12

4.7K 82 0
                                    

Follow dulu sebelum lanjut baca 😁
Happy Reading
.
.

"Sebenarnya apa yang kalian sepakati?" tanya Dara pada mereka berdua. Dia merasa menjadi alat Juan untuk mendapatkan sesuatu yang dia mau.

"Aku ... aku hanya menjadikanmu bahan taruhan saja," jawab Juan.

"Kau yakin dengan jawabanmu. Kau seperti lempar batu sembunyi tangan. Bukankan Bos sudah jelaskan apa niatnya," ucap orang yang berdiri di samping Brian. Orang itu memukul kepala Juan yang ada di bawahnya.

"Bos Yuda hanya ingin aku melepaskanmu, tidak lagi menyiksamu. Itu saja," jawab Juan dengan tangan mengusap kepalanya yang terkena pukulan.

"Lalu kau mengingkari janjimu," imbuhnya.

"Maafkan aku ... aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku akan bersikap baik pada adikku. Tidak lagi memukulnya," jelas Juan.

"Katakan maafmu itu pada adikmu yang semalam menjadi incaran temanmu. Kau tau dia hampir mati karena ulah temanmu itu. Minta maaf pada adikmu dan jangan mengganggunya lagi." Yudanta yang sejak tadi diam, kali ini buka suara.

Dara menatap ke Yudanta, mereka menyebutnya Bos. Sebenarnya siapa pria yang ada di hadapnnya ini. Kenapa dia sampai rela meminta pembebasan dirinya pada Juan agar tidak terus menyiksanya.

"Maafkan Kakak. Aku tidak akan menggulanginya lagi." Juan memegang kaki Dara dengan memohon minta maaf. Wajahnya babak belum setelah dihajar teman Yudanta.

Mata Dara masih menatap Yudanta yang hanya diam. Dia menunggu jawaban dari Dara untuk Juan yang sudah tega menyiksanya.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?" tanya Dara pada Yudanta.

"Tidak ada, aku hanya ingin kau bersamaku, itu saja," jawab Yudanta. Dia begitu peduli dengan Dara, dia mengorbankan dirinya untuk gadis yang tidak dia kenal sebelumnya.

Dara masih tidak percaya dengan apa yang Yudanta katakan. Dia memilih pergi dari tempat itu karena semakin bingung dengan apa yang sedang terjadi. Karena dirinya, Yudanta harus menghajar Juan. Bukankah seperti itu yang Dara pikirkan.

"Tunggu!" Yudanta belari menghampiri Dara yang sudah di luar.

"Kenapa mereka memanggilmu Bos. Apa kau ketua genk motor ini?" tanya Dara saat Yudanta menghentikannya.

"Apa itu penting untukmu. Yang aku pentingkan hanya dirimu. Aku tidak ingin kau terus mendapatkan penyiksaan dari kakakmu itu. Aku ingin kau tidak tertekan dengan apa yang kau alami. Ini semua karenamu," jelas Yudanta.

Dara melepaskan tangan Yudanta dari lengannya. Dia tidak percaya jika pria di hadapannya ini terobsesi padanya. Seorang ketua genk motor mendapatkan Dara dari taruhan yang Juan lakukan.

"Lalu siapa orang yang kau tendang tadi di rumahmu?" tanya Dara.

"Dia yang melecehkanmu. Aku sudah urus semuanya kau tidak perlu takut lagi. Kau hanya harus menikmati hidupmu," jawab Yudanta.

"Lalu di mana dia sekarang? Kau tidak membunuhnya?" Pertanyaan yang Dara lontarkan syarat keingintahuan dirinya.

"Sebaiknya kita pergi. Mereka tidak akan mencelakai kakakmu." Bukannya menjawab, Yudanta mengajak Dara untuk pergi, tapi tidak serta merta di turuti oleh Dara. Dia menyibakkan tangan Yudanta darinya.

Yudanta menatap tajam ke arah Dara. Gadis di hadapannya itu tampak tak percaya jika pria di hadapannya ini adalah ketua genk, atau bahkan dia ketua gengster, karena Yudanta tidak menjelaskannya.

"Lebih baik aku mati daripada menjadi budakmu seumur hidup. Aku memilih dipukuli kakakku daripada kau menjadikan diriku kekasihmu. Biarkan aku menjadi pelacur. Aku tidak mau bersamamu." Dara mendorong tubuh Yudanta yang ingin mengajaknya pergi dari tempat itu.

"Apa salahnya saat aku ingin melindungimu?" tanya Yudanta.

"Salah saat kau menghukum mereka seorang diri. Aku bahkan yakin jika pria yang tadi di rumahmu sudah mati babak belur karena anggotamu. Aku ... tidak, aku tidak mau kau terus mengikutiku. Aku tidak mau!" tegas Dara.

Apa bedanya Yudanta dengan sang Kakak, jika dia bersama dengan Yudanta. Dia tidak mau melakukan itu. Pikirannya, jika Yudanta berhasil membuatnya bersama, Dara akan menjadi budaknya.

"Siapa bilang aku menjadikanmu budak. Tidak pernah sedikitpun aku berpikir buruk seperti itu padamu. Oke, aku yang menghancurkan hidupmu, tapi aku tidak mau kau lebih hancur dari sekarang. Aku ingin melindungimu, aku tidak mau kau terluka lagi, hanya itu," jelas Yudanta, dia menjelaskan sambil berjalan mengikuti Dara yang memilih pergi.

"Pernah aku memaksamu? Aku hanya ingin kau tidak terluka lagi. Di mana letak kesalahanku? Aku juga tidak pernah menganggapmu budakku." Yundata berdiri di hadapan Dara, menghentikan langkah gadis dengan poni tipis yang membuatnya semakin terlihat manis.

"Aku hanya menyukaimu. Aku ingin kau bahagia. Tidak pernah aku berpikir kau ini budakku. Sedikitpun tidak!" tegas Yudanta.

"Lalu apa aku ini bagimu? Kau membuat kebohongan, jika aku ini tunanganmu. Untuk apa? Aku tidak mau melakukan hal bodoh semacam itu saat kenyataannya tidak terjadi," jawab Dara.

"Kau ingin bukti apa dariku, saat apa yang aku katakan bukanlah kebohongan. Kau ingin aku melamarmu? Baiklah, ayo." Yudanta menarik lengan Dara agar mengikutinya. Entah dia mau mengajaknya ke mana, tapi Yudanta berjalan menuju motornya.

"Kau akan pulang?" tanya Brian saat melihat Yudanta.

"Aku akan membawanya kepada Kakek," jawab Yudanta.

"Apa kau sudah gila? Kau ingin mati di tangan kakekmu?" Brian segera berjalan ke arah Yudanta dan Dara. Dia harus mencegah temannya itu untuk tidak pergi ke tempat kakeknya.

"Peduli apa. Aku tetap ingin melakukan apa yang ingin aku lakukan." Dara hanya diam. Dia tidak mengerti apa yang sedang mereka bahas. Yudanta membantu Dara mengenakan helmet dan memintanya segera naik motor.

"Yudanta, kau jangan gila!" Teriak Brian, tapi Yudanta tidak memperdulikan panggilan temannya.

Dengan kecepatan tinggi, Yudanta mengajak Dara ke tempat kakeknya, seperti yang dia maksud tadi. Tapi, kenapa Brian melarangnya, itu yang mengganggu pikiran Dara sejak tadi. Tanpa penjelasan, Yudanta mengajak Dara setelah ingin menunjukkan kesungguhannya pada gadis polso itu.

***

Sampailah mereka di sebuah rumah yang tak kalah besar dari rumah Yudanta. Di gerbang banyak yang menjaga, dengan wajah sangarnya menatap Yudanta yang baru datang dengan Dara.

"Turunlah," ujar Yudanta pada Dara yang masih duduk di belakangnya.

"Kau membawaku ke mana? Aku hanya ingin kau membuktikan apa yang kau katakan," ucap Dara.

"Aku buktikan di sini. Tapi ingat, apapun yang terjadi kau hanya harus memejamkan mata. Jangan dengarkan apa yang akan kau dengar, cukup percaya padaku saat ini, karena aku mencintaimu. Itu yang akan aku lakukan sekarang." Yudanta menggandeng Dara masuk ke rumah dengan pintu besar itu. Ini memamg jauh lebih besar dari rumah Yudanta.

"Apa Kakek ada?" tanya Yudanta.

"Kau berani juga pulang bersama wanita itu. Apa kau ingin mati di tangan Kakek saat kau membangkang dariku?" Dara langsung menoleh dan melihat seseorang berjalan dari sisi kirinya.

Mati? Apa yang dia maksud tentang mati? Apa itu artinya Yudanta mengorbankan dirinya untuk Dara.

"Tidak selagi aku bisa melakukan apa yang Kakek mau. Dia yang akan menjadi istriku, tidak dengan wanita pilihsn Kakek. Saat Kakek kekeh pada pendirian yang Kake buat, akupun sama. Matipun tidak apa-apa, asal aku bersamanya," jawab Yudanta. Dia membuat tubuh Dara berdiri di belakangnya dengan tangan yang menggenggam erat tangan Dara.

"Kau begitu yakin tentang itu. Dan kau! Apa yang membuat cucuku bisa memilihmu, kau racuni apa otaknya?" tanya Kakek Yudanta pada Dara yang hanya diam, karena itu yang Yudanta mau.

"Urusan Kakek denganku. Aku datang ke sini juga ingin menunjukkan pada Kakek, jika dia tunanganku. Aku ingin menikahinya."

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang