44 • Putus

23 3 0
                                    

Secara perlahan, Tieeshara melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah Dion. "Kak Dio, Tiara sama kayak Kak Dio. Tiara sayang, juga cinta banget sama Kak Dio. Jangan galak-galak, Tiara takut"

Seketika air mata Dion jatuh hingga mengalir membasahi pipi, Dion segera memeluk tubuh Tieeshara. Selang beberapa detik kemudian, Dion melepas pelukan dan menatap tajam ke arah Ferolin. "Tanggung jawab sama apa yang udah lo perbuat! Bilang di sosial media kalau Adek gue ngga pernah berniat untuk ngejual keperawatannya"

"Iy— iya"

"SEKARANG!" bentak Dion

Adzan Maghrib telah terdengar di pekarangan rumah Ferolin. Lazhirovan, Dion, dan Tieeshara pamit pulang. Namun sebelum itu, Dion mengajak Lazhirovan serta Tieeshara untuk mampir ke sebuah masjid. Tapi tidak untuk Kalina. "Pulang sendiri lo," acuh Dion kepada Kalina

Selepas shalat dan membaca do'a, Dion mendekat ke arah Lazhirovan yang baru selesai dzikir. "Kak Hiro"

"Hm?"

Dion menundukkan kepala. "Gue minta maaf, Kak. Apalagi tadi gue juga udah ngatain lo. Gue nyesel udah ngatain lo anjing, gue baru sadar kalau lo anjing, berarti gue juga"

"Demi Allah, sebenernya gue juga sama kayak lo, sama-sama ngga terima kalau Adek perempuan gue diperlakuin kayak gitu. Gue diem, bukan berarti gue ngga marah. Gue bisa aja marah, tapi gue tahan. Kalau seandainya gue marah disaat lo lagi marah kayak tadi, terus siapa yang harus jadi penengah? Tiara? Tiara perempuan. Sekuat apa dia bisa jadi penengah disaat kedua Kakak laki-lakinya lagi sama-sama marah? Tadi aja gue kewalahan pas coba jadi penengah lo. Gue juga bener-bener ngga bisa ngebayangin, gimana kalau tadi lo beneran memperkaus Kalin? Setrauma apa Tiara kalau liat Kakaknya ngelakuin hal keji kayak gitu di depan matanya?"

"Seharusnya tadi ajak Radit"

"Kalau Radit ikut, terus Kalin mau duduk dimana? Dari awal kitakan udah punya rencana, kalau ngga ketemu laki-laki itu, kita pergi ke rumah Kalin buat cari info selanjutnya"

"Suruh dia duduk di bagasi mobil aja, gampang," acuh Dion

"Udah, Dio"

"Tapi, Kak. Kalau aja tadi kita sama-sama ngehantam sepupu Ferolin alias Gansal, udah pasti dia makin bonyok, kalau perlu mati sekalian"

"Sebelum ngomong, dipikir dulu konsekuensinya. Jangan sampe lo nyesel"

"Ngga taulah, tapi gue kagum sama tingkat kesabaran lo buat nahan emosi. Maaf, Kak. Gue belum bisa jaga omongan." Seketika Dion juga teringat cerita Lazhirovan ketika dirinya memberitahu bahwa Johan meminta Tieeshara untuk ikut tinggal bersama. "Gue jadi setuju sama pendapat Papah biar Tiara bisa tinggal bareng dia. Mungkin pas nanti Tiara pindah, dia jadi punya lingkungan baru dan semoga aja bisa terbebas dari temen biadab. Ah, benci. Gue ngga rela panggil mereka temen Tiara. Eh iya, lupa"

"Lupa apaan?"

"Mobil Tiara masih diparkir di tempat tadikan? Mending abis dari sini kita ambil mobilnya, abis itu gue mau pulang sebentar buat ambil sesuatu, terus pergi lagi"

"Mau ngapain?"

"Ada urusan"

"Lo ngga mau berbuat yang macem-macemkan?"

"Ngga kok, santai aja"

***

Tok, tok, tok. "Tiara"

Sang pemilik kamar segera membukakan pintu dan terlihat ada Dion yang sedang menentengkan sesuatu di tangan kanan

"Iya, Kak?"

"Kak Dio boleh masuk?"

"Boleh dong"

Dion membuntuti langkah Tieeshara untuk masuk ke dalam kamar kemudian duduk di tepi kasur. "Kak Dio punya sesuatu loh"

"Apa?"

Dion memberi paper bag yang berukuran kecil kepada Tieeshara dan Tieeshara meraihnya. "Nih buka"

Tieeshara menurut untuk segera membukanya. "Handphone baru?"

"Iya, udah ada kartu SIM —Subscriber Identification Module—nya juga. Kamu tinggal pake"

"Handphone Tiara masih bagus kok"

Dion menarik sudut bibir. "Nomor telepon kamu udah disebar, makanya Kak Dio mau kalau kamu ganti nomor telepon. Jadi, sekalian aja Kak Dio beli handphone baru"

Tieeshara tidak berniat untuk memberitahu Dion bahwa pada saat Tieeshara sehabis mengaji tadi, Tieeshara mendapat banyak pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal

"Ngga berlebihan?"

"Ngga, Tir. Handphone lama kamu terlalu banyak hal menyakitkan"

"Makasih banyak, Kak Dionya Tiara," ucap Tieeshara sambil memeluk tubuh Dion

"Tapi maaf kalau Kak Dio belum bisa beliin handphone keluaran terbaru, soalnya kartu ATM Kak Dio masih disita Kak Hiro"

"Ish ngga papa banget, Tiara tetep suka kok. Justru Tiara yang mau minta maaf karena udah ngerepotin"

"Sama sekali ngga ngerepotin"

Tanpa diketahui bahwa sedari tadi Raditya telah ada di balik pintu, Raditya juga mendengar percakapan antara Dion dan Tieeshara. Raditya menatap ke arah kartu SIM yang niat awalnya ingin diberikan kepada Tieeshara, tapi ternyata Dion telah lebih dulu memberi. Raditya tersenyum kecut, "Kak Radit cuma beli kartu SIM, sedangkan Kak Dio sampe beliin kamu handphone baru, Tir"

Dengan langkah kaki yang lemas, Raditya membalikkan tubuh untuk berjalan masuk ke dalam kamarnya

"Tiara ..."

"Hm?" Kini pandangan Tieeshara dan Dion bertemu, Tieeshara menatap ke arah bola mata Dion yang sudah lebih dulu menatapnya dengan sangat lekat

"Kasih tau Kak Dio kalau ada yang berani berlalu buruk apalagi sampe nyakitin kamu"

"Kalau Kak Dio sendiri bakal nyakitin Tiara ngga?"

"Menurut Tiara?"

Tieeshara menggelengkan kepala. "Kak Dio galak, tapi Tiara percaya sama apa yang pernah Kak Dio bilang kalau galaknya Kak Dio adalah bukti sayangnya ke Tiara"

"Kak Dio janji bakal jagain kamu terus, Tir"

Di sepanjang malam, Dion masih menemani Tieeshara di kamar. Hingga akhirnya Tieeshara tertidur pulas dalam pelukan Dion karena Dion telah berganti posisi dengan menyenderkan punggung ke kepala ranjang

Walau rasa pegal telah Dion rasa, tapi tidak membuat dirinya melepas pelukan. Tidak jarang pula Dion mengecup puncak kepala Tieeshara

Dion teringat Raina. Dion tidak suka jika ada laki-laki lain yang menyentuh tubuh Adik perempuannya, apalagi sampai ada yang berani memeluk dari belakang. Dulu saja, ketika Tieeshara sedang dekat-dekatnya dengan Zigit, Dion sangat memperhatikan keduanya

Dion pikir, mengapa dirinya tidak menempatkan hal itu kepada Raina? Raina memang kekasih Dion, tapi mau bagaimanapun juga, mereka belum terikat hubungan halal. Lantas mengapa Dion sampai berani melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak suka jika Adik perempuannya diperlukan seperti itu? Walau masih dalam batas wajar. Apakah ini teguran untuk Dion? Semenjak Tieeshara mengerti prihal dilarangnya seorang muslim untuk mendekati zina, Tieeshara sering memberitahukan itu kepada Kakaknya, tapi Dion tidak mengubris dan terus melanjutkan hubungan dengan Raina. Dan sekarang mungkin Tuhan telah memberinya sebuah pelajaran lewat perantara Tieeshara serta disandarkannya oleh kejadian ini

Dion mengambil ponsel di atas nakas sebelah kiri tanpa berganti posisi untuk mengirim pesan singkat kepada Raina. Pesan itu berisi, "Kita putus"

TIEESHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang