Setelah melakukan solat magrib, kepala karina tiba-tiba saja pusing. Bahkan perutnya juga terasa sangat sakit.
Karina pun berbaring diatas ranjangnya mencoba menetralkan rasa sakit dibagian kelapa dan juga perutnya.
Karina berpikir sejenak kenapa kepalanya dan perutnya itu tiba-tiba sakit seperti ini.
Sedetik kemudian ia baru menyadari kalau dirinya itu telat makan. Mungkin maag nya kambuh?Rasanya sangat sakit. Namun karina mencoba berusaha untuk menahannya.
Revan yang notabennya sering sekali masuk kekamar adiknya itu karna gabut pun masuk begitu saja. Ia kaget melihat kondisi karina saat ini. Seperti sedang menahan rasa sakit.
"Dek, lu kenapa?" tanyanya sedikit panik. Revan pun memegang tubuh karina mencoba mengecek suhu tubuhnya itu, namun nyatanya tidak panas.
"Gak panas." beonya.
"Kepala gue sakit bang." lirih karina.
"Kok bisa?"
"Gak tau." jawab karina lemas. Dengan cepat revan bangkit dari duduknya. "Gue panggil bang bian dulu." ujarnya dengan cepat.
Revan berlari kebawah berniat untuk mencari abangnya itu.
"BANG BIAN?!!" panggilnya sambil sedikit berteriak.
Abian yang tengah sibuk membantu bundanya pun menatapnya heran
"Ada apa? Kenapa harus teriak-teriak kaya gitu?" tegur bian.
"Rina—" ujar revan terjeda sebentar karna dia harus mengatur nafasnya terlebih dahulu.
"Karina kenapa?" herannya.
"Ada apa sayang?" kini giliran rianti yang bertanya.
"Sakit!" ucapnya singkat dan padat.
"Sakit?!" kaget abian dan rianti secara bersamaan.
Dengan cepat abian pun berlari kearah kamar adiknya itu disusul oleh rianti dan juga revan dibelakangnya.
Abian membuka pintu kamar karina kasar, raut wajah abian sangat khawatir saat melihat adik bungsunya itu sedang menahan rasa sakit di atas ranjangnya.
"Dek, kamu kenapa dek?"
"Apa yang sakit?" tanya abian bertubi-tubi.
"Sini biar bang bian periksa." ujarnya lagi.
Wajah Karina terlihat begitu pucat. Abian benar-benar cemas melihat adik bungsunya itu.
"Bang..." lirihnya menahan rasa sakit.
Rianti dan revan langsung berjalan kearah karina dan abian. "Sayang, kamu kenapa nak?" rianti langsung memeluk tubuh karina khawatir. "Bundaa.. Kepala karin sakit bun.." adunya.
"Sini biar bunda pijitin nak?"
Seperti dejavu saat regan sakit. Namun bedanya kini rianti benar-benar merasa cemas.
"Apa lagi yang sakit sayang, heum?" tanya rianti lagi.
"Perut karin juga sakit."
Abian melirik kearah revan. "Van, tolong bawain tas peralatan bang bian di kamar." Ujarnya meminta tolong. Revan pun mengangguk cepat dan langsung pergi berlari menuju kamar abangnya itu.
Saat ingin turun tak sengaja revan menyenggol tubuh regan yang sama ingin turun juga. "Biasa aja dong bos!" omel regan. Namun revan menghiraukan ucapan abangnya itu. Dia terus berjalan kebawah menuju kamar abian.
Regan menatap revan heran. Kenapa anak itu?
Kini revan kembali lagi keatas dengan tas peralatan abangnya—abian. Reynal yang tak sengaja melihat adiknya itu berjalan terburu-buru pun menegurnya. "Kenapa dek?" tanya reynal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pradigta (BTS Lokal)
Fiksi Penggemarhanya menceritakan kisah keluarga yang penuh kasih sayang satu sama lain tanpa membedakan satupun💜