34

2K 47 0
                                    

"Dokter memintamu untuk tetap di tempat tidur, tidak melakukan apapun sampai perdarahannya berhenti. Aku mohon untuk mendengarkan aku kali ini agar kita bisa segera menikah setelah kau pulih. Pengajuan untuk pernikahan kita sudah aku dapatkan. Aku mau kau pulihkan kondisimu sebelum kita menikah," jelas Yudanta. Dia sudah mendaftarkan pernikahannya atas bantuan teman Anggun. Apapun kalau Anggun yang urus pasti mudah, karena dia dalam lingkungan yang seperti itu.

"Apa aku tidak boleh memberitahu Kak Juan? Bagaimanapun dia kakakku," ucap Dara.

"Beritahu saat harinya saja. Aku tidak mau kau tertekan karena ulahnya. Tidak apa-apa kan? 3 hari ke depan kau harus pulih. Jangan takut, ada aku, Kale, Brian dan Anggun yang akan menjagamu. Tugasmu menjaga calon bayi kita. Apa kau mengerti." Dara mengangguk pelan, dan langsung mendapatkan usapan dari Yudanta. Sikapanya benar-benar manis sekali.

Yudanta mencium kening Dara sebelum dia meninggalkan kamar. Dengan kaki yang harusnya juga dia istirahatkan, dia pergi untuk mengurus sesuatu. Dia tidak mau Brian atau Kale sendiri yang menggantikannya.

***

Kondisi perdarahan Dara sudah membaik. Janin yang ada di perutnya juga baik-baik saja. Rencananya hari ini Dara dan Anggun akan pergi untuk memilih gaun pengantin. Yudanta tidak ikut, dia baru pulang tadi pagi, dan Dara tidak mau mengganggu tidurnya, dia di temani Brian dan Anggun.

"Aku mau yang sederhana saja," ucap Dara pada Anggun.

"Apa kau yakin? Pesta pernikahan, sekali seumur hidup, harus bermakna. Tenanglah, kau tidak akan menghabiskan uang calon suamimu itu untuk 1 gaun pengantin." Anggun menunjukan gaun yang dia pilih. Namun, Dara tetap tidak suka karena tampak mewah. Dara hanya ingin yang sederhana saja, lagian pernikahan di kantor urusan agama saja, tidak perlu uang mewah.

Dara meminta untuk tidak merayakan penikahan mereka dengan mewah. Dia hanya ingin orang terdekat yang tau mereka sudah menikah. Dara sendiri belum memberitahu Juan, jika dirinya ingin menikah. Biarkan Yudanta sendiri yang memberitahunya, dia tidak ingin tertekan saat bicara dengan Juan.

"Bagus juga. Apa kau suka ini?" tanya Anggun.

"Iya, Mbak. Yang ini saja, tidak apa-apa kan?" Dara ragu untuk memilih, dia memang begitu polosnya. Padahal Yudanta memberikannya apapun yang dia mau.

"Baiklah. Aku akan memgambil fotomu dulu. Biar Singa dingin itu melihat betapa cantiknya wanita pujaannya."

Selesai dengan urusan gaun pengantin, mereka segera pulang. Saat di jalan dia menatap sesuatu yang dia ingin beli, tapi karena jalanan yang tidak memungkinkan mobil berhenti, membuatnya harus mengubur keinginan itu. Lagian yang mengemudi Kale, dia tidak mau Kale memarahinya.

"Kau menginginkan sesuatu?" tanya Anggun.

"Tidak, Mbak." Dia malu saja jika bilang butuh. Karena dia sudah banyak merepotkan beberapa hari ini.

Sesampainya di rumah, tidak langsung masuk. Dia masih bicara dengan Anggun di teras depan rumah. "Mbak, apa mereka orang suruhan kakeknya Yuda?" Dara melihat saat akan masuk gerbang, ada beberapa orang yang berjaga.

"Bukan. Mereka dari pihak kita. Tenanglah, tidak perlu khawatir. Semua pasti akan berjalan lancar."

Masih ada rasa khawatir yang Dara rasakan. Entahlah, dia masin saja merasa takut. Dia membayangkan hal buruk terjadi, namun dia tidak bercerita pada Yudanta. Karen dia sudah berjanji untuk tidak tertekan.

Pukul 7 malam, Dara sedang bersama Yudanta yang sibuk dengan sesuatu di laptopnya, tiba-tiba saja dia teringat tentang buah yang dia lihat tadi. Tiba-tiba dia menginginkannya. Dia membayangkan jika akan terasa segar ketika makan buah itu malam ini. Menjengkelkan memang, keinginanya seperti orang yang tak pernah makan saja.

"Sayang," panggil Dara sambil duduk di pangkuan Yudanta. Dia duduk di kaki kirinya.

"Ada apa? Istirahatlah, aku akan menyusul sebentar lagi." Yudanta masih ingin fokus dengan apa yang di kerjakan.

"Sejak kemarin kenapa sibuk terus, kau tidak peduli denganku dan anakmu," gerutu Dara.

"Bukan begitu, aku--"

"Aku ke kamar saja. Aku ingin istirahat. Dikira tidak bosan jika terus diam di rumah sendiri." Dara yang merasa kesal turun dari pangkuan Yudanta, namun gagal saat Yudanta membuatnya tetap di pangkuannya.

"Sejak tadi saja aku hanya di diami. Menjengkelkan sekali," gerutu Dara. Dia merasa kesepian saja, karena Yudanta sibuk dengan apa yang ada di hadapannya.

"Maafkan aku. Baiklah, apa yang sedang Ibu hamil satu ini mau?" tanya Yudanta dengan lembut. Sikapnya membuat Dara nyaman. Dia mengusap punggung Dara dengan lembut. Mendengarkan dengan seksama apa yang akan Dara katakan padanya.

"Aku tadi melihat buah Jamblang, sepertinya segar kalau makan itu sekarang. Bolehkah makan itu?" tanya Dara tanpa ragu.

"Jamblang? Apa itu?" Yudanta yang memang baru mendengarnya, menatap penasaran ke arah Dara.

"Coba Mas googling, pasti ada. Aku tadi pengen tapi malu. Apalagi Kak Kale yang mengemudi." Sebenarnya tidak apa-apa, hanya saja malu kalau apa yang dia mau mereka yang menuruti.

"Lalu, apa maksudnya kau ingin makan itu sekarang?" Dara mengangguk kepalanya setuju. Dia begitu ingin makan buah itu sekarang. Sejak tadi dia beranggan-anggan ingin makan buah itu.

"Aku lihat dulu. Kita cari setelah ini."

Masa kehamilan Dara, memang dia tidak merasa mual, dia makan apa saja mau. Tapi permintaannya yang tidak-tidak. Seperti sekarang, dia mau Jamblang, padahal tadi dia tinggal bilang, dia lebih suka merepotkan Yudanta daripada mereka.

"Ahh ... aku pernah tau buah ini tapi di mana ya?" Yudanta melihat dari ponselnya buah itu.

"Tadi di jalan dari butik ada," jawab Dara

"Jam segini apa masih ada? Aku lihat dulu kalau begitu. Sudah aku ambil jaket dulu. Aku akan belikan. Kau tinggal di rumah," pinta Yudanta.

"Tidak bisakah aku ikut? Aku mohon sayang. Aku merasa bosan. Sekali saja beri aku waktu berdua bersamamu." Dara memohon dengan wajah melasnya. Jika di ingat, memang jarang mereka berdua bersama, pasti ada para sahabat Yudanta. Itu sebabnya Dara ingin ikut Yudanta, sambil berkencan.

"Ya sudah, tapi apa kau tidak merasa pusing atau mual? Aku tidak mau memaksamu pergi saat kau merasa tidak nyaman," tutur Yudanta. Dia memang ayah siaga untuk calon bayinya.

"Tapi apa kakimu tidak sakit? Kita naik taksi saja," ucap Dara.

"Tenanglah, aku tidak apa-apa. Kita bersiap dulu." Yudanta hanya ingin melakukan kemauan calon istrinya yang mau makan buah Jamblang.

Mereka kemudian memilih keluar, Yudanta berdua saja tanpa mengajak siapapun. "Sayang--"

"Iya," jawab Yudanta.

"Kalau boleh tau, apa alasanmu mencintaiku?" tanya Dara.

"Apa mencintai seseorang butuh alasan? Aku mencintaimu tanpa alasan, kenapa kau menanyakan itu? Kau ragu kembali?" Yudanta tau jika cintanya bertepuk sebelah tangan, tapi dia yakin jika Dara akan mencintainya juga. Walau merasakan kesakitan, namun cintanya terbalas.

"Mungkin aku berada di masa, di mana aku takut kehilangan dirimu saat ini. Bukankah itu cinta?"

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang