68

643 21 0
                                    

Hari ini hari yang cerah
Sudah lama aku menantinya
Berjalan disampingmu menuju panggung yang indah
Terima kasih atas semua perjuangan yang kita hadapi
Bersama kau dan aku tlah lewati segalanya

Akan kubuktikan bahwa hari ini dan hari-hari seterusnya
Kau akan slalu bahagia

Aku memilihmu karena ku sungguh benar mencintaimu
Tlah besar rasa percayaku padamu
Kini ku siap untuk hidup bersamamu

Aku memilihmu karena ku sangat mencintai dirimu
Ku akan menjaga percayamu
Ku juga siap untuk hidup bersamamu
Bahagia selamanya

Jangan pernah engkau ragu
Aku tak akan meragu
Kamu lah pilihan yang paling terbaik
Yang Tuhan hadirkan di hidupku

Karena ku sungguh benar mencintaimu
Tlah besar rasa percayaku padamu
Kini ku siap untuk hidup bersamamu

Aku memilihmu karena ku sangat mencintai dirimu
Ku akan menjaga percayamu
Ku juga siap untuk hidup bersamamu
Bahagia selamanya

***

Dalam perjalanan, mereka memutar lagu yang sangat Dara suka. Mereka menyanyikan bersama. Mereka asyik dengan bernyanyi. Senyum mengembang pada bibir Yudanta saat menatap istrinya juga bahagia. Hal simple seperti ini membuat mereka bahagia, sejenak Yudanta lupa akan masalah yang mengganggu pikirannya. Walau Dara yang memaksanya untuk bernyanyi, tapi dia menurut saja dengan permintaan istirnya.

"Hari ini aku ingin kau menikmati waktu bersamaku. Katakan saja apa yang kau mau, tapi ingat! Saat merasakan tidak nyaman kita pulang. Jangan memaksakan diri," ucap Yudanta yang coba mengingatkan istrinya.

"Iya, sayang," jawab Dara dengan tangan menggenggam satu tangan Yudanta.

Sampailah mereka di tempat makan yang Yudanta mau. Namun, Dara lebih memilih menunggu di mobil karena takut merasa mual. Saat sudah mual, dia akan merasa pusing. Itu artinya dia akan menggagalkan keinginan Yudanta. Dara mencari amannya saja, agar suaminya tetap bisa menikmati waktu makannya.

"Maafkan aku. Mas jadi makan di mobil," tutur Dara saat suaminya itu masuk sambil menenteng beberapa makanan pedas yang dia beli di food center.

"Tidak masalah. Aku belikan yang tidak pedas juga untukmu. Kau mau coba dulu? Pilih mana yang ingin kau makan lebih dulu," ucap Yudanta. Dia menunjukan makanan yang dia pesankan untuk Dara.

"Aku mau yang segar ini dulu." Dara mengambil rujak buah yang tidak pedas untuknya.

"Makan berat dulu. Kau akan kenyang dengan memakan buah saja kalau itu," pinta Yudanta.

"Apa itu tidak bau bawang, Sayang?" Dara ingin tapi dia takut bau bawang membuatnya mual.

"Ini saja, aku rasa ini tidak akan bau bawang." Yudanta memberikan Gimbap yang dia beli untuk Dara. Dia juga menyuapkannya pada mulut Dara.

"Biar Dara sendiri. Mas makanlah," sahut Dara.

"Sudah buka mulutmu." Yudanta tetap ingin menyuapkan makanan itu pada bibir istrinya.

Dengan penuh perhatian, Yudanta menyuapkan makanan itu pada Dara. Bahkan dia membersihkan bibir Dara yang makan belepotan tanpa merasa jijik. Dara beruntung mendapatkan suami sebaik Yudanta. Biarkan saja suaminya baik dalam versinya, dia tidak peduli saat para sahabatnya bilang Yudanta memiliki sikap yang dingin. Bahkan dia terkenal tegas dalam genk nya dan ditakuti.

Mereka makan sambil berbicara, di tempat yang sama.  "Sayang, jangan banyak makan pedas, nanti perutmu akan sakit," bujuk Dara pada sang suami, sebab sejak tadi makanan yang dia masukkan mulutnya pedas semua. Namun, tidak ada tanda-tanda Yudanta kepedasan yang berlebihan.

"Aku merasa seperti orang yang kesetanan. Tapi ini enak." Saat asyik bicara Dara di kejutkan seseorang yang terjatuh di depan mobil suaminya.

"Tunggu di sini. Kunci mobilnya dari dalam." Yudanta segera keluar dan coba untuk membantu. Dara sendiri tak begitu jelas melihat apa yang sedang terjadi.

Tampak Yudanta membantu orang itu berjalan ke arah dalam food center. Dia juga berlari membelikan minum untuk wanita tua itu.

Di dalam mobil Dara terus mengawasi suaminya yang sedang bicara pada wanita tua itu. Sikapnya begitu manis. Dia sangat peduli pada orang lain. Hal yang jarang Dara lihat dari Yudanta.

Setelahnya terlihat Yudanta berjalan ke arah mobil. Dara baru menyadari pria tampan yang dia lihat itu suaminya. Dia memang beruntung di cintai oleh Yudanta. Dengan banyaknya masalah yang Dara berikan, pria yang menjadi suaminya itu tetap bersama. Seperti janjinya, dia tidak akan melepaskan sesuatu yang sudah dia kejar.

"Kita ke mana sekarang?" tanya Yudanta saat sampai di mobil.

Bukannya menjawab, Dara terus menatap suaminya bersiap untuk melajukan mobilnya. "Ada apa? Apa pusing?" Caranya bicara saja begitu berwibawa. Sikapnya begitu santai tapi menusuk. Wanita mana yang tidak mau dekat dengan pria seperti Yudanta.

"Sayang, ada apa?" Yudanta membuyarkan lamunan istrinya yang terus menatap ke arahnya.

"Ah ... tidak. Hanya aku merasa Mas tampan sekali hari ini," puji Dara pada sang suami.

"Apa biasanya aku tidak tampan?" Yudanta melajukan mobilnya menuju tempat tujuan berikutnya. Hari ini dia hanya ingin keluar bersama istrinya.

"Bukan begitu. Aku tidak melihat Mas dari ketampanan Mas sebelumnya. Aku melihat bagaimana cara Mas memperlakukan diriku, jadi penampilan Mas tak begitu berarti bagiku. Sekarang aku baru sadar jika aku sangat ... sangat beruntung bisa menjadi istri Mas," tutur Dara.

"Ada apa ini? Kenapa kau bersikap manis? Apa ada yang kau inginkan?" Yudanta malah balik menggoda Dara.

"Tidak juga. Apa aku selalu bersikap manis dulu saat aku menginginkan sesuatu?" Dara mendengus kesal.

Yudanta hanya tersenyum. "Kita pergi ke Bioskop untuk nonton film saja, setelahnya kita pulang. Bagaimana?" tanya Yudanta.

"Boleh juga. Aku pikir Mas tidak bisa romantis, tapi tanpa banyak tanya Mas mengajakku ke tempat di mana wanita suka." Dara tersenyum bahagia. Hari ini mood dia bagus, sang suami juga menambah kebahagiannya.

"Kalau boleh jujur, aku tidak pernah mengajak wanita ke Bioskop. Aku bukan pria yang pandai memberikan hal romantis, tapi semua itu berubah saat bersamamu. Aku menjadi pribadi yang berbeda. Bukan aku tidak suka, hanya saja saat kau menuntutku untuk bersikap romantis. Aku tidak bisa. Hanya perhatian seperti ini yang bisa aku berikan padamu. Tidak membiarkanmu celaka, itu keinginanku saat ini. Walau aku juga yang selalu membuat air matamu jatuh," tutur Yudanta dengan fokus pada kemudinya.

Tangan Dara memegang paha suaminya, mengusapnya perlahan. "Semoga aku lebih dulu yang meninggal. Aku tidak tau akan seperti apa diriku tanpamu, karena hanya kau yang aku miliki," ujar Dara.

"Kau itu bicara apa," keluh Yudanta.

"Kematian tidak bisa di hindari, Mas. Aku hanya berharap diriku dulu yang pergi daripada dirimu. Aku tak mampu hidup tanpa dirimu. Kau duniaku, kau seseorang yang mau memperjuangkanku, dan kau setengah jiwaku. Mungkin dulu aku begitu benci padamu, tapi kebencian itu perlahan sirna karena perhatian darimu. Terima kasih, Mas." Niat Yudanta mengajak Dara keluar bukan untuk ini, tapi kenapa ucapan istrinya seakan sebuah pengingat untuknya. Padahal hal berbahaya akan Yudanta lakukan demi pekerjaannya.

"Aku bingung harus menjawab apa. Aku mohon tetaplah bersamaku, hingga kita bisa melihat anak kita bahagia dengan hidupnya. Kita akan hidup sampai itu terjadi, berjanjilah," ucap Yudanta.

"Aku tidak bisa berjanji untuk itu, Mas. Tapi aku berjanji jika tidak akan pergi darimu."

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang