98

244 13 0
                                    

Seperti yang Yudanta mau. Kale membuat laporan atas keterangan tentang Juan yang memberikan racun padanya. Tentang kondisi Yudanta sekarang, dia harus menjalani istirahat total seperti yang Dokter katakan. Memerlukan waktu 4-8 minggu untuk pemulihan kondisi Lambung nya.

"Aku sudah melakukan apa yang kau mau. Sebenarnya kenapa kau bisa seperti ini?" tanya Kale.

"Aku hanya ingin membuat Galih mempertanggung jawabkan apa yang terjadi. Seperti kematian Kakek dan juga masalah yang lain. Aku dan Leo ingin membuatnya menjadi kambing hitam, dengan menunjuk dia sebagai dalang dari kejahatan yang sedang Polisi usut," jelas Yudanta. Tubuhnya memang belum sepenuhnya pulih. Beberapa alat medis ada ditubuhnya, bahkan dia menggunakan alat bantu nafas, namun mereka ingin mendengarkan penjelasan Yudanta. Kenapa dia bisa menelan racun itu, tanpa mereka tau rencananya.

"Lalu kapan kau meneguk racun itu?" tanya Kale.

"Saat aku tak sadarkan diri beberapa waktu lalu. Itu sebenarnya efek awal, hanya saja aku tak ingin rencana ini gagal dengan kalian membawa ke rumah sakit," ujar Yudanta.

"Kau tak memikirkan anak dan istrimu saat melakukan hal bodoh itu, Yuda?" Brian yang sudah sangat kesal, menyelai obrolan mereka.

"Lebih baik aku yang mati daripada salah satu dari kalian. Aku yakin kalian berdua pasti akan menjaga anak dan istriku saat aku mati." Yudanta menatap Dara saat mengatakannya. Istrinya itu sudah menangis dalam diam. Tak ingin berkomentar atas tindakan bodoh Yudanta.

"Apa kau pikir sudah berhasil dengan rencanamu ini? Galih belum ketemu, dia bisa bertindak bodoh kapan saja," sahut Kale.

Yudanta hanya diam. Itu juga yang sedang mengganggu dirinya. "Kau lihat anak dan istrimu itu. Kau bersikap seperti kemauanmu sendiri." Yudanta sudah merasa bersalah tanpa harus Brian katakan.

"Apa ini maksud perkataan Mas? Sakit rasanya saat mendengarmu keracunan saat aku yang menjagamu," tutur Dara dengan air mata yang sudah menetes.

"Maafkan aku." Hanya kata maaf yang keluar dari mulutnya. Dia melakukan ini juga untuk menjebak Galih seperti rencana awalnya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Kejutan apalagi yang akan kau tunjukkan pada kita?" tanya Kale.

"Kita tunggu saja, Galih tidak akan tinggal diam saat Juan memberatkan tuntutannya atas pernyataan Juan memberikan racun padaku karena perintahnya," jelas Yudanta.

"Kau merencanakan sedetail itu tanpa kami tau. Apa kita tak berguna lagi untukmu?" Begitulah Brian. Bukannya mengikuti apa yang Yudanta rencanakan, dia terus saja menyudutkan Yudanta.

"Aku hanya tak ingin masalah seperti sebelumnya terjadi, karenaku kau bertengkar dengan Anggun. Lagian apa yang sekarang terjadi seperti yang aku rencanakan. Kita hanya menunggu Galih datang, Icad berusaha untuk membawanya kembali ke Jakarta," timpa Yudanta.

"Dan membahayakan dirimu?" tanya Brian marah. Sorot matanya tampak jelas. Namun, Brian seperti ini juga karena khawatir.

"Bukankah kalian akan melindungiku. Maaf jika aku tak memberitahu tentang ini semua. Aku‐-" Yudanta menghentikan ucapannya saat merasa perutnya kembali sakit. Dia memejamkam mata sambil meremas perutnya tanpa bersuara.

"Mas--" Dara langsung duduk di samping Yudanta dan memegang tangan suaminya yang mengepal erat menahan rasa sakit. Saat kondisinya barus sadar, mereka langsung menanyakan rencana Yudanta, melupakan kondisi Yudanta yang masih lemah.

"Aku hanya ingin dikenal sebagai seorang ayah, bukan ... seorang berandalan oleh anakku," ucap Yudanta lirih, namun masih terdengar.

Nafasnya berat saat mengatakannya. Walau hati Dara sakit, dia tetap harus fokus dengan kondisi suaminya. "Ambil nafas dan hembuskan perlahan, Mas. Sudah jangan membahas hal itu lagi. Yang penting sekarang kondisi Mas," tutur Dara dengan derai air mata.

Perlahan tangan Yudanta terangkat untuk menyeka air mata istrinya. Dia sudah merasa bersalah tanpa mereka sudutkan lagi. Semua ini juga untuk masalah yang harus selesai seperti rencana.

***

Setelah terlelap, Dara yang masih saja merasakan sesak di dada karena masalah yang Yudanta rencanakan berusaha untuk tenang dengan duduk di taman rumah sakit. Di sekitarnya terlihat sepi, ada 2 orang yang bersamanya tapi beberapa meter dari tempat Dara.

"Iya, Mbak," sahut Dara dari sambungan telepon yang masuk.

"Maafkan aku, Dar," tutur Anggun yang bicara dengan suara bergetar.

"Ada apa, Mbak. Kenapa tiba-tiba minta maaf. Apa yang terjadi, Mbak?" tanya Dara. Dia ikut khawatir saat mendengar suara Anggun yang tak biasa.

"Ada yang membawa Alana. Aku-aku tak bermaksud meninggalkannya sendiri. Aku hanya siapkan susu untuknya, tapi seseorang membuatku tak sadarkan diri dan Alana tidak ada saat aku tersadar," jelas Anggun. Suaranya tidak tenang saat menjelaskan kejadian yang barua dia alami.

"Apa maksud, Mbak? Ke mana memangnya Alana? Jangan bercanda, Mbak. Kondisi Mas Yuda sedang tidak baik, jadi--"

"Aku tidak sedang bercanda. Apa tidak ada anak buah Yuda yang datang ke rumah sakit untuk memberitahu? Kale dan Brian juga tak menjawan telepon dariku. Aku pikir ini ada hubungannya dengan Galih. Terlihat di cctv, ada yang masuk dan membawa Alana pergi," sahut Anggun.

"Apa Mbak sudah pastikan? Apa asisten rumah tidak mengajaknya? Jangan bercanda seperti ini, Mbak," sahut Dara dengan suara takut.

"Aku tidak sedang bercanda. Alana tidak ada di rumah, Dar. Tolong maafkan aku. Ini semua salahku."

Dara terdiam. Belum selesai keterkejutan atas masalah Yudanta, sekarang Anggun mengabarkan jika Alana hilang. Semua sedang fokus dengan kondisi Yudanta, tanpa disadari Alana yang dirumah bersama Anggun malah menjadi incaran.

"Dara, apa kau masih di sana? Tolong maafkan aku, Dar," ucap Anggun.

"Dara!!"

Dara menjatuhkan ponselnya begitu saja dan langsung berjalan ke kamar Yudanta lagi. Pikirannya tak bisa fokus. Dia hanya menangis tanpa bicara apapun. Dia tau jika Yudanta baru tertidur, tapi putri merek hilang.

"Ada apa?" tanya Kale saat Dara menangis di hadapannya.

"Antar aku pulang, Kak. Alana hilang. Mbak Anggun--" Dara diam. Dia tidak bisa menjelaskan apa yang Anggun katakan.

"Aku harus bertanya Mas Yuda, ini pasti rencananya." Dara kemudian masuk dan berdiri di samping suaminya. Membangunkan Yudanta yang terlelap. Beberapa kali Dara coba untuk membangunkannya, tapi Yudanta belum juga bangun. Rasa sakit membuatnya tak sadarkan diri, tanpa mereka tau.

"Mas!!" Suara Dara sedikit berteriak saat membangunkan Yudanta. Dia juga menangis mengguncang tubuh suaminya. Kale tak bisa menghentikan Dara karena dia juga baru tau tentang kabar itu.

"Akh--" rintihan lirih terdengar dengan mata Yudanta yang perlahan terbuka.

"Apalagi rencana Mas. Ke mana Mas membawa Alana pergi." Dara seakan tak peduli jika suaminya sedang tidak sehat. Rasa khawatir menghantuinya, setelah mendengar kabar dari Anggun. Padahal Yudanta juga baru membuka mata, dengan nafas yang berat.

"Apa‐-maksudmu?" tanya Yudanta lirih.

"Ini pasti rencana Mas lagi kan? Mas menyuruh orang menyembunyikan Alana. Tolong jangan seret Alana dalam masalah ini Mas. Dia masih terlalu kecil untuk tau masalah ini," jelas Dara.

Merasa terjadi sesuatu, Yudanta dengan tenaga yang tersisa coba untuk bangun. Melepaskan alat medis yang ada di tubuhnya. "Kondisimu sedang tidak baik," ucap Kale. Dia coba memegangi tubu Yudanta yang akan limbung.

Namun, Yudanta bersikeras untuk duduk dan menatap Dara. "Apa maksud yang kau katakan? Aku tak mengerti dengan yang kau katakan," tutur Yudanta. Kali ini dia menatap istrinya lekat. Coba memahami apa yang istrinya katakan. Apalagi dia menyebutkan nama putri mereka.

"Kata Mbak Anggun Alana hilang, apa ini rencana Mas juga? Ini tidak lucu, Mas. Kenapa Mas menjadikan putri kita sebagai objek rencana Mas. KATAKAN MAS!!" bentak Dara, dia tampak hancur saat mendengar kabar putrinya hilang.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang