77 • Rencana lulus sekolah

6 2 0
                                    

"Kak Dio ngga lupa kok," jawab Dion yang sudah duduk di kursi pengemudi seraya menaikan salah satu alis tebalnya. "Yaudah sini masuk"

Tieeshara mengambil buket bunga dan cokelat agar dapat duduk. Tieeshara merasa tidak enak hati. "Tiara takut ngecewain kalian"

Dion menatap ke arah kedua bola mata Tieeshara dengan sangat lekat hingga terlihat benih air mata yang jatuh secara perlahan dari kedua bola matanya. Dengan sigap, jari jemari Dion menghapus air mata tersebut. "Gimanapun hasilnya, Mama, Papah, dan semua Kakak-Kakaknya Tiara, bakal terus bangga. Terimakasih udah mau berjuang. Tiara juga harus berterimakasih ke diri sendiri, ya"

Mendengar penuturan dari Dion, Tieeshara justru semakin menangis. Di tengah isak tangis, ia bertanya, "Kak Dio ngga marah?"

"Selama ini Kak Dio ngga pernah marah perihal hasil. Kak Dio sering marahnya kalau Tiara ngga mau sekolah, ngga mau berusaha untuk ngerjain tugas, ngga mau belajar, dan bentuk proses lainnya." Dion masih terus mengusap air mata Tieeshara. "Udah, jangan nangis. Sini peluk"

"Sayang Mama, Papah, juga semua Kakak-Kakaknya Tiara"

"Sayang Tiara juga." Dion tidak ingin merusak momen atau semakin memperburuk suasana hati Tieeshara jika mengingatkan nama Kyra. "Oh, ya. Tiara inget semalem Mama bilang apa?"

"Yang mana?"

"Yang itu loh, Mama bilang, berbagai macam bentuk hadiah yang kami beri untuk Tiara, jangan dijadiin sebagai beban apalagi sampai takut ngecewain kami, justru harus dijadiin sebagai sumber kekuatan"

***

Di hari kedua ujian, Tieeshara merasa jauh lebih membaik sehingga tatkala waktu istirahat datang, ia sudah tidak lagi hanya berdiam diri di depan ruang ujian, melainkan pergi ke kantin, walau hanya seorang diri

Suasana kantin tampak ramai yang membuat Tieeshara berniat hanya untuk mengambil beberapa menu makanan yang sudah tersedia di meja prasmanan dan kembali pergi ke depan ruang ujian untuk makan. Baru saja memutarkan tubuh, terdengar ada seseorang yang memanggil namanya. "Tiara"

Tieeshara menoleh, terlihat ada beberapa orang yang melambaikan tangan. Tieeshara menyipitkan mata lalu menunjuk ke arah diri sendiri

"Iya, sini"

Tieeshara menurut. "Kenapa manggil?"

"Makan di sini aja, tadi gue ngga kebagian tempat duduk, makanya gabung sama mereka berdua. Wajahlah ya rame, ruang ujian kebanyakan di lantai bawah, jadi orang-orang lebih pilih untuk pergi ke kantin yang ada di lantai bawah juga," ujar Aluna Rosella yang memang sebelum Tieeshara datang, ia hanya perempuan sendiri yang duduk satu meja bersama dengan Abaz dan teman sebangkunya selama di kelas tiga SMK

"Thanks." Tieeshara duduk di hadapan Abaz

"Abis lulus sekolah lo mau langsung lanjut kuliah atau kerja, Tir?" tanya Rose memulai obrolan

"Gue break dari dunia pendidikan dulu"

"Loh berarti mau kerja?"

Tieeshara menggelengkan kepala

"Terus?"

"Mau menghafal Al-Qur'an"

Semua terdiam

"Jawaban lo di luar ekspektasi gue, Tir"

"Iya betul, jawaban paling beda. Alasan yang biasa gue denger itu adalah antara mau langsung lanjut kuliah ataupun kerja, tapi ini malah menghafal Al-Qur'an. Luar biasa," puji Abaz yang diakhiri dengan tepukan tangan

"Tadi gue bilang mau break dari dunia pendidikan dulu, nah berarti walaupun abis lulus sekolah mau menghafal Al Qur'an, bukan berarti gue ngga mau kuliah. Insyaallah setelah hafalan selesai, gue bakal tetep lanjut kuliah kok," jelas Tieeshara

"Iya-iya, paham. Kalau kata Baaqir, walaupun hafalan udah selesai, sesibuk-sibuknya diri jangan lupa menyempatkan waktu untuk murajaah"

"Selamat menghafal firman Tuhan, Tiara"

"Makasih untuk pengingatnya, Baz. Makasih juga, Rose. Kalau kalian sendiri gimana?" tanya Tieeshara balik

"Kuliah, gue udah mulai ikut bimbel online," jawab Rose yang diikuti oleh Abaz. "Niatnya mau kuliah sambil cari beasiswa, tapi kalau ngga lolos, paling gue kerja dulu, kalau uangnya udah cukup, baru deh disusul sambil kuliah. Kalian tau sendiri, gue bisa sekolah di sini juga karena dapet beasiswa"

"Hebat bangeeett, ada niat untuk kuliah sambil kerja"

"Hebat gimana?"

"Hebatlah. Kuliah sambil kerja, kemungkinan bukan hal yang mudah"

"Belum tau hal yang mudah atau ngga, belum bisa dipastiin sebelum gue sendiri yang coba"

"Iya siii"

"Kalau emang bener opini dari orang-orang kerja sambil kuliah bukan hal yang mudah, berarti kalian yang bisa kuliah tanpa harus memikirkan biaya karena udah dihandle oleh keluarga, harus bisa bersyukur. Yaa walaupun gue ngga mengalami hal yang serupa, gue juga tetep bersyukur kok. Gue tetep bangga sama kedua orang tua gue, walaupun seharusnya udah jadi tanggung jawab mereka. Gue juga ngga mau muluk-muluk, gue tau ini udah jadi kehendak Tuhan"

"Iya betul, Baz. Gue setuju. Berbaik sangka sama Allah, mungkin dengan cara ini Allah lagi ngebentuk dan ngelatih lo buat jadi manusia yang tangguh"

"Yap. Hal ini juga jadi motivasi gue kedepannya, gue mau berjuang termasuk cari uang yang banyak supaya kelak, keturunan gue ngga merasakan kesulitan yang sama. Salah satu bentuk ikhtiar selain coba masuk kuliah dan cari beasiswa, gue juga mau jaga-jaga dengan cara kompeten LSP terus dapet sertifikatnya deh, walaupun ada alumni yang bilang kalau kadang sertifikat LSP ngga berpengaruh untuk cari kerja, tapi yaa namanya juga ikhtiar"

"Semoga ikhtiar lo membuahkan hasil baik. Saran gue, seharusnya mau kompeten LSP bukan cuma sekedar biar dapet sertifikat ataupun kerja, tapi sebagai bentuk berhasilnya kita selama tiga tahun belajar di SMK dengan jurusan yang dituju. Inget loh ngga semua bisa kompeten LSP. Aneh aja, masa gagal di jurusan sendiri? Yaa walaupun ada beberapa temen sekelas yang ngerasa salah ambil jurusan, tapi bukannya setiap orang harus bertanggung jawab dengan apa yang udah dipilih?"

Respon Abaz menganggukkan kepala. "Kalau nanti pas kuliah mau lintas jurusan si terserah, tapi seenggaknya bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin terhadap apa yang udah terlanjur kita pilih di masa lalu hingga saat ini. Selain dari kemarin takut ngecewain keluarga, alasan tersebut juga yang bikin gue jadi overthinking," lanjut Tieeshara. "Speechless sama diri sendiri, padahal gue sendiri termasuk orang yang pemalas akut, tapi intinya gue mau berjuang buat kompeten LSP, gue mau berhasil di ujian kejuruan yang udah gue pilih"

"Kalau gue ngga heran lo ngomong begitu, Tir. Gue ngeliat kemampuan lo setiap kali lagi di jam mata pelajaran akuntansi. Udahlah, jangan ngerasa diri lo pemalas, bodoh, dan lain-lain. Kalau dijadiin buat bergerak lebih maju si better"

"Tapi gue menilai diri sendiri emang begitu adanya, apalagi kalau ngebandingin sama Kakak-Kakak gue"

"Lo si fokus ke kekurangan mulu"

Seketika keadaan menjadi hening, hanya terdengar suara obrolan kecil, sendok dan garpu yang beradu dari meja lain, dan berlalu lalangnya siswa siswi

"Rose? Kok tiba-tiba diem?" heran Abaz melihat perubahan sikap Rose

Rose menatap ke arah Abaz yang sedari tadi hanya menunduk sambil memainkan alat makan. "Eum ... Sorry, Abaz. Tadi gue ngga ada maksud buat nyinggung lo. Gimanapun takdir yang dateng, semoga sukses selalu," sesal Rose yang sedari tadi memutuskan untuk tidak bersuara karena sedang memikirkan pertanyaan yang sudah dilontarkan, berawal hanya bertanya kepada Tieeshara, Tieeshara kembali bertanya kepada yang lain

"Dari tadi lo mendadak diem karena ini? Santai aja kali"

"Seharusnya yang ngga enak itu gue," sambung Tieeshara. "Gue niatnya mau nanya balik, eh malah begini. Kalau gue udah tau rencana Abaz kedepannya, gue ngga bakal nanya, ngungkit, dan ngebahas hal itu lagi. Gue juga minta maaf, ya, Baz"

TIEESHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang