96 • Perbedaan sikap ke Adik & Istri

10 0 0
                                    

Tieeshara menutup pintu kamar kos setelah menyaksikan anggota keluarga yang mulai pergi, kemudian ia berdiri di depan cermin yang menempel di lemari seraya berkata. "Mau dipanggil dengan sebutan Tiara atau Tieesha, terus orang-orang mau bilang gue bocil dalam rentang waktu seumur hidup juga ngga papa deh. Toh selamanya bakal jadi perempuan cantik, lucu, dan menggemaskan. Yang terpenting gue bisa belajar mandiri, yaa walau masih jadi tanggungan orangtua. Abisnya semua anggota keluarga bakal terpecah. Papah Johan beserta keluarganya, Mama Shirin juga beserta keluarganya, sekarang Kak Radit udah membentuk keluarga baru, belum lagi Kak Hiro dan Kak Dio nanti berlaku demikian. Iya, kalau Allah mentakdirkan, gue juga bakal seperti itu, tapi kemungkinan besar Kakak-Kakak gue duluan. Waallahualam. Jadi cepat atau lambat, gue harus belajar untuk ngga bergantung ke mereka. Nih, ya. Teruntuk Kenzi, Kalina, Ferolin, Haszna, dan lain-lain, hidup gue ngga semenyenangkan yang kalian bayangin. Jadi stop berbuat seronoh ke gue! Bersyukur pasti karena punya keluarga yang manis banget, tapi tetap ada minusnya." Tieeshara menyapu pandangan ke setiap sudut ruang. "Terus gue harus ngapain? Kamar udah bersih." Tieeshara meletakkan ibu jari dan telunjuk ke bawah dagu. "Ohh iya gue tau, ngapain lagi kalau bukan nonton film sambil ngemil?"

Baru saja Tieeshara mengambil gadget dan beberapa cemilan yang sudah dikeluarkan dari tas, seketika ia memberhentikan aktivitas karena tersadarkan oleh sesuatu lantaran menepuk jidat. "Gue belum shalat dhuha. Shalat dulu deh sebelum azan dzuhur berkumandang"

Tieeshara mengambil air wudhu lalu menggelar sajadah berwarna merah jamu di samping kamar tidur dan mengenakan mukenah berwarna senada. "Jadi semakin percaya kalau gue ngga bener-bener sendiri karena dimanapun gue berada akan selalu berada di bawah pengawasan Allah, terlepas dari fitrah manusia yang selalu membutuhkan menusia lain untuk hidup, namun tepat manusia datang lalu pergi, hanya Allah yang Maha Kekal Abadi sehingga cuma Allah yang pantas dijadikan sebagai rumah untuk kembali. Iya, gue udah sering kali tersadarkan mengenai itu." Tieeshara menarik napas lalu menghembuskannya secara perlahan. "Allah ... Tieeshara Kianna Tusalwa datang." Mulailah Tieeshara melaksanakan shalat sunnah dhuha

Beberapa hari kemudian, selepas Tieeshara menjalankan perannya sebagai mahasiswi baru, ia kembali pulang ke rumah kos. Setelah melepas sepatu, lantas tatkala ketika baru saja meraih knop pintu, ia mendapati seekor hewan berbulu berwarna cokelat yang berjalan mendekat seraya menenggakkan kepala. Tepat di hadapannya, ia segera menghentikan langkah kaki

"Meong"

"Kucing! Nah, bagus diem. Jangan kejar aku soalnya aku takut"

Selepas pintu berhasil terbuka, Tieeshara berjalan cepat untuk masuk ke dalam rumah namun kucing berusaha untuk ikut masuk. "Etss, jangan masuk. Tunggu di sini," cegah Tieeshara dengan pintu yang sudah sedikit tertutup

Masih dengan menggunakan pakaian yang sama, Tieeshara kembali keluar rumah dengan membawa wadah berisi makanan. Tieeshara membawa wadah tersebut menuju ke depan pagar kos bersamaan dengan kucing yang berjalan membuntuti. Tieeshara membungkukkan tubuh untuk meletakkan wadah di atas tanah dan kucing segera berlari mendekat kemudian melahapnya, Tieeshara yang seketika merasa takut, otomatis ia segera menjauh beberapa meter

Tieeshara terduduk di kursi kayu jati sambil menyaksikan kucing melahap makanan yang telah diberi

"Kucing ... Do'ain aku supaya bisa dapet pekerjaan, yaa"

Tieeshara kembali masuk ke dalam rumah kos, terdengar suara deringan ponsel tatkala dirinya baru saja kembali menginjakkan kaki ke dalam rumah

TIEESHARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang