102 • Antara Tahajud dan Dhuha

6 0 0
                                    

"Omong kosong! Aku ngga ridha kalau kamu tetep dateng ke sini untuk temenin Tiara"

"Mas, selagi Allah menetapkan ridhaNya di diri seseorang yang udah Dia takdirkan untuk menjadi suami aku, maka aku ngga akan pernah berani untuk membantah larangan dari kamu, tapi apa boleh kalau sekali lagi aku memaparkan alasan di balik pengennya aku untuk mewakilkan Kakak-Kakaknya untuk melindungi Tiara?"

Semua tidak ada yang bersuara, selain Assyabiya, dengan lirih ia kembali berkata. "Mas ... Momen ini sebagai cara aku dalam memaksimalkan ikhtiar untuk memperbaiki hubungan dengan Tiara yang mungkin belum bisa menerima kehadiran aku di keluarga ini. Di saat dia menutup akses, aku mau mencoba untuk mengetuknya supaya dia mau membuka dengan lapang tanpa harus mendobrak secara paksa"

"Kamu sama aja kayak mau masuk ke kandang singa"

"Bukannya ketika dia mulai membuka akses artinya udah ada kemajuan untuk menerima?"

"Belum tentu"

"Mari kita buktikan itu, untuk membuktikan, aku butuh izin dan ridha dari kamu"

"Aku udah tau jawabannya"

"Kamu ngga bisa menyimpulkan sesuatu sebelum mencoba"

"Liat dari pengalaman, dibilang udah sering ada yang jadi korban"

"Aku tau karena kamu pernah cerita mengenai itu, tapi kamu ngga bisa mengeneralisasikan kejadian yang belum pasti terjadi dengan hari kemarin"

"Kalau terjadi apa-apa ke kamu, aku juga yang bakal ngerasa bersalah dan bertanggung jawab atas itu"

"Aku mau menanggung atas konsekuensi yang akan diterima. Jalan ini aku yang pilih, jadi aku juga yang harus berlapang dada untuk menerima"

"Kak Radit, Tiara janji ngga akan berlaku buruk ke Biya, terlebih sebagaimana yang pernah Tiara lakuin ke Syafika, Raina, dan Kyra. Yang penting Tiara mau tetep di sini. Kak Hiro sama Kak Dio juga tolong kasih izin Biya untuk temenin Tiara," mohon Tieeshara

"Kami muak karena Tiara udah sering minta maaf, tapi tetep aja diulang"

"Kali ini beneran janji"

"Mas Radit ..."

Lazhirovan, Dion, dan Raditya saling bertukar pandang

"Kak Hiro, Kak Dio. Gue khawatir kalau drama ini bakal terus berlanjut"

"Aku mau mematahkannya, Mas"

"Hati kamu terbuat dari apa, sayang? Hm?" Raditya mengusap wajah dengan gusar

"Maaf, Mas. Kalau emang keputusan kamu udah bulat, aku mau menurutinya, aku mengalah sebagai bentuk baktiku"

"Kak Hiro, Kak Dio, Kak Radit ... Tolong kasih satu kesempatan lagi untuk Tiara," mohon Tieeshara lagi. Tapi apa gue bisa memenuhi kesempatan itu? Batin Tieeshara

Raditya berlutut di hadapan Tieeshara, ia menggenggam jari-jemari perempuan tersebut. Dengan mata yang telah memerah dan air mata yang perlahan menurun, Raditya berucap. "Kalau Tiara menyayangi seluruh Kakak-Kakaknya Tiara, maka sayangi juga mereka yang menjadi penyebab bahagianya kami. Kalau Tiara menyakitkan mereka, maka secara ngga langsung bahwa Tiara juga menyakiti kami. Tir, ngga pernahnya Kak Radit mengungkapkan rasa sayang secara lisan, bukan berarti Kak Radit beneran ngga sayang. Cukup setiap bukti berupa perilaku dan tindakan yang Kak Radit beri sebagai gambaran atas rasa sayang terhadap Tiara, walau mungkin Kak Radit ngga sebaik Kak Hiro dan Kak Dio." Raditya menunjuk ke arah dada. "Sampai kapanpun, Tieeshara Kianna Tusalwa akan tetap ada di hati kami. Kakak-kakaknya Tiara akan tetap menjadi milik Tiara dan Tiarapun akan tetap menjadi milik kami. Semua atas amanah yang udah Allah beri"

TIEESHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang