Octagon 3 - 319 : Bara Pt. 4

223 26 71
                                    

Ketika pintu terbuka, San yang tengah diam membaca seluruh kabar di internet melirik ke arah pintu terbuka, di mana Hajoon mulai muncul kemudian, pulang dari pekerjaannya. San agak mengernyit, sebelum melirik jam pada ponselnya, untuk kemudian menaruh dan berdiri dari duduknya.

"Tadi pagi katanya shift sampai jam 5 sore? Ini masih jam 4?"

"Perlu mengurus untuk proses adopsi kamu." Hajoon menjawab, sembari melepas sepatunya, dan mengganti dengan sandal rumah. Satu tangannya yang bebas memang membawa sesuatu, di mana itu adalah sebuah map yang segera ia ulurkan pada San yang menghampiri untuk menerimanya. "Surat nikah palsu saya selesai dibuat. Saya akan nekat mengurusnya esok hari."

San terkejut adanya, di mana dengan perlahan dia menariknya keluar, untuk membaca lembaran paling pertama di hadapannya.

Sedangkan Hajoon yang berdiri di hadapannya, memperhatikan dalam diam.

"Maaf sebelumnya, tapi... apa tidak apa mengusik mendiang? Terlebih, bagaimana keluarganya?"

"Taeri yatim piatu." Hajoon menjawab.

Di sanalah San semakin paham akan segara perlakuan dari Hajoon padanya, karena sosok itu telah berpengalaman.

Selagi Hajoon yang menatap lekat, berakhir dengan menarik napasnya perlahan. "Desan, saya harus menanyakan perihal Rastafara. Mengapa—"

"San bersalah, San paham." San buru-buru memotong, sembari mengembalikan lembaran kertas tersebut ke dalam map. "San terbawa sakit hati, karena San... ingin Hongjoong jujur, tapi dia terus berbohong... dan semua tak sengaja."

"Saya tak akan menoleransi perbuatan seperti ini lagi, tapi," Hajoon tiba-tiba menyentuh San, pada salah satu pipinya. "Apa kamu terluka?"

San terenyuh—seketika itu juga.

Di saat Hajoon tetap menunggu jawabannya, sembari perlahan mengamati wajahnya—menggeser ke kanan dan kiri—untuk mencari luka. "Apa Rastafara sempat membalas?"

"Hongjoong bahkan tak membalas sama sekali..." suara balasan dari San begitu tipis adanya. "Hongjoong selalu demikian. Jika dia tahu dia bersalah, dia diam dan tak membalas..."

Hajoon tampak pasrah dengan keadaan. Segera Hajoon beralih, untuk meninggalkannya dengan berjalan ke arah dapur. "Ini akan berat untukmu, tapi jangan menjadi musuh Rastafara. Di sisi lain, Rastafara tak tahu apapun perihal kematian kedua orang tua kamu—di saat pertama kali saya membicarakannya dengan dia, di malam kematian Tamawijaya pun, Rastafara benar tak tahu."

Hal itu membuat San menunduk, mengunyah bibir bawahnya sendiri.

Hajoon tahu, situas akan sulit untuknya. "Nakula Prananto yang bersalah. Walau begitu, kita semua belum tahu motifnya. Jadi sekiranya, hanya lewat Rastafara, kamu bisa tahu alasan paling jelas dan tepat dari semuanya."

San mengangguk pelan—seperti anak kecil yang tengah dinasihati.

Selebihnya, Hajoon menambahkan. "Lalu, kalian berdua ada di bawah Nama Aman saya, jadi yang saya inginkan hanya damai, bagi kalian."

"San coba..." San menjawab pelan. "San benar-benar tak menyalahkan tentang apa yang Ayahnya lakukan. San hanya... terluka karena Hongjoong berbohong... itu saja. Ditambah... bahwa Hongjoong memberitahu semua anak The Overload..."

"Itu menyakitkan." Hajoon membuka lemari pendingin, dan kemudian memperhatikan isinya. Hajoon kemudian menutupnya kembali, berjalan  mendekat pada San, dan kemudian menepuk kepalanya sekilas. "Tak ada apapun. Ayo makan di luar, sambil berbelanja."

Setidaknya di sana, San tersenyum tipis—mencoba mengabaikan rasa bersalahnya, pada teman-temannya. "Pakai mobil Desan, ya? Biar San yang menyetir."

Hajoon hanya mengangguk, berjalan lebih dahulu le arah pintu, sembari menunjuk ke belakang&hanya gestur asal, untuk memperingati. "Bawa jaket. Kita habiskan waktu sambil menunggu kabar dari bala bantuan kita untuk membuat kamu menjadi anak angkat saya."

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang