16

3.6K 67 1
                                    

Dara tampak segar dengan gaya rambut blow out, dan warna rambut warm hazelnut. Anggun merubah Dara sesuai kemauannya, tapi hasilnya tidak gagal. Dara semakin cantik dengan gaya rambut seperti sekarang.

"Ada apa? Kau tampak cantik seperti ini, kenapa harus malu," tutur Anggun.

Dara terlihat jelas jika dirinya sedang malu dengan dirinya yang sekarang. Sebelumnya dia hanya seorang gadis polos, namun sekarang dia tampil berbeda. Dengan dress selutut yang dia kenakan, membuat penampilannya berbeda. Dia sudah seperti seorang cinderela yang di sihir agar terlihat cantik.

"Sudahlah, santai saja. Kau itu kekasih Yudanta Wijaya, setidaknya kau harus berkelas seperti wajah cantikmu ini. Tidak perlu malu, kau harus terbiasa dengan kondisimu sekarang." Anggun benar-benar merubah penampilan Dara dan dia berhasil untuk itu.

"Benar juga, kau tampak cantik. Tidak perlu malu. Angkat wajahmu, dan lihat dari pantulan cermin. Gadis sebelumnya datang padaku berubah menjadi seperti ini. Kau beruntung Anggun yang merubahmu, karena fashion Anggun tidak kaleng-kaleng," ujar seseorang yang membantu Dara.

"Aku ambil fotomu sebentar," sahut Anggun. Dia mengarahkan ponselnya pada Dara yang masih malu, dan langsung mengirimkannya pada Yudanta.

"Aku akan kirimkan pada kekasihmu," ujar Anggun.

"Jangan! Aku malu," jawab Dara sambil berkata lirih.

"Aku sudah kirimkan, sebaiknya kita sekarang jalan untuk menikmati waktu. Ayo," ajak Anggun lagi.

Mereka berdua menikmati jalan-jalan berdua di Mall, yang membuat Dara semakin malu saat mereka berdua menjadi pusat perhatian. Mungkin mereka hanya menatap ke Anggun karena memang dia begitu cantik, tapi tetap saja Dara merasa malu.

"Kau harus biasa, mengerti?" Anggun meyakinkan Dara agar dia tidak malu-malu lagi. Semua akan berubah saat dia bersama Yudanta.

"Sebaiknya kita pulang. Aku malu jika terus di sini, tapi bisakah aku menggenakan pakaianku yang tadi saja," ujar Dara yang memang polos.

"Tidak. Aku tidak setuju untuk itu. Nikmati saja," imbuh Anggun.

Setelah puas belanja, dan merubah penampilan Dara. Mereka berdua memilih untuk pulang, memang sudah terlalu malam untuk mereka terus di luar, karena sejak tadi Brian meminta Anggun segera membawa Dara pulang. Sepertinya Yudanta juga sudah di rumah.

"Terima kasih, kau menghiburku hari ini, tapi bisakah kau tidak bilang tentang aku di pecat pada Yuda. Aku ingin mencari pekerjaan yang lain dalam waktu dekat," jelas Dara sebelum dia keluar mobil Anggun yang sudah berhenti di depan pintu rumah Yudanta.

"Kau tidak perlu bekerja. Kau hanya harus menjadi nyonya Wijaya saja sudah cukup," jawab Anggun.

"Tidak. Aku tetap ingin bekerja. Aku mohon untuk tidak bilang padanya." Dara melipat tangannya, memohon agar Anggun tidak mengatakan jika dirinya di pecat.

"Baiklah, sebaiknya kita keluar. Mereka sudah menunggu kita untuk makan malam," jawab Anggun.

"Apa Yuda sudah datang?" tanya Dara kaget. Itu artinya dia akan bertemu dengan Yudanta dengan penampilannya seperti ini.

"Kenapa? Ayolah," ajak Anggun.

Dengan ragu Dara berjalan masuk ke rumah Yudanta, mengikuti Anggun yang selangkah di depannya. Dia benar-benar malu dengan penampilannya sekarang, ini bukan dirinya sekali. Dia tidak biasa berpenampilan seperti sekarang.

Saat di ruang tengah, Dara melihat Yudanta sedang bicara dengan Brian dan juga Kale. Sejenak kenapa dia tampak begitu tampan di mata Dara yang begitu membencinya.

"Sayang," panggilan Anggun pada Brian membuat mereka menatap ke arah Anggun yang berjalan ke arah mereka.

Tampak senyum Yudanta merekah saat melihat Dara yang begitu cantik, apalagi dengan dress yang dikenakan, menambah penampilannya terlihat sempurna.

"Apa aku terlihat aneh?" tanya Dara saat Yudanta berjalan ke arahnya.

"Kau berhasil membuatnya cantik," ujar Kale.

"Tentu, aku habiskan isi dompetnya. Aku kembalikan sisanya." Anggun memberikan black card Yudanta pada Kale. Dia langsung memeluk tubuh kekasihnya.

"Poni depan membuatmu lebih cantik. Hanya itu minusnya. Tapi, bukan berarti kau tidak cantik. Aku menyukainya," jawab Yudanta yang tak lepas pandangannya dari Dara yang tertunduk malu.

"Sebaiknya kita makan malam. Aku sangat lapar," timpa Brian yang berjalan menuju meja makan, meninggalkan mereka berdua.

Dara masih diam di tempat yang sama dengan Yudanta yang ada di depannya. "Angkat wajahmu. Kenapa harus malu. Kita makan malam sekarang?" Seperti sudah biasa, Yudanta selalu menggandeng tangan Dara agar mengikutinya.

"Apa urusanmu sudah selesai?" tanya Dara ragu. Dia sungguh malu dengan penampilannya.

"Sudah. Apa hari ini Anggun merepotkanmu? Tapi usahanya berhasil. Aku harap kau nyaman dengan penampilanmu sekarang, jika tidak suka tidak masalah. Kau tetap cantik bagaimanapun gaya yang kau suka."

"Acara pertunangan lusa apa kau ingin mengundang kakakmu itu?" tanya Brian. Dia selalu bersikap to the poin pada Dara sejak pertama bertemu.

Yudanta menatap tajam ke arah Brian yang bicara begitu saja tanpa persetujuan Yudanta. "Pertunangan?" tanya Dara bingung.

"Makanlah, nanti kita bahas itu setelah makan. Aku akan ceritakan padamu." Yudanta memberikan piringnya pada Dara, dia sudah memotong steak agar Dara tinggal memakannya.

Mereka berbincang sambil makan malam. Namun, Dara lebih banyak diam. Dia memang tidak begitu mengenal mereka. Dari yang Dara tau, genk kakaknya selalu membuat onar. Dia tidak tau jika Juan juga tunduk pada Yudanta. Banyak yang ingin Dara tanyakan pada Yudanta, namun apa dia akan mendapatkan jawabannya saat Yudanta sendiri tertutup untuk pekerjaannya, seperti yang Anggun katakan.

"Apa yang kau lakukan hari ini?" tanya Yudanta. Dia mengajak Dara untuk bicara di kamar, mereka sudah seperti suami istri, dan Yudanta tidak peduli dengan itu.

"Tidak ada. Mbak Anggun mengajakku menghabiskan uangmu. Maafkan aku," ucap Dara membuat Yudanta tertawa.

"Untuk apa minta maaf, kau tidak perlu terus minta maaf padaku. Aku kekasihmu, jadi itu tanggung jawabku. Atau kau masih ragu dengan yang kau katakan kemarin, percaya padaku," jawab Yudanta.

"Bukan seperti itu. Aku hanya merasa aku menjadi bebanmu saja," sahut Dara.

"Hilangkan pikiran itu, dan tanam dalam benakmu. Jika aku ini kekasihmu. Milikku juga milikmu, jangan pernah ada batas dan membuatmu merasa bersalah. Aku berjanji akan membuatmu jatuh hati padamu. Mungkin ini sulit, tapi aku akan mencobanya. Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa mencintaiku?" tanya Yudanta. Dia duduk di samping Dara yang menatapnya.

Dara diam, dia saja bingung apa yang membuatnya bisa jatuh hati pada Yudanta, saat dia juga baru mengenal pria yang mencintainya itu.

"Aku suka kau mencium keningku. Aku merasa nyaman dengan itu. Aku juga suka saat kau menggandengku. Apa itu sudah sama dengan mencintaimu?" tanya Dara dengan polosnya.

"Apa hatimu tidak merasa nyaman bersamaku sekarang?" tanya Yudanta.

"Jujur aku takut, aku benci saat ingat bagaimana dirimu memperlakukan diriku waktu itu. Karena aku tidak memberikan yang aku miliki dengan sungguh-sungguh. Kau merebutnya dariku," jelas Dara.

"Lalu apa yang harus aku lakukan untuk menghapus ingatan itu?" tanya Yudanta. Dia kembali menggenggam tangan Dara.

"Entahlah, aku ...." Dara diam. Dia tidak melanjutkan apa yang dikatakan.

Melihat itu, Yudanta coba lebih dekat dengan Dara. Dia mencium bibir Dara yang terkejut dengan apa yang Yudanta lakukan. "Apa kau merasa nyaman dengan ini?" Kembali Yudanta mencium bibir Dara yang sudah memejamkan mata. Padahal dia sebelumnya terkejut saat Yudanta tiba-tiba mencium bibirnya. Dia seperti menikmatinya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang