Octagon 3 - 274 : Penuntutan Pt. 4

213 28 43
                                    

Ini rasanya seperti kebohongan.

Bagaimana bisa semuanya terjadi dalam satu waktu? Bagaimana cara San mempercayainya? Pasti ada sesuatu di belakang semua ini, yang membuat Hajoon menemuinya dan memberikan surat adopsi, lalu kini Jeremy tiba, bersama Winter, memberikannya sebuah surat lain.

San bahkan sulit untuk mempercayai apa yang dibacanya, namun...

"Om..." Dengan tangannya yang gemetar, masih sulit untuk mencerna apapun dalam waktu dekat, San mengangkat wajah untuk menatap Jeremy, tepat di hadapannya. Karena di sana, Winter hanya menunduk, terlihat seperti pasrah akan keadaan. "Ini... ini benar...?" lanjutnya sembari menanyakan selembar kertas dari lima lapisan, yang dibaca dari sebuah map.

Ada satu pihak, duduk di sisi meja berbeda dari ketiganya. Duduk diam, menunggu dan memperhatikan di balik kacamatanya.

Saat itu Jeremy hanya bisa mengangguk, melihat San seperti bersedih adanya. "Memang sebenarnya Om diminta untuk melakukannya di waktu kamu berulang tahun. Tahun kemarin, Om masih mempertimbangkannya... jadi baru sekarang Om melakukannya, karena sebentar lagi ulang tahunmu."

Tetapi San benar-benar menemukan kejanggalan. Karena aneh sekali.

Hajoon mengetahui bahwa akan ada dua pihak yang mendatanginya...

Jadi pasti ada sesuatu terjadi, yang tak diketahuinya, bukan?

"Maaf baru memberitahu kamu. Itu mengapa Om sangat senang saat kamu menghubungi lebih dahulu."

Tak bisa menahan, bagaimana kedua mata San menajdi berkaca-kaca, tetapi karena memang ingin menangis--tak tahan jikalau ada banyak rahasia di belakang kehidupannya. "Tapi... apa benar ini... wasiat dari Ayah... San?"

Segera, sosok yang sedari tadi diam, langsung berucap. "Sepert tadi yang dijelaskan, Desanrio. Saya Aristide Balaaditya, kuasa hukum dari Casugraha Pangestoe. Surat wasiat beserta surat warisan dari beliau ada pada saya. Ingat, kita pernah bertemu, dua hari setelah pemakaman, bukan?"

"Iya tapi..." suara San gemetaran mendengarnya.

Sejujurnya, Winter terus memalingkan wajah karena juga merasa ingin menangis adanya.

Aristide, bicara kembali. "Seperti yang kamu baca dari surat wasiat yang ditinggalkan oleh Casugraha Pangestoe, mengatakan bahwa hak asuh kamu akan diberikan pada orang terdekatnya, yaitu Jeremy Digjaya. Di sini tertulis dimulainya hak asuk bisa dilakukan di hari ulang tahun dari Desanrio Adjie Pangestoe, tahun kapanpun itu. Sebaik-baiknya, dilakukan dalam jarak 2 tahun setelah kematian beliau."

"Tapi..." San tersedak napasnya sendiri, sampai harus membuatnya mengambil minumannya sendiri, dan meminumnya. Menyembunyikan juga map milik Hajoon di kursi sampingnya, menutupinya--walau tak tertutup--dengan empat lembar uang yang diberikan. "Tapi ini terlalu mendadak... benar, buka? Saya benar butuh alasannya."

Jeremy tersenyum dan menyentuh bagian tengah meja, karena tak bisa mendapatkan tangan San saat itu. "Bagaimana pun juga, kamu sudah tidak punya sanak saudara lagi. Kamu tidak akan bisa melakukan semuanya sendirian, kamu perlu wali, bukan? Maka dari itu, kita bisa lakukan ini secepatnya, tak perlu menunggu tanggal 10 Juli nanti."

Hal itu membuat San langsung menunduk, dalam diam menggigit lidahnya sendiri.

Winter saat itu berucap pelan, entah, dari mana ia melakukannya. "Coba pikirkan, Kak San... suatu hari nanti Kak San butuh wali... dan itu gak bisa dilakuin sama teman... 'kan?"

"Winter..." San mendesahkan napasnya pelan, merasa urat-urat lehernya menegang, menahan tangisnya sekuat tenaga. San teralih, pada Jeremy lagi, dan kemudian menunjukkan berkas di hadapannya. "Ini benar dari Ayah...? San butuh tau, ini benar surat wasiat Ayah?"

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang