62

270 15 0
                                    

Riyan sedang berdiri di depan kaca besar Ruang Latihannya tersebut.

Mendengarkan musik yang sedang dimainkan di speaker aktif Ruang latihan.

"Gak ngelatih yan?" Tanya haikal yang baru saja masuk kedalam Ruang Latihan.

"Nanti siangan."

"Oh iya soal butik Gimana?"

"Gue masih pikirin itu. Gue takut salah ngambil langkah." Jawab Riyan.

Butik—Salah satu usaha baru yang ingin Riyan lakukan. Selain menjadi dancer Riyan juga memiliki impian untuk membuka Butik pakaian.

Namun dia masih Ragu. Belum cukup yakin juga.

"Kalau lu bener-bener yakin. Lo bisa buka Butik sesuai keinginan lo. Kaya lu buka sanggar dance."

"Gue takut gak bisa ngurus usaha gue itu nanti." Riyan menatap Haikal lewat pantulan kaca didepannya.

"Yan, disanggar dance itu, lu cuman cukup kontrol aja. Ada banyak pelatih dance yang akan ngurus murid didik lo nanti. Dan kalau pun lu juga buka Butik, kan masih ada pegawai yang urus juga." kata Haikal menasehati.

"Dance itu hobi gue. Sedangkan Butik itu ladang usaha buat gue nantinya. Tapi gue takut kalau gue gak bisa kelola salah satunya. Itu bisa mempengaruhi pikiran gue."

Riyan memang menyukai dance. Bahkan dia juga punya sanggar dance yang cukup lumayan terkenal. Namun dia juga ingin mengembangkan usahanya itu dibidang lain seperti Butik. Fhasion.

"Yaudah lu pikirin dulu itu baik-baik." Hanya itu yang bisa haikal ucapkan kepada teman satunya itu.

"Thank ya kal, lu udah kasih saran sama gue. Gue terima saran lu barusan." Mau gimanapun juga. Hanya haikal yang tau niatnya itu. Bahkan keluaraganya saja tidak tahu.

Taklama Nayla dan Agnes masuk kedalam Ruang latihan.

"Sayang, aku pikir kamu belum dateng?" Kata nayla kepada haikal.

"Iya sayang, maaf ya aku gak ngabarin kamu. Aku lagi ngobrol sama si Riyan baruasan."

"Bisaa gak sih gak usah bucin di depan orang jomblo?" sindir Agnes kepada pasangan sejoli di depannya.

"Apaan sih sirik mulu. Tutup kuping aja kalau gak mau denger kita ngebucin." balas Nayla tak mau kalah.

"Yaudah, panggil yang lainnya. Kita mulai latihan." Titah Riyan kepada teman-temnnya terdebut.

***

Galen dan Bimo senang kalau anak mereka berdua ini sudah saling kenal. Bahkan Bimo mengucapkan Terimakasih banyak kepada Aldi karena sudah membantu anaknya waktu di Surabaya.

Aldi dan syifa sudah menceritakan awal pertama kali mereka bertemu.

"Jadi gitu? Kenapa kamu gak bilang ke papah kalau dompet kamu hilang sayang?" Tanya Bimo kepada Syifa—anaknya.

"Papah kan sibuk. Jadi syifa gak mau ganggu papah."

"Untung saja ada Nak Aldi yang membantu." Aldi hanya tersenyum saja kearah Bimo.

"Jadi Tuan Bimo dan Ayah adalah teman lama?" Tanya Aldi memastikan lagi..

"Iya Bang. Jadi Ayah sama Om bimo ini adalah teman satu kampus. Sama bunda juga."

"Jangan panggil saya tuan. Panggil saja saya Om. Saya kan teman ayah kamu."

Aldi mengangguk paham.

"Aldi anak pertama kamu?" Tanya bimo kepada Galen.

"Bukan, Aldi anak Ke Empat."

"Waw, jadi kamu punya anak Berapa Gal?"

"Delapan, Tujuh laki-laki. Satu perempuan."

Pradigta (BTS Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang