kelamaan aku tidak bisa memahami setiap proses hubungan kami yang tidak normal ini. Aku merasa bahwa aku bisa gila lama-lama, ini tidak seperti yang aku bayangkan... Sungguh ini..." Suara Jihan terhenti merasakan matanya perih dan tenggorokannya seperti tercekak.
Air mata mulai mengalir dipipi Jihan, isak tangisnya perlahan terdengar membuat Domi merasa bersalah dan tidak tau harus bagaimana menanggapi ucapan Jihan.
"Aku-aku... Aku selalu merasa takut bahwa semua ini akan berakhir dengan cepat, aku selalu merasa cemas membayangkan banyak gadis lain yang lebih bisa mencintai Jimin oppa, bagaimana jika akhirnya Jimin oppa menyadari ketidakberhargaanku, jika para penggemarnya tau mungkin aku... Aku akan... Aku-"
"Tsuttttt! Sudah-sudah, aku mengerti. Kumohon jangan menangis lagi, aku paham Jihan-ah, aku paham."
Jihan menangis dalam pelukan Domi, untung saja hari ini orangtua Jihan dan Jisung tidak ada dirumah, jadi dia bisa menangis tanpa beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS Love Story
FanfictionBISA PILIH CERITA MEMBER YANG KALIAN INGINKAN. ◆◆◆ Siapa sih yang gak mau jadi salah satu perempuan beruntung yang bisa punya hubungan spesial sama salah satu dari 7 cowo keren + kaya + ganteng + terkenal diseluruh dunia? Tapi kalo hubungan kalian g...