50 • Berdebat

12 2 0
                                    

"Tieeshara, maaf. Mama ngga ada maksud tertentu. Di sini kita udah jadi keluarga, jadi Mama mau kalau kekeluargaan ini diselimuti oleh rasa sayang dan saling melindungi satu sama lain, tanpa harus membedakan"

"Tieeshara belum siap kalau harus berbagi Kakak, Ma. Kakak Tieeshara emang ada tiga, tapi Tieeshara anggep kalau mereka satu jiwa walau beda raga dengan sikap dan kepribadian yang berbeda juga. Justru perbedaan itu yang membuat mereka menjadi saling melengkapi satu sama lain"

Agnesia terdiam membiarkan Tieeshara melanjutkan perkataan

"Ada yang pendiam namun diam-diam menaruh perhatian dengan cara tersendiri; ada yang suka memperlakukan dengan cara semanis mungkin, tapi di lain waktu bisa jadi Kakak yang menakutkan; ada juga yang jadi penengah dan pelindung dikala diantara kami ada yang memiliki pendapat yang berbeda dengan pola pikirnya yang bijak. Bahkan diumur Adik-Adiknya yang udah mulai beranjak dewasa, dia sebagai Kakak sulung masih suka mengingatkan dimulai dari hal yang paling mendasar. Kak Hiro sering meluangkan waktu untuk kami, padahal kami tau kalau dia pasti capek karena udah seharian bekerja ditambah memiliki pengidap penyakit tertentu. Kak Hiro lebih sering memikirkan keadaan Adik-Adik ketimbang memikirkan keadaan sendiri"

"Terimakasih udah berbagi cerita, Mama seneng dengernya. Dari berbagai macam alasan yang pernah kamu sebutin, termasuk pas kamu bilang ke Papah waktu itu, Mama mulai memaklumi kalau kamu emang belum siap untuk berbagi Kakak"

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam," balas Tieeshara dan Agnesia secara bersamaan

"Mas, udah pulang?" Agnesia bangkit dari kursi yang sedang diduduki lalu mencium punggung tangan sang suami

"Iya. Lagi pada makan malem nih? Papah boleh gabung dong, ya." Agnesia menarik salah satu kursi untuk mempersilahkan Johan duduk

Dari tadi Papah lagi ngga ada di rumah? Berarti Mama Agnes beneran baik tanpa dibuat-buat? Biasanya kalau adegan di film, Mama tiri cuma baik kalau di depan suaminya aja, tapi ini ngga. Kalau emang bener begitu, berarti punya Mama tiri ngga semenakutkan yang ada dipikiran gue. Mudah-mudahan Mama Agnes beneran baik, sekalipun kalau nanti Papah lagi ngga ada di rumah dalam jangka waktu yang panjang, eh tapi mau ngapain juga Papah pergi? Tapi ngga tau juga deh, liat aja nanti, ngga mau kemakan omongan manis. Lagian ada juga tuh tipe Mama tiri yang diawal baik, terus pas suaminya meninggal, baru ketauan jahatnya, ucap Tieeshara dalam hati

"Tieeshara"

Ponsel Tieeshara menyala begitu ada notifikasi yang masuk, Johan yang ikut melihat hal tersebut sontak langsung mengambil ponsel milik Tieeshara

"Kenapa masih suka bertukar pesan dengan Kakak kamu? Bukannya Papah udah larang?"

"Papah kenapa si, tega banget?!"

***

Beberapa hari setelah kejadian itu, tepat ketika Tieeshara sedang melangkahkan kaki ke anak tangga untuk turun ke lantai bawah, Tieeshara sempat mendengar ada perdebatan kecil. Tieeshara mempercepat langkah kaki untuk melihat dan ...

"Mama, stop!" cegah Tieeshara dengan cara mencekal lengan tangan Agnesia untuk menggagalkan aksinya yang sudah bersiap ingin melayangkan tamparan tepat menenai seorang laki-laki

Agnesia melepas cekalan dari lengan Tieeshara. "Kenapa Mama mau nampar Kak Radit?! Ohh, jadi ini kelakuan asli Mama? Ternyata Mama cuma pura-pura baik?"

"Kamu ngga tau kejadian awalnya, Radit ngebantah perintah Mama"

"Ngebantah apa, hah?!"

"Mama ngelarang Radit untuk ngga ketemu kamu, itu semua karena atas dasar perintah Papah, tapi Kak Radit malah ngebantah, dengan suara yang dinaikkan"

Sebelum Agnesia menghampiri Raditya, Desi sempat meminta izin untuk membukakan pintu karena suara bel terus berbunyi

"Maaf, Bu. Sepertinya Kakak Tieeshara masih berada di depan rumah"

"Biar saya yang buka pintu"

"Baik, Bu," patuh Desi dan berlalu pergi

Agnesia berjalan mendekat mendekat ke arah pintu. "Maaf. Ada apa, ya?" tanya Agnesia sopan

"Pertanyaan tersebut seolah saya merupakan tamu asing yang ngga pantas dilontarkan oleh seorang Ibu yang katanya menganggap bahwa kami juga anak-anaknya. Tanpa bertanya, seharusnya anda paham maksud dan tujuan saya datang ke rumah ini"

"Kalau Mama ngga bertanya, nanti dibilang ngga bisa berlaku sopan karena langsung menuduh orang sembarang"

"Sekarang saya tanya balik, apakah pernah saya menginjakkan kaki ke rumah ini jika bukan karena adanya kehadiran Adik saya, selain pada saat hari raya?"

"Tieeshara ada di kamarnya, masih tidur"

"Ngga mungkin. Saya tau Tieeshara, Tieeshara lebih sering bangun lebih pagi, bahkan sebelum azan subuh berkumandang"

"Beberapa jam setelah shalat subuh, Tieeshara tidur lagi, mungkin karena ngga sengaja ketiduran"

"Terus? Anda menginginkan saya pergi dari sini?" terka Raditya

"Mama ngga bilang begitu"

Raditya menyunggingkan senyum. "Dari jawaban anda yang mengatakan bahwa Tieeshara berada di kamar dan masih tertidur, saya mengartikan bahwa anda menginginkan saya pergi"

"Emang kenyatannya begitu, Tieeshara masih tidur"

"Kalaupun emang bener begitu, tapi ngga ada kalimat yang menandakan untuk saya tetap berada di sini"

Agnesia mencoba untuk mengerti maksud Raditya. "Terus kamu mau Mama mempersilakan kamu masuk? Bukannya Mama dan Papah udah bilang kalau untuk sementara, beri Tieeshara waktu untuk ngga bertemu dengan kalian? Kalian seperti susah lepas"

"Sampai kapan? Sampai saya menjadi gila karena ngga bisa menahan diri untuk ngga bertemu dengan Tieeshara? Kalian juga bukan cuma melarang kami untuk bertemu, melainkan juga melarang untuk ngga bertukar kabar melalui media. Awalnya saya menurut, lama-lama saya muak dengan permintaan kalian"

"Rasa kangen bisa ditahan"

"Itu bagi anda, bukan bagi saya. Tieeshara Adik saya, maka saya berhak untuk menjalin hubungan persaudaraan dengan dia"

"Dan kamu sebagai anak juga harus menuruti perintah orangtua"

"Apakah saya harus menuruti perintah orangtua untuk memutus tali silahturahmi antar saudara sekandung?"

"Ngga memutus, ini hanya sementara"

"Yaa pertanyaannya sampe kapan?! Oke. Dalam beberapa waktu, emang kalian bisa memastikan bahwa ketika nanti kami bertemu dan saling bertukar kabar kembali, ngga ada sorotan yang bisa membuat kami menjadi lepas dengan susahnya?"

"Kenapa ngga? Toh nanti kalian udah terbiasa, jadi seharusnya ngga akan susah lepas terlebih seperti diawal kalian berpisah"

"Kalian orangtua yang kejam!" Suara Raditya semakin meninggi. "Secara ngga langsung, kalian sebagai orangtua telah membiarkan kami untuk terbiasa agar ngga bertemu dan berkomunikasi, lalu dengan begitu, makin rengganglah hubungan kami sebagai saudara kandung"

TIEESHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang