Octagon 3 - 340 : Perlawanan Pengakuan Pt. 5

283 28 49
                                    

"Mereka tidur cepat hari ini. Mungkin kelelahan, seharian mengurus taman belakang."

Mendengar yang Jeonghan katakan, dari bagaimana lelaki itu menaruh gelas dari teh hangat yang dibuatnya untuk Seungcheol, lelaki itu tersenyum berterima kasih. Seungcheol memperhatikan bagaimana Jeonghan menarik kursi di sampingnya—depan meja makan tersebut—untuk duduk kemudian.

Kebetulan, Seungcheol baru melepas jaket dan menyampirkannya di belakang. Baru tiba, jelas.

Yang mana membuat Jeonghan menatapnya pelan sebelum menarik napasnya. "Kamu gak capek, bolak-balik terus ke sini? Soobin bilang, kamu jarang dateng saat di rumah yang dulu. Kenapa sekarang terus datang ke sini?"

"Ah, kehadiranku mengganggu kah?" tanya Seungcheol secara hati-hati.

Jeonghan agak berdecak, membalasnya pelan. "Bukan gitu. Tapi pasti capek buat kamu. Kamu bahkan stay cuma bentar, pulang ke ibukota dan balik lagi. Kerjaan kamu gimana?"

"Kerjaan aman. Kami lagi nyelidiki satu kasus, tapi, ya, hubungannya malah dengan lingkaran dalam. Jadi ada banyak kepura-puraan." Seungcheol tersenyum tipis, sembari menggenggam cangkirnya. Merasakan kehangatan yang disalurkan dari sana, entah karena air atau pembuatnya.

Sehingga Jeonghan yang melihat, segera menunjuknya secara sopan. "Minum dulu. Masih enak kalau diminum sekarang, dan biar badan kamu jadi lebih hangat."

"Makasih." Seungcheol mengangguk, dan mulai meminum teh berwarna biru keunguan tersebut.

Jeonghan tak sadar sedikit tersenyum melihatnya. "Enak?"

"Ya." Seungcheol mengangguk dan menaruh cangkir dengan isi setengah. "Seperti biasa, karena kamu."

Sebenarnya, di permukaan, Jeonghan ingin protes. Tetapi berdiam dalam sepi, berdua, di rumah yang sama mengingatkannya pada satu hal. Pada satu waktu saja, di mana Jeonghan sedikit menunduk, untuk mengabaikannya.

Yang tampaknya gagal, karena pikiran Seungcheol pun berjalan ke arah yang sama. "Aku jadi ingat saat... aku ambil cuti dua minggu dan kita pergi ke sini. Berdua. Untuk menjauh dari keramaian ibukota."

Jelas terkejut, karena pikiran Jeonghan sedang mengingat hal yang sama.

"Kita merawat halaman bersama, memasak bersama, menonton televisi bersama, dan hanya bermalas-malasan bersama." ucap Seungcheol kembali, tak sadar bahwa ia tengah mengenang. "Rasanya menenangkan untuk aku yang selalu sibuk, dan pada akhirnya bisa merasakan kedamaian... setiap bersama kamu."

Jeonghan terdiam, tak bersuara.

Barulah Seungcheol tersadar, membuatnya menjadi panik adanya. "A-ah, Jeonghan, maaf... bukan maksudku untuk membahas masa lalu kita yang... ah... maaf, maaf. Tadi pekerjaan cukup berat, mungkin aku terbawa lelah. Maaf..."

"Gak apa..." Jeonghan tiba-tiba membalas, sampai membuat jeda yang menuntun Seungcheol untuk memperhatikannya. Jeonghan tersenyum tipis, ketika secara hati-hati mencoba menatapnya. "Kamu... memang gak jijik sama aku?"

"Jijik?" Seungcheol terkesiap dengan kata tersebut. "Jijik... apa maksudnya?"

Jeonghan mulai melunak, air mukanya, ketika tipis suaranya melanjutkan untuk memperjelas. "Setelah kamu tau aku lebih dalam... pun kisahku dulu..."

"Tentang mantan kamu?"

"Ya." Jeonghan menelan ludah, merasa malu. "Tentang... gimana aku... sangat gila seks sampai... aku setuju waktu dia tawarin aku buat main dengan satu temannya, juga dia... yang bikin aku..."

"Jeonghan..."

Jeonghan menggelengkan kepalanya, seolah siap untuk membicarakannya lagi. "Aku berusaha semampu aku buat benerin citraku sendiri, Seungcheol. Aku... gak mau pacaran lagi, sejak pacar pertamaku, dan aku yang terlahir... di keluarga besar taat agama ini... ngerasa malu sama diriku sendiri. Walau tak bisa bohong, aku terlalu kecanduan. Jadi, aku habiskan waktu untuk membohongi diri sendiri bahwa aku benar polos seperti dulu, dan aku ingin terus punya image itu untuk kamu."

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang