50

1.3K 36 5
                                    

"Mas yakin ingin pindah?" Dara sedang bicara berdua dengan Yudanta setelah para sahabatnya pulang. Rumah tampak sunyi saat hanya mereka yang ada di rumah sebesar itu.

"Ada apa? Apa kau ragu?" tanya Yudanta. Mereka sedang duduk di tepi kolam renang dengan kaki yang mereka masukkan ke air.

"Tidak hanya saja ...."

"Apa ini tentang kakakmu? Ini resiko yang dia ambil, pilihan bagusnya jika dia mau ditahan, itu akan lebih aman daripada dia mati sekarang. Tapi itu tergantung sikapnya bagaimana, cucunya saja dengan tega di bunuh, apalagi orang lain. Apa dia menghubungimu?" tanya Yudanta.

"Ti ... dak." Juan bahkan datang, tapi Dara tidak mengatakannya.

Ada rasa takut saat Yudantan mengatakan itu, sejahat apa Juan, dia tetaplah kakaknya. Mau itu dia membunuh Dara, tetap saja. Hubungan mereka akan tetap sama.

"Apa yang Mas lakukan? Luka Mas akan basah nanti." Yudanta menceburkan diri ke kolam dan menghadap Dara yang masih duduk di tepi kolam. Membuka kaos yang menutupi tubuh bagian atasnya dan menatap Dara yang langsung melingkarkan tangan pada leher Yudanta.

"Aku mencintaimu," tutur Yudanta.

Dara sedikit mendukkan kepalanya sampai menempelkan pada kening suaminya. "Aku sangat mencintaimu, Mas."

"Terima kasih kau membuat hidupku berarti, hadirmu menjadi sesuatu yang berharga."

"Kita hanya sepasang orang yang kesepian. Tapi aku bahagia bisa mengenalmu, Mas." Dara mencium bibir Yudanta dan mendapatkan balasan dengan melumat bibir istrinya.

Mereka menghabiskan waktu bercumbu di kolam. Dengan Dara yang duduk di tepi kolam renang. Hal seperti ini biasa mereka lakukan, namun Yudanta memiliki cara agar Dara bisa menikmati setiap momen.

Setelah puas bercumbu di kolam renang, Dara membantu Yudanta untuk mengganti plester di lukanya. Saat Dara sedang sibuk dengan perut suaminya. Tangan Yudanta tak hentinya meraba tubuh Dara yang hanya diam menerima setiap sentuhan dari Yudanta.

"Kau sudah selesai perdarahan pasca kuret kemarin?" tanya Yudanta lembut.

"Sudah beberapa hari yang lalu."

"Kenapa baru bilang, bukankah bercinta di kolam renang akan mengasikkan." Yudanta membuat Dara menatapnya. Dan kemudian mecium bibir istrinya. Sepertinya dia belum cukup puas untuk bercumbu di kolam.

Perlahan bibir Yudanta menyusuri tubuh Dara yang sudah terbaring di atas tempat tidur. Dara pasrah dengan setiap sentuhan yang Yudanta lakukan padanya. Hal yang harusnya menjadi trauma, namun tidak untuk Dara. Dia berhasil melawan traumanya dengan sentuhan yang Yudanta berikan.

Walau sesekali dia seperti ingin menolak, tapi Yudanta tak peduli dengan hal itu. Dia menerobos pertahanan Dara yang akhirnya membuatnya merasaka kenikmatan yang teramat sampai ujung kepalanya. Desahan lirih terdengar dari bibir Dara ketika Yudantan mengenai hal sensitifnya.

"Akhh!" Desahan lembut keluar dari mulut Dara yang merasakan kenikmatan dari Yudanta.

Desahan dari istrinya tak membuat Yudanta menghentikan kegiatannya. Dia masih memulianya. Perjalanan untuk mencapai puncak kenikmatan masih ingin dia dapatkan.

"Sayang, aku ...." Ucapan Dara terhenti saat dia menggigit bibir bawahnya. Dia meremas tempat tidurnya dengan erat dengan mata tertutup.

Yudanta mengenai titik kenikmatan yang mereka cari. Namun, tidak berhenti di sana. Yudanta masih saja sibuk dengan memainkan tubuh indah Dara.

"Ayolah sayang, cukup kau menyiksaku. Lakukan sekarang," ucap Dara lirih.

"Aku suka saat kau sudah memintanya." Yudanta memposisikan miliknya pada lubang kenikmatan istrinya. Perlahan dia mulai memasuki milik istrinya.

"Akh!!" Kembali rintihan lirih terdengar dari mulut Dara.

"Kau tidak takut lagi?" tanya Yudanta.

"Tidak. Traumaku hilang karenamu," jawabnya dengan menahan kenikmatan itu agar tidak segera usai.

"Terima kasih kau sudah percaya padaku. Maaf aku sudah memberimu duka."

"Haruskah kita membahas itu saat ini sayang. Puaskan dirimu dulu," sahut Dara.

"Ya, memang harusnya begitu. Ini juga pertama kalinya setelah kita menikah. Semoga kau bisa segera hamil lagi, agar bisa menyempurnakan keluarga kecil." Setelahnya mereka segera menyelesaikan apa yang mereka lakukan.

Tubuh mereka mengikuti irama untuk mencapai kenikmatan. Keringat yang membasahi tidak mereka pedulikan, dencitan tempat tidur juga menemani kegiatan mereka malam itu.

Keputusan tentang menetap di Bali mungkin akan Yudanta lakukan, tapi Dara sedikit ragu walau dia tidak mau jauh dari suaminya. Mungkin dia memang harus menata hidup baru agar bisa terhindar dari Kaito yang kejam. Yudanta tak takut miskin karena hartanya saja tidak akan habis dalam hitungan hari. Tapi, dia takut jika Dara akan menanggung apa yang sudah dia perbuat. Dengan berbohong atas kematiannya.

***

Setelah menemukan titik kenikmatan yang mereka cari. Dara berbaring dalam pelukan Yudanta yang sudah terpejam walau tidak tidur.

"Sayang ...." panggil Dara saat ingatan tentang kakaknya kembali memenuhi pikirannya.

"Bisakah aku bertemu dengan Juan sebelum kita pergi? Hanya sebentar saja," tutur Dara.

"Lakukan saja. Jangan sampai tau tentang diriku. Dia akan mengejarmu untuk bertemu denganku saat dia tau aku masih hidup," jelas Yudanta.

"Baiklah, tapi entah kenapa aku ragu tentang rencana Mas untuk pergi ke Bali. Bukan aku tidak setuju, hanya saja aku ragu," jelas Dara.

"Tidak apa-apa. Bayangkan saja hal yang indah agar kau tidak ragu." Yudanta menjawabnya dengan santai. Dia sendiri sudah cukup pusing dengan kenyataan tentang hidupnya.

"Kau bisa pergi jika ragu." Ucapan Yudanta membuat Dara terbangun dan menatap suaminya.

"Aku tidak mau memaksamu jika kau ragu. Tapi aku ingin kau pergi, karena Kakek tidak akan tinggal diam saat melihat aku masih hidup. Sudahlah, jangan membahas itu lagi. Aku lelah, biarkan aku tidur." Dara hanya diam. Dia memegang dada bidang Yudanta yang memilih tidur.

"Apa maksud Mas saat aku ragu, aku harus meninggalkanmu?" tanya Dara.

"Sayang, sebaiknya kau tidur. Besok pagi aku akan mengantarkanmu menemui Juan." Yudanta membuat Dara kembali berbaring di pelukannya.

Apa yang akan Dara lakukan saat dia ragu dengan keinginan Yudanta. Walau sejak tadi dia berusaha untuk yakin, tapi hatinya merasa berbeda. Semoga ini bukan pertanda untuknya. Dia hanya ingin menuruti Yudanta, yang ingin dirinya selamat dari sang kakek.

Sepertinya memang besok Dara harus memastikan apa yang Juan lakukan setelah dia memohon untuk melindunginya. Semoga keraguan yang dia rasakan bukan hal buruk yang akan menimpa Juan.

Kekejaman Kaito tidak pandang bulu. Siapapun yang menentangnya akan dia lawan, bahkan cucunya sendiri saja menjadi sasarannya.

Dara hanya diam sambil menatap Yudanta yang terlelap. Dia harus memikul masalah ini sendiri. Bisa apa Dara selain berlindung di belakang Yudanta.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang