22

2.9K 63 2
                                    

Jangan lupa follow
Happy Reading
.
.
.

Yudanta sedang terlelap saat Dara bersama Anggun. Mereka sejak tadi merencanakan sesuatu untuk Yudanta yang akan ulang tahun besok. Namun, entah perasaan Dara atau bagaimana, sepertinya Anggun begitu paham betul apa yang menjadi kesukaan Yudanta. Bahkan hal terkecil dari Yudanta sampai tau.

"Kau seperti paham betul bagaimana Yudanta. Apa kalian berteman lama?" tanya Dara.

"Lumayan, sejak dia lulus dari kuliahnya. Dia dulu menjadi incaran banyak wanita. Aku juga kenal dari Brian dulu. Terutama--" Anggun menghentikan ucapanya dan menatap Dara.

"Kau pernah menyukainya?" tanya Dara yang menebaknya asal.

"Apa terlihat jelas? Maafkan aku, bukan aku--"

"Tidak apa-apa, tenang saja," sahut Dara. Walau tidak di pungkiri jika hatinya merasa berbeda saat Anggun mengungkapkan perasaannya.

"Aku juga pernah tidur bersamanya," bisik Anggun, entah apa maksudnya bicara seperti itu, tapi dia dengan santainya mengatakan hal itu pada Dara. Atau mungkin Anggun berpikir jika Dara tidak menyukai Yudanta? Entahlah tapi pernyataan Anggun membuatnya terdiam.

"Bukankah kau--" Pertanyaan Dara menggantung. Dia pikir Brian dan Yudanta bersahabat, tapi nyatanya ada rahasia diantara mereka.

"Brian tidak tau tentang ini, jadi jangan mengatakan apapun pada Yudanta ataupun Brian. Karena aku berjanji tidak akan mengatakan rahasia ini pada siapapun, hanya aku dan Yuda yang tau," jelas Anggun.

"Tapi kenapa kau mengatakannya padaku?" tanya Dara bingung.

"Aku pikir kau itu wanita yang teguh dengan pendirianmu. Bukankah kau tidak menyukai Yuda, jadi tidak masalah kan?" Anggun bersikap dirinya sedang curhat dengan seseorang yang tidak mengenal Yudanta.

Dara kembali diam. Dia merasa hatinya sakit sekarang. Apakah ini memang cinta? Saat sebelumnya dia sudah mengungkapkan perasaannya pada Yudanta.

"Hei, kau sudah bangun!" Sapa Anggun saat Yudanta berjalan ke arah mereka berdua.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Yudanta, dia duduk di samping Dara yang hanya diam.

"Tidak ada. Hanya obrolan permpuan pada umumnya, benar tidak?" Anggun menatap Dara yang tersenyum tipis, dia merasa hatinya berbeda mendengar hal itu dari Anggun.

"Sebaiknya aku ke kamar. Aku tinggalkan kalian berdua di sini." Dara kemudian beranjak dari tempatnya, saat akan berjalan pergi, Yudanta menarik lengannya dan membuatnya duduk di pangkuannya.

Merasa canggung dengan sikap Yudanta padanya, Dara coba untuk turun. Dia sekilas menatap Anggun yang melihat interaksi mereka berdua.

"Jangan seperti ini, malu dengan Mbak Anggun," jelas Dara.

"Biarkan saja dia. Jika dia mau, dia bisa duduk di sini juga bersama." Dara seketika menatap Yudanta, dia tak salah dengar.

"Tidak." Perlahan Dara melepaskan diri dari Yudanta, yang tak membiarkanya pergi.

Setelah berhasil lolos, Dara segera meninggalkan mereka berdua. Dia tak menoleh ke belakang, padahal Yudanta sedang menatapnya heran.

"Kau mengatakan sesuatu padanya?" tanya Yudanta.

"Tentang apa?" Anggun tidak merasa bersalah dengan sikap Dara yang jelas-jelas menghindarinya.

Yudanta hanya menatap tajam Anggun, setelahnya dia berjalan pergi menyusul Dara yang ke kamar. "Mau ke mana?" tanya Yudanta saat melihat Dara sudah terlihat rapi.

"Aku ingin bertemu temanku. Kemarin aku tidak bisa menemuinya karena masalah itu, jadi hari ini aku ingin ke rumahnya," jelas Dara tanpa menatap Yudanta yang berdiri di ambang pintu.

"Aku akan menggantarkanmu," jawab Yudanta.

"Tidak. Kali ini aku sungguh-sungguh ke rumah temanku, tidak akan ke rumah Kakak. Jadi tidak perlu khawatir. Aku pergi kalau begitu." Dara melewati Yudanta yang ingin mengatarkannya. Dia benar-benar ingin pergi, walau di wajahnya masih terlihat lebam.

"Tunggu ... tunggu. Kau tidak boleh pergi tanpaku. Tunggu aku di sini atau tidak pergi sama sekali." Yudanta menghentikan Dara. Sebelum mendapatkan jawaban dari Dara, Yudanta segera bersiap. Dia berlari ke kamar untuk mengambil kunci motornya.

"Kalian mau ke mana?" tanya Anggun di ujung tangga.

"Aku mau pergi ke tempat temanku," jawab Dara.

"Boleh aku ikut?" Anggun antusias ingin ikut, padahal Dara ingin pergi karena dirinya.

"Tidak. Karena aku membawa motor. Sudah sana, urus apa yang aku perintahkan kemarin, bukankah kau harusnya di basecamp sekarang?" Dari atas, Yudanta turun menghampiri Dara yang berjalan lebih dulu.

Dara kesal melihat mereka saling bicara, entah perasaan apa itu, tapi Dara tidak menyukainya. Dia memilih berjalan keluar lebih dulu.

"Kenapa kau cepat sekali jalannya. Tunggu!" Yudanta berdiri di hadapan Dara, mengenakan jaket dan helmet yang dia bawa. Dara hanya diam. Dia kesal pada Yudanta tanpa tau alasannya.

"Selesai, kita berangkat sekarang?" Yudanta mengulurkan tangannya, namun Dara tidak menggapainya.

Hampir seminggu di rumah Yudanta, Dara mulai terbiasa dengan sikap manis yang Yudanta berikan. Namun, kali ini dia merasa kesal. Setelah mendengar pengakuan dari Anggun yang mengejutkan dirinya.

"Apa aku sedang membonceng beras sekarung? Rasanya hampa sekali. Tidak bisakah kau lebih dekat, kau akan jatuh nanti," ucap Yudanta. Dia melepaskan helmet yang dikenakan saat Dara tidak mau berpeganggan padanya.

Dara tetap diam. Dia tidak mendengarkan apa yang Yudanta katakan. Merasa tidak di dengar, Yudanta menarik gas, membuat Dara mepet ke tubuhnya.

"Kau masih ingin tidak berpegangan?" tanya Yudanta.

"Aku bisa berangkat sendiri jika kau melakukan seperti itu lagi," jawabnya ketus.

"Sebenarnya ada apa denganmu? Apa aku melakukan kesalahan?" Yudanta merasa sikap Dara berbeda, apa dia kembali berubah pikiran tentang perasaannya?

Dara turun dari motor Yudanta, dia melepaskan helmet dan memberikannya pada Yudanta yang masih di atas motor. Dia berjalan pergi meninggalkan Yudanta yang bingung dengan sikap Yudanta.

"Kak, bisa aku minta tolong padamu? Antarkan aku sekarang, bisa kan?" Dara menghampiri Kale yang baru datang, dia baru turun dari motornya.

"Ke mana?" tanya Kale sambil menatap Yudanta yang menatapnya kesal. Dia menggelengkan kepala, syarat agar Kale menolak ajakan Dara.

"Hanya ke jalan depan. Nanti aku bisa naik angkot. Tolonglah," bujuk Dara.

"Sayang, apa yang salah? Kenapa kau bersikap seperti ini?" Yudanta kali ini turun dari motornya dan menghampiri Dara.

"Tolonglah, Kak Kale." Dara memegang bahu Kale agar mau mengantarnya.

"Sayang--" bujuk Yudanta yang masih ingin mengantarkan Dara pergi.

"Sebenarnya ada apa dengan kalian? Jangan libatkan aku dalam urusan rumah tangga kalian," jawab Kale dengan entengnya.

"Tolonglah, Kak."

"Cukup! Kau naik motorku atau tidak usah pergi sama sekali." Nada bicara Yudanta tinggi saat melarang Dara untuk pergi.

Seketika Dara menatap terkejut pada Yudanta yang hanya menggeleng kepala, dia tidak sengaja bicara keras pada Dara.

"Ya sudah," pungkas Dara dengan perasaan kesal. Dia berjalan masuk ke dalam rumah dengan perasaan marah.

Yudanta hanya menghela nafas kasar dengan sikap Dara. Dia terus saja salah, padahal dia tidak tau letak kesalahannya.

"Biasakan bicara dengan lembut. Dia akan takut jika kau membentaknya." Kale berjalan pergi setelah mengatakannya.

"Sial!!" Umpat Yudanta karena kebodohannya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang