82 • Dialog Mencekam

6 1 0
                                    

Perempuan dengan gaya rambut bergelombang panjang berwarna hitam lekat, mengenakan pakaian kaus berwarna parchment yang dibalut dengan outer berbahan rajut berwarna hijau hooker's, rok di atas mata kaki, dan sepatu flats berwarna yang senada sedang menentengkan totebag menoleh ke arah si pemanggil seraya mengernyitkan kening. "Loh, ini Tiara, ya? Adiknya Hiro?"

Tieeshara tersenyum mendengar respon dari perempuan tersebut karena ternyata ia masih mengingatnya. Tieeshara mewajarkan toh mereka sempat bertemu dalam rentang waktu yang belum lama, lebih tepatnya tatkala Tieeshara baru aja naik ke kelas 12 atau 3 SMK dan sekarang ia baru saja lulus. "Iya, bener. Aku Tiara, Adiknya Kak Hiro. Kak Syafika apa kabar?"

"Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri gimana?"

"Alhamdulillah, Tiara juga baik. Oh ya, ini Kak Syafika mau pergi atau pulang kemana?"

"Mau pulang ke rumah suami"

"Suami? Loh jadi Kak Syafika udah menikah?"

"Belum lama, baru beberapa bulan yang lalu. Setau aku, pas Hiro ke luar kota karena ada urusan pekerjaan, kamu dan saudara lainnya menyusul beliaukan?" tanya Syafika memastikan

"Iya, betul. Memangnya ada apa, Kak?"

"Jadi, setelah menikah, lebih tepatnya satu bulan sebelum kantor menugaskan beberapa pekerja untuk pergi ke luar kota, aku udah resign duluan"

Pas Kak Hiro ngejawab pertanyaan gue di video call sewaktu gue baru aja pulang ngaji, ternyata Kak Hiro ngga bohong dong kalau kala itu emang beneran ngga ada Syafika? batin Tieeshara

Tiba-tiba Tieeshara teringat keburukan yang pernah dilakukan terhadap Syafika. Tieeshara merasa bersalah karena sudah berburuk sangka hingga melakukan hal buruk tersebut kepada seseorang yang bahkan memiliki salah terhadapnya saja tidak. "Eum ... Kak Syafika"

"Iya?"

"Kak Syafika inget ngga kalau waktu Kakak dateng ke rumah kami untuk menjenguk Kak Hiro, Tiara pernah ..." tanya Tieeshara menggantung

"Ngga sengaja salah pesen atau kemungkinan lain pesanan kamu udah bener cuma dari pihak penjual yang salah sampai ngebuat aku sakit?"

"Eh—"

"Ngga papa kok Tiara, lupain aja. Aku boleh minta tolong?"

"Mau minta tolong apa, Kak?"

"Tolong sampaikan permintaan maaf aku ke Kakak kamu, Hiro"

***

Di sepanjang perjalanan, ingin sekali menumpahkan air mata sebanyak-banyaknya, namun kehadiran Dion yang sedang mengemudikan kendaraan, membuat Tieeshara berusaha sekuat tenaga untuk menahan

Sesampainya di halaman depan rumah, Tieeshara keluar dari mobil dan berjalan cepat untuk masuk ke dalam rumah, namun niat untuk segera masuk ke dalam rumah terbatalkan karena langkah kakinya terhenti tatkala mendengar sepenggal dialog mencekam antara Johan dan Lazhirovan

"Mau sampai kapan, Hiro?"

"Maaf, Pah. Hiro belum siap"

"Kamu yang ngga pernah berniat untuk mempersiapkannya"

"Mereka masih butuh Hiro"

"Usia Papah dan Mama udah semakin menua, kami ingin menyaksikan anak-anak menikah terlebih lagi kamu. Dari dulu, Papah ngga pernah menanyakan dan membahas mengenai ini, tapi melihat kamu yang terus-terusan berdiam diri, membuat Papah menjadi jengah. Kamu juga harus bergerak, Hiro. Jangan jadikan Adik-Adikmu sebagai alasan, kamu berhak bahagia"

"Alasan bahagianya Hiro adalah mereka"

"Mau sampai kapan? Dio udah lulus kuliah bahkan sekarang udah memulai menggulati usahanya, hal tersebut membuat dia memiliki penghasilan; Radit udah semakin dewasa; begitu juga dengan Tieeshara yang udah lulus sekolah, menghafal Al-Qur'an, dan mau masuk ke dunia perkuliahan. Papah rasa, mereka udah bisa hidup tanpa harus didampingi olehmu. Untuk urusan biaya, sampai detik inipun masih ada orangtua yang mengurusi itu, walau kamu ikut andil di dalamnya"

TIEESHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang