94

408 15 3
                                        

"Kau bodoh menerima tawaran anak itu. Kau gila dengan menerima tawaran itu." Galih tampak marah saat tau Dilla menerima tawaran Yudanta untuk mengambil barang yang jelas dia saja tak mampu mengambilnya.

"Kita ambil jalur berbeda," sahut Dilla.

"Mau kau lewat gorong-gorong yang sangat kecil juga, itu bahaya untukmu. Rencananya ini hanya untuk menjebakmu dan bodohnya kau menerima itu. Apa yang dia janjikan padamu sampai kau mau melakukan ini," ucap Galih.

Tidak semudah itu Yudanta memberikan penawaran untuk memberikan apa yang Dilla mau saat taruhan nyawa yang dia tawarkan. Mungkin terlihat mudah mengambil barang selundupan itu, namun itu hanya jebakan. Jika memang Dilla mau mengambilnya, otomatis dia menyerahkan diri ke pihak polisi. Karena yang Galih tau, barang itu disiapkan untuk menjebak mafia yang mereka incar.

"Lalu bagaimana yang harus aku lakukan?" tanya Dilla.

"Jangan lakukan. Kita ikuti dulu permainannya, akan seperti apa dia mempermainkan kita," jawab Galih.

"Tapi kita butuh dana untuk membayar hutang Paman. Aku tidak mau jika harus menjadi budak mereka dengan menikahi pria tidak jelas itu," sahut Dilla dengan tatapan tak terima.

"Itu jauh lebih baik daripada kita mati. Kau hanya harus menikahi bandot tua itu dan dia bisa membantu kita dari Yuda." Dilla harus menikah dengan klien yang membantu mereka.

"Kau menyuruhku datang hanya untuk menjadi umpan. Aku tidak sudi jika harus menikah dengan bandot itu. Lebih baik mati berusaha daripada hidup menjadi istri ke sekiannya." Dilla memilih pergi, dia tak ingin pamannya terus mempengaruhi untuk menjalankan rencana tanpa dirinya yang berjuang sendiri. Dilla yang menjadi kambing hitam pamannya.

Bodohnya Dilla kenapa dia datang pada paman yang jelas-jelas dia akan dijadikan umpan. Kelicikan Galih tidak hanya ingin menghancurkan keponakannya sendiri, tapi juga mengorbankan agar Dilla bisa me jadi penyelamatnya dengan membayarkan hutang pada bandot yang ingin menikahi Dilla.

***

Di tempat berbeda, Yudanta sedang bersama putrinya. Mereka sedang berjemur di area belakang rumah. Menikmati menjadi ayah baru, itu yang sedang Yudanta rasakan.

Dalam pangkuan sang ayah, Alana tampak tenang. Dia tidak rewel sama sekali. Untung di malam hari juga tidak merepotkan sama sekali. Alana seperti ayahnya yang doyan tidur.

"Sepertinya mereka tau rencanamu. Dilla tidak melakukan apa yang kau mau," jelas Brian pada Yudanta yang sedang berjemur bersama putrinya.

Yudanta tersenyum tipis, dia tau apa yang akan mereka lakukan. Apalagi Galih paham betul rencana itu akan sangat kerugikan dirinya. "Kalau begitu bawa Juan ke sini sebelum mereka menemukannya. Berikan apa yang Juan mau, karena dia yang akan membantu kita," jelas Yudanta. Dari orang suruhan yang bekerja bersama Dilla, dia tau apa yang Dilla rencanakan. Dia juga tau tawaran itu ditolak oleh Galih.

"Apa dia masih hidup? Bukankah--" Pertanyaan Brian menggantung saat melihat Dara berjalan ke arah mereka.

"Ada apa Kak Brian menatapku seperti itu?" tanya Dara.

"Ah ... tidak. Hanya saja aku mau minta tolong untuk menemami Anggun memeriksakan kehamilannya," elak Brian. Dia tak ingin Dara tau pembahasannya dengan Yudanta.

"Loh, bukankah Mbak Anggun sudah berangkat pagi ini. Kenapa Kak Brian tidak mengantarkannya?" tanya Dara.

"Dia membenciku. Menatapku saja dia tidak mau," jawab Brian.

"Mungkin itu karena bawaan bayi. Jadi, bersabarlah," sahut Dara sambil tersenyum. Mau bagaimana lagi, ini juga urusan mereka, setidaknya Anggun tidak menggugurkan kandungannya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang