14

4K 73 1
                                    

Dara menatap Yudanta yang sedang terpejam di tempat tidurnya. Beberapa saat lalu, dia mendapat perlakuan buruk dari kakeknya. Dan itu semua karena dirinya. Air mata menetes mengutuk kebodohan yang dia alami. Mungkin memang benar, jika Yudanta mengambil sesuatu yang berharga dari dirinya, namun dia menyesali hal itu dan mau bertanggung jawab. Siapa Yudanta, kenapa dia begitu peduli pada Darapuspita yang tidak pernah menatapnya. Apa yang Dara lihat dari Yudanta adalah keburukan, seseorang yang jahat karena merenggut keperawanannya.

"Apa kau akan terus menangis?" Suara lirih Yudanta terdengar dan membuatnya menatap ke arah pria yang sudah menatapnya itu.

"Maafkan aku." Entah sudah berapa kali Dara mengatakannya. Tapi dia memang menyesali apa yang dia lakukan.

"Kau akan terus mengatakan kata maaf? Bukankah kau harus fokus pada kondisimu. Kau harus menghilangkan ketakutanmu itu, aku sudah katakan kalau aku menyukaimu, ini tidak ada artinya walau aku mati karena rasa bersalahku padamu." Yudanta pria yang lembut saat berhadapan dengan Dara. Dia terlihat rapuh saat berada dengan wanita pujaannya.

"Sudahlah, kau harus istirahat. Kembalilah ke kamarmu. Aku akan baik-baik saja," ucap Yudanta. Dia memegang tangan Dara yang menatapnya dengan air mata.

"Boleh aku berbaring di sampingmu?" tanya Dara ragu-ragu, tapi dia hanya ingin berbaring di samping Yudanta sekarang.

"Kemarilah," jawab Yudanta membiarkan Dara berbaring di sampingnya.

Dara berbaring dan menatap pria yang terbaring di sampingnya. Dia tertunduk menahan tangisnya. "Aku percaya padamu," ujarnya lirih.

Yudanta menarik Dara lebih dekat dan memeluknya. Membiarkan Dara menangis dalam pelukannya. Dia terisak di dada bidang milik pria yang mencintainya.

"Bagaimana kau bisa bersamaku saat aku saja tidak memiliki perasaan apapun padamu," ucap Dara dengan posisi yang sama.

"Aku akan membuatmu mencintaiku. Tetaplah bersamaku, walau itu sulit untukmu. Dengan begitu aku akan tunjukkan jika aku bisa membuatmu membalas cintaku," jelas Yudanta.

"Kenapa kau melakukan ini padaku. Aku gadis yang buruk, harusnya kau tidak memilihku." Dara kembali menangis dan memeluk tubuh Yudanta. Walau dia tidak memiliki perasaan pada Yudanta, tapi dia merasa nyaman berada di samping pria dengan lesung pipi itu.

Yudanta tanpa mengenal Dara lebih jauh, bisa melindungi Dara, bagaimana dengan kakaknya sendiri. Kenapa dia begitu jahat pada Dara yang jelas-jelas keluarganya.

***

Keesokan paginya, Dara terbangun dan turun dari kamar saat tak melihat Yudanta di sampingnya. Dia mencari keberadaan Yudanta yang tak ada di manapun. Jam masih terlalu pagi untuk Dara bangun, tapi dia tetap ingin mencari Yudanta.

Sampai dia melihat seseorang sedang duduk di ayunan yang ada di samping rumah Yudanta, dia sedang bicara dengan Kale yang ada di dekatnya.

"Yuda," panggilan Dara membuat mereka berdua menoleh. Yudanta tersenyum menatap ke arah Dara yang berjalan ke arahnya.

"Kenapa kau sudah bangun?" tanya Yudanta.

"Aku tidak melihatmu di sampingku."

"Kemarilah." Yudanta mengulurkan tangannya pada Dara dan membuat wanita di hadapannya itu duduk di pangkuannya. Dia bahkan bisa mencium aroma tubuh Dara.

"Kalau begitu aku pergi," ujar Kale pada Yudanta.

"Ya, beri aku waktu sebentar. Aku akan segera menemuimu," jawab Yudanta. Setelahnya Kale meninggalkan mereka berdua.

"Kenapa kau sudah bangun? Tidurlah, masih terlalu pagi untuk bangun," tutur Yudanta pada Dara yang sekarang berdiri menatapnya.

"Kau mau ke mana?" tanya Dara.

"Aku harus pergi sebentar. Tinggallah bersama Anggun, tidak perlu bekerja. Aku akan segera pulang setelah urusanku selesai," jelas Yudanta.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Dara yang begitu penasaran dengan apa yang Yuda katakan.

"Aku tidak sedang merencanakan sesuatu pada kakakmu. Tenanglah," imbuh Yuda.

Bukan itu yang Dara tanyakan, dia hanya ingin Yudanta menjawab pertanyaannya dengan benar. Namun, bukan jawaban yang dia dapat, melainkan senyuman dari pria berlesung pipi itu.

"Kita ke kamar lagi?" tanya Yudanta sambil mengulurkan tangannya, tapi Dara tidak mengapai tangannya, dia butuh penjelasan dari Yudanta.

Yudanta menatap Dara sambil tersenyum. Dia kemudian mengendong Dara yang hanya diam, tak menuruti ajakannya.

"Turunkan aku. Kau akan membuatku malu," ucap Dara yang berusaha turun dari gendongan Yudanta.

"Jangan terus bergerak. Kau akan jatuh nanti," ungkas Yudanta. Dia begitu erat memegang Dara agar tidak jatuh dari gendongannya. Sikapnya tidak lagi sama dari yang Dara lakukan sebelumnya. Dia menurut saja apa yang Yudanta lakukan, hanya saja dia penasaran ke mana Yudanta akan pergi.

Yudanta berjalan ke kamar dengan menggedong Dara, dia membawa ke kamar miliknya, membaringkan tubuh wanita pujaannya dan duduk di sampingnya.

"Sudah tidurlah lagi, masih terlalu pagi. Aku harus bersiap," jelas Yudanta sambil mengusap pipi Dara pelan.

"Kau tidak akan pergi ke rumah kakekmu lagi? Bagaimana jika mereka melakukan apa yang dia katakan. Jangan pergi, tetaplah tinggal." Dara memegang erat tangan Yudanta yang masih menatapnya.

"Aku tidak akan mati, tenanglah. Tetap tinggal di sini saja, jangan pulang. Aku tidak yakin kakakmu akan bersikap baik padamu. Anggun akan datang nanti, kau bisa ajak dia ke manapun yang kau mau. Apa kau mengerti?" tanya Yudanta.

Yudanta kemudian melepaskan genggamannya, dan beranjak ke untuk bersiap. Membuka lemari pakaian dan mengambilnya untuk dipakai. Dara melihatnya dari atas tempat tidur king size milik Yudanta. Dia bagaikan istri Yudanta yang usianya berbeda 5 tahun dengannya. Beda yang tidak terlalu jauh, tapi tidak membuat Yudanta mundur. Dia menatap berbeda Dara, gadis usia 23 tahun itu.

"Aku berangkat. Aku akan menghubungimu nanti. Boleh aku menciummu?" tanya Yudanta dan segera mendapatkan anggukan dari Dara.

Yudanta mencium kening Dara lama, seperti dia ingin pergi dan tak kembali, namun dia tidak mau menunjukan itu, Yudanta tersenyum menatap Dara dan berjalan pergi.

Dara menatap punggung Yudanta berjalan keluar kamarnya. Entah pertanda apa, tapi kenyamanan yang Dara rasakan saat Yudanta mengecup keningnya.

Dara turun dari tempat tidur dan melihat Yudanta dari balkon kamar. Sebelum masuk, Yudanta tampak bicara dan tak lama menatap Dara, memberikan lambaian dan berjalan masuk mobil. Dia pergi bersama Kale, entah Brian juga ikut atau tidak. Yudanta saja tidak menjawab pertanyaannya.

Setelahnya, Dara tidak bisa tidur. Dia hanya duduk sambil melihat sekitar kamar Yudanta. Dua kali ini Dara menatap ke sekitar kamar Yudanta, tapi baru kali ini dia melihat setiap detailnya.

Tidak ada apa-apa. Hanya ada foto yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Dara tidak sempat bertanya, foto siapa itu, tapi dia pikir itu foto masa kecil Yudanta dengan kedua orang tuanya.

Tidak diam di sana, Dara melihat isi di dalam laci itu, dan ada selembar foto yang usang, tidak begitu jelas siapa orang di dalamnya, tapi Dara melihat mobil yang ada di dalam foto itu.

"Bukankah ini--" ucapannya terhenti saat dia coba mengingat mobil yang ada di foto itu.

"Apa ini Ayah?" tanya Dara yang begitu penasaran dengan orang yang duduk di atas kap mobil yang tampak jelas plat nomornya itu dia kenal.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang