85

565 18 1
                                    

Yudanta tak bisa mengelak dari efek obat yang Dilla suntikkan padanya. Mungkin jika obat itu dia telan, dia masih bisa memuntahkannya. Namun, obat itu sengaja Dilla suntikkan pada Yudanta.

"Kita ke rumah sakit?" tanya Kale pada Yudanta yang coba menahan agar tetap terjaga.

"Kita pulang saja. Wanita gila itu menyuntikkan obat tidur padaku," jawab Yudanta dengan suara lemah, tapi dia berusaha untuk terjaga.

"Dia tau apa yang akan kita rencanakan nanti malam. Urus ini dengan Brian, jika dia mau. Jelaskan apa yang kau dengar, aku tak akan sanggup untuk membuka mata. Wanita gila itu menjebakku," tutur Yudanta.

Sesampainya di rumah, tubuh Yudanta sudah tak kuat lagi untuk sekedar berjalan. Dia begitu lemas, bahkan dibantu oleh Kale untuk masuk ke kamar. Dara yang melihat itu, menatap khawatir suaminya.

"Dia tidak apa-apa, hanya mabuk saja," ujar Kale yang harus bicara bohong pada Dara agar dia tak khawatir.

Dengan posisi berbaring, Dara membantu suaminya untuk melepaskan sepatu dan jaket yang dikenakan agar suaminya merasa nyaman. Yudanta benar-benar terlelap karena efek obat yang Dilla berikan.

***

Di tempat berbeda, Kale langsung mencari Brian yang sedang ada di Bar. Awalnya dia mengusir Kale agar tidak mengganggunya, tapi Kale tak menyerah. Dia membutuhkan Brian untuk menjalankan rencana malam ini, saat Yudanta dibuat tak sadarkan diri oleh wanita gila itu.

"Kau yakin dengan perkataanmu ini?" tanya Brian.

"Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang? Yuda tak akan bisa datang, dia dibuat tidur oleh wanita gila itu. Dia memberikan obat tidur dosis tinggi pada Yuda, jadi urusan malam ini, kita yang harus selesaikan. Kau harus beruntung saat Yuda dengan cepat mencarikan pemecahan masalahmu," jelas Kale.

"Jadi wanita itu tidak hamil? Dia menjebakku karena dia keponakan Galih, bukankah begitu yang kau maksud?" Brian memperjelas apa yang sahabatnya jelaskan. Dia sudah dibuat bingung dengan kabar kehamilan Dilla dan juga Anggun yang harusnya tidak dia ragukan.

Brian ragu karena siapa yang harus dia pilih saat 2 wanita hamil karenanya. Jelas dia memilih Anggun, namun bisa apa jika Dilla bilang hamil anaknya. Tidak mungkin dia menikahi 2 wanita karena mereka hamil, namun karena sikap Yudanta, masalah ini terpecahkan. Brian menjadi kanbing hitam atas apa yang Dilla katakan.

"Lantas bagaimana kondisi Yuda sekarang?" tanya Brian.

"Dia terlelap. Aku bingung saat Yudanta tak ingin Dara tau tentang kondisi suaminya. Jika sampai besok dia tak juga bangun, kita bawa ke rumah sakit," jelas Kale.

"Kenapa tidak sekarang saja," sahut Brian.

"Tidak. Kau tau Dara sedang hamil besar. Kita tunggu saja nanti bagaimana perkembangannya. Sekarang kita harus bersiap, dan siaplkan dirimu untuk bertemu dengan wanita gila itu." Sejak tadi Kale tidak menyembutkan nama Dilla, dia menyebutnya wanita gila karena memang begitu adanya.

Setelah menjelaskan apa yang terjadi pada Brian seperti kemauan Yudanta. Mereka segera pergi untuk bersiap nanti malam. Jika di tanya siap atah tidak.  Ada keraguan dalam diri Kale, dia tak bisa seperti Yudanta yang bisa melakukan apa yang dia mau. Membunuh jika tak sesuai harapannya. Apalagi mereka harus berhati-hati dengan apa yang akan terjadi nanti.

***

Jam menunjukkan pukul 10 malam saat Dara coba duduk bersandar di samping suaminya yang terlelap. Dia menatap wajah Yudanta yang tampak nyaman, seperti tidak terganggu dengan kedatangan Dara.

Kegiatan Dara di rumah adalah membaca, dia pasti akan membaca sebelum tidur. Apalagi perut yang bertambah besar membuatnya susah tidur. Dia harus mencari cara agar bisa tidur dengan nyaman. Biasanya jika ada Yudanta, dia akan mengusap perut istrinya sampai tertidur. Kali ini dia malah tidur dengan nyenyak, itu pikir Dara.

"Ah ...," rintih Dara saat perutnya terasa mulas tiba-tiba.

Hari ini dia terlalu sibuk dengan mengurus Anggun yang sedang bersedih. Itu yang membuatnya lelah, dan perutnya mengalami kontraksi palsu beberapa kali hari ini. Dokter kandungan yang memeriksa Dara sudah mengingatkan jika hal itu bisa terjadi apalagi dengan kondisi Dara yang pernah keguguran.

"Mas--" Dara memanggil Yudanta lirih, namun tak ada respon dari suaminya. Tidak biasanya Yudanta begitu lelap, biasanya dia akan dengan sigap membantu Dara.

Dara coba mengatur nafas, agar dia lebih tenang dan rasa sakitnya bisa berkurang. Sampai rasa sakit itu hilang, Yudanta tak membuka mata. Dara bahkan menggenggam tangan Yudanta. Di ingin suaminya membantunya.

"Dingin sekali," ucap Dara saat memegang tangan Yudanta yang hanya memejamkan mata.

Tidak merasa aneh, Dara memilih berbaring dengan tangan menggenggam tangan suaminya. Mungkin mengecilkan volume AC bisa membuat Yudanta lebih nyaman.

"Kau bahkan tak membuka mata saat aku terus memegang tubuhmu. Apa sangat lelah, sayang?" tanya Dara pada sang suami yang memejamkan mata.

Dara memainkan jemari Yudanta yang hanya memejamkan matanya. Kalau saja Dara tau, suaminya seperti ini efek obat tidur yang Dilla berikan padanya. Bahkan Dara sampai terlelap di samping suaminya yang masih saja memejamkan mata seperti mayat.

Sampai pagi dan Dara terbangun karena merasa perutnya sakit, Yudanta tak kunjung bangun. Sekeras itu obat yang Dilla berikan pada Yudanta.

"Apa Yuda sudah bangun?" tanya Kale yang datang pagi sekali. Dia baru menyelesaikan tugasnya seperti permintaan Yudanta.

"Kening Kak Kale terluka. Apa yang terjadi?" Tanpa memperdulikan apa yang Kale tanyakan, Dara fokus pada kening sebelah kiri Kale yang terluka. Dia belum sempat mengobati lukanya, karena khawatir dengan kondisi Yudanta.

"Tidak apa-apa. Hanya terbentur tadi. Aku membawa dokter untuk memeriksa kondisi Yudanta," tutur Kale.

"Memangnya kenapa? Mas masih tidur. Sejak kemarin dia tak kunjung bangun, dia betah sekali tidurnya. Tidak biasanya seperti ini," jelas Dara.

"Karena seseorang menyuntikkan obat tidur padanya kemarin, dan dia tak ingin kau khawatir karena ini. Tapi aku yang khawatir dengan kondisinya. Dia tak mau dibawa ke rumah sakit kemarin karena dia menyuruhku untuk fokus pada pekerjaan semalam." Mendengar penjelasan Kale, membuat Dara terdiam. Tidak habis pikir, mereka menutupi kondisi Yudanta.

Dokter segera masuk ke kamar Yudanta dan mengeceknya. Tubuhnya dingin, dan membuat Dokter harus memberikan cairan infus untuk membantu mempercepat pembuangan zat dari tubuh. Dari samping Yudanta, sang istri hanya diam sambil meneteskan air mata. Apalagi Kale menjelaskan apa yang terjadi pada Yudanta.

Dara berpikir jika suaminya memang sedang lelah. Itu sebabnya dia terus tidur, nyatanya seseorang membuatnya seperti ini.

"Aku harap sore ini dia bisa sadar. Kadar oksigen nya juga rendah, tapi tak perlu khawatir. Aku yakin dia akan lekas sadar," jelas sang dokter. Dia yang biasa membantu Yudanta, bisa dikatakan Dokter keluarga.

"Apa tidak perlu di bawa ke rumah sakit?" tanya Dara.

"Tidak. Aku sudah memberikan obat untuknya. Saat sore nanti dia tak juga membuka mata, bawa dia ke UGD."

Dara tak hentinya meneteskan air mata saat sedang duduk di samping Yudanta yang terbaring dengan beberapa alat medis di tubuhnya.

"Tidak bisakah kalian hentikan dia untuk mencelakai dirinya. Rasanya sesak sekali saat melihatnya seperti ini, Kak. Apalagi yang bisa aku lakukan hanya diam dan menangis. Aku tak berguna," tutur Dara pada Kale dan juga Brian yang baru datang.

"Maafkan aku, ini semua salahku. Jika aku tidak bodoh, Yuda tidak akan berakhir seperti ini," sahut Brian. Dia menyesali kecerobohannya.

"Bisa apa aku, Kak, saat dia pergi dariku. Aku tak akan bisa hidup tanpanya, karena hanya Mas Yuda yang mau menerima wanita sepertiku. Tolong jaga dia, jangan biarkan dia terluka." Dara mengusap dada bidang milik suaminya yang masih terlelap. Entah kapan dia membuka mata, karena Dara merasa sangat sesak.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang