"Cokelat Tiara mana, ya? Kayaknya Tiara simpen di sini," tanyanya kepada diri sendiri tatkala sedang mencari sebuah makanan di dalam kulkas
"Cari apa, Tiara?"
"Harta karun berupa cokelat batang," jawab Tieeshara tanpa menoleh
"Mau Kak Hiro bantu cariin?"
"Ngga usah, Kak. Tiara bisa cari sendiri kok." Kali ini Tieeshara berjongkok. "Duhh mana si?!" kesal Tieeshara yang tidak kunjung menemukan makanan yang sedang dicari
"Tiara ... Itu ternyata cokelat kamu ada di atas meja makan kehimpit sama wadah berisi buah-buahan dan kotak tissue"
Tieeshara memutarkan leher hingga 90 derajat. Tieeshara berdiri kemudian berjalan sambil menghentakkan kaki. "Huh, dicariin ternyata ada di sini. Makasih, Kak"
Tieeshara pergi ke ruang keluarga, meninggalkan Lazhirovan seorang diri. Namun tanpa diduga ternyata Lazhirovan mengikuti langkah kaki Tieeshara
Tieeshara sudah terduduk di salah satu sofa seraya sedang berusaha membuka cokelat yang terbungkus rapi
"Sini, Kak Hiro bantu bukain"
"Ngga usah, Tiara bisa buka cokelat ini sendiri"
Lazhirovan mengambil remote televisi kemudian duduk beberapa centimeter di dekat Tieeshara. "Yakin bisa buka sendiri?"
Selang beberapa menit kemudian, Tieeshara mengulurkan tangan untuk meminta bantuan kepada Lazhirovan. Lazhirovan terkekeh melihat raut wajah cemberut Tieeshara yang tidak berhasil membuka bungkus cokelat. Dengan senang hati, Lazhirovan mengambil alih cokelat yang berada di genggaman tangan Tieeshara untuk membantunya
"Tiara buka cokelat aja ngga bisa, apalagi hidup mandiri tanpa Kakak. Eum ... Kalau cuma sekedar buka cokelat mungkin bisa minta bantuan ke gunting, tapi kalau hal lain?"
Setelah membantu, Lazhirovan mengembalikan cokelat kepada sang pemilik. Laki-laki tersebut juga merangkul punggung Tieeshara, kemudian Tieeshara menyenderkan kepala di dada bidangnya yang telah memulai memakan cokelat
"Hari ini ada sesuatu yang mau Tiara ceritain ke Kak Hiro?"
"Ada, malah ada dua"
"Oh, ya? Apa?"
"Yang pertama, Tiara udah dibikin minder sama santriwati yang berhasil menyetorkan satu juz dalam sehari. Kalau tau begitu, jadi males menghafal Al-Qur'an deh"
Lazhirovan mengelus rambut Tieeshara dengan lembut. "Apa yang harus diminderin?"
"Dia bisa, sedangkan Tiara ngga"
"Kenapa bilang ngga, emang udah dicoba?"
"Belum"
"Kalau belum, kenapa udah menyimpulkan ngga bisa?"
"Dari kemarin Tiara ngerasa kesulitan untuk menghafal, itupun cuma bisa berhasil beberapa lembar. Logikanya, menghafal beberapa lembar aja susah, apalagi satu juz untuk disetorkan dalam satu hari?"
"Tiara tau dia itu udah jadi pesantren selama berapa tahun?"
"Tau dong, tadi Tiara sempet ngobrol sebentar sama dia. Dia bilang udah hampir enam tahun, tapi baru sekarang mau menghafal Al-Qur'an"
"Nahh, tanpa Kak Hiro bilang, mungkin Tiara udah tau duluan. Kalau garis start dan proses santriwati tersebut sama Tiara aja beda. Santriwati tersebut udah pesantren atau ngaji lebih lama dari Tiara, jadi wajar aja. Sekarang coba liat dari sisi lain"
"Apa?"
"Sisi lainnya adalah dia yang udah ngaji dari lama tapi baru terketuk hatinya untuk menghafal Al-Qur'an, sedangkan Tiara? Udah sekian lama ngga ngaji dan baru mulai untuk ngaji sekarang-sekarang ini, tapi udah langsung mau manghafal Al-Qur'an"
KAMU SEDANG MEMBACA
TIEESHARA
Teen FictionAku telah kehilangan cahaya bintang dari seorang laki-laki bernama Starlight. Ah tidak, bagaimana bisa aku merasa kehilangan? Memilikinya saja tidak pernah, namun apakah kehilangan hanya mengenai pasangan? Lantas bagaimana walau hanya sekedar bertem...