84

608 17 0
                                        

Yudanta dibuat pusing dengan masalah Brian. Walau memang bukan salah Brian sepenuhnya, karena dia ikut andil dalam masalah ini. Apalagi perempuan yang menjadi informan hamil karena Brian.

"Tunggu!" Yudanta membuat Brian menghentikan langkahnya sebelum dia benar-benar pergi.

"Apalagi? Apa kau ingin memukulku saat apa yang aku katakan tadi?"

"Ya, aku ingin sekali melskukan itu. Bahkan aku ingin membunuhmu, tapi aku merasa ini juga masalah berawal dariku. Pertemukan aku dengan wanita itu besok, jika kau tak datang, itu artinya kau benar-benar mundur. Dan masalah Anggun, aku anggap kau merelakannya. Kau memilih wanita itu," jelas Yudanta.

"Kau sedang memberiku saran atau kau mau aku mengakhiri hidupku yang tak bisa melepaskan Anggun," sahut Brian.

"Lalu apa yang kau mau saat kau tak melepaskan wanita itu? Katakan!" Tegas Yudanta.

"Aku bingung. Kebodohanku membuatku terjebak dalam lubang ini. Aku mabuk saat tidur bersamanya, aku tak sengaja melakukan itu. Aku bersumpah tidak melakukan ini dengan sengaja," jelas Brian dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Kalau begitu jelaskan pada Anggun apa yang terjadi sebenarnya," sahut Kale.

"Kau anggap ini mudah? Jika semudah itu, aku tak akan berdebat dengannya. Entahlah, aku pingin sendiri." Brian berjalan keluar rumah Yudanta.

Beberapa bulan lalu mereka dalam misi, untuk mendapatkan informasi tentang bandar narko** saingan mereka. Dan wanita yang dekat dengan Brian, dia adalah wanita yang membantu Yudanta berhasil mendapatkan barang incarannya. Kurang lebih sebulan setelahnya, Yudanta di kejutkan dengan pernyataan Brian akan wanita itu hamil. Walau usia kandungannya belum jelas Brian tau, tapi wanita itu sudah mengirimkan hasil test sebulan yang lalu, hanya saja Brian diam.

"Kau sudah pastikan dia aman?" tanya Yudanta pada salah satu anak buahnya yang lain.

"Mau ke mana?" Dara berjalan menghampiri Yudanta yang akan pergi.

"Hanya sebentar. Jaga Anggun, jangan biarkan dia pergi," pinta Yudanta.

"Iya, Mas. Berhati-hatilah. Doaku menyertaimu." Yudanta kemudian mencium kening istrinya, dan tak lupa dia juga mencium perut istrinya. Hal yang selalu dia lakukan sebelum pergi.

"Kalau ada apa-apa, cepat hubungi aku atau Kale. Aku pergi bersamanya," ujar Yudanta.

Dara mengangguk mengerti dengan apa yang suaminya katakan. Dia juga membalas ciuman Yudanta dengan lembut.

Setelahnya Yudanta meninggalkan kediamannya dengan Kale yang mengemudikan mobil Yudanta. Rencananya mereka akan bertemu dengan wanita yang bersama Brian. Dia ingin tau apa benar yang terjadi atau bagaimana.

"Nona Dilla?" Sapaan Kale membuat wanita cantik yang sedang duduk di depannya membuatnya menoleh menatap Kale.

"Anda?" Dia tampak bingung saat menatap Kale. Bahkan saat Yudanta duduk di hadapannya dengan 2 penjaga yang berdiri di belakang wanita itu.

"Apa permainan yang Anda buat berhasil untuk Anda?" Pertanyaan Yudanta langsung pada niatnya datang menemui wanita itu. Dia tanpa basa basi mengatakan kabar ataupun kondisi kehamilannya.

"Permainan apa? Dan siapa Anda?" tanya wanita itu.

"Aku pikir Anda tak amnesia saat melihat foto ini. Bukankah Anda sedang bersama Ayah anda? Tak perlu mengelak lagi, akan percuma saat Anda tidak mengaku sekarang." Yudanta menyodorkan selembar foto yang anak buahnya dapatkan untuk membantu masalah yang sedang Brian hadapi.

Wanita itu hanya diam. Dia seperti bingung, tapi tak lama senyum menyungging dari sudut bibirnya. "Rupanya kau tau dengan cepat," ucap wanita itu.

"Apa kehamilanmu itu palsu?" tanya Yudanta.

"Apa Brian berkata ini bukan anaknya? Lalu kalau bukan anaknya, apa itu artinya aku hamil bohongan?" tanya wanita yang awalnya terlihat polos, berubah setelah Yudanta menunjukkan foto itu. Entah apa yang Yudanta tau daru foto itu, tapi dia sungguh berubah seketika.

"Kenapa bukan kau saja yang mencari informasi dariku, bukankah itu akan sangat menguntungkan," imbuhnya.

"Itu yang aku sesali. Harusnya juga diriku yang bertanya langsung pada ayahmu. Bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik saja?" tanya Yudanta seperti mengenal siapa wanita di hadapannya.

Wanita itu tertawa mendengar pertanyaan Yudanta yang menanyakan ayahnya. Sungguh kebetulan yang tak Yudanta sadari, dia merasa gagal walau dia berhasil mendapatkan apa yang dia incar. Ternyata itu semua jebakan.

Wanita itu menuangkan Whiskey ke gelas yang ada di dekat Yudanta, dia bersikap seperti wanita polos walau nyatanya dia adalah orang yang naif. Dan Yudanta dibuat terkejut dengan informasi yang dia dapat dari salah satu anak buah yang sempat menjadi tawanan dari anggota wanita itu.

"Saat kau pikir ini berhasil, nyatanya ini baru awal mula. Apa kau bisa bertahan dengan kedudukan yang kau miliki, Yudanta Wijaya," sahut Dilla, keponakan Galih, yang juga pemimpin gangster. Galih yang membentuk kelompok itu tanpa sepengetahuan Kaito.

"Penyamaranmu berhasil. Kau seperti pamanmu. Apa dia sudah bebas dari penjara?" tanya Yudanta dengan meneguk Whiskey langsung dari botolnya. Dia selalu enggan untuk minum dari gelas yang lawan tuangkan untuknya.

"Dia mengirimkan salam padamu. Dan dia berpesan, untuk berhati-hati, orang yang kau anggap kawan bisa juga menjadi lawan mematikanmu. Apa kau percaya dengan orang terdekatmu?" tanya Dilla seperti ingin menggiring opini untuk Yudanta.

"Tidak masalah, aku bahkan akan memberikannya jika kau mau," jawab Yudanta.

"Kalau begitu berikan itu padaku sekarang." Dilla mengeser meja ke sisi kirinya dengan cepat dan mencekik Yudanta tiba-tiba.

2 orang yang bersamanya dan juga Kale tampak khawatir dengan serangan tiba-tiba Dilla. Namun, Yudanta tak membiarkan mereka membantunya. Dia memberikan isyarat dengan tangannya agar tetap tenang. Membiarkan Dilla bersikap semaunya.

"Aroma tubuhmu sangat manis. Aku menyukai itu." Dilla mengendus kepala Yudanta hingga ke lekuk lehernya. Dia juga duduk di pangkuan Yudanta tanpa rasa sungkan.

"Harusnya memang kau yang datang padaku. Bukannya Brian. Bukankah dia memiliki kekasih, dia bahkan tega menghamili diriku," bisiknya pada telinga Yudanta.

"Aku tak yakin kau hamil. Kau hanya ingin membuatku datang ke sini dan bertemu denganmu," jawab Yudanta.

"Kau itu memang pintar sekali. Saat ketahuan seperti ini harusnya aku yang kau cekik, bukan dirimu yang aku perlakukan seperti ini. Tapi berada di atasmu seperti ini sungguh menggoda imanku," ucap Dilla, tangannya tak lepas dari leher Yudanta. Namun, dia melonggarkan cekikannya agar lebih leluasa meraba tubuh Yudanta.

"Turun sebelum kau yang berpindah ke lantai. Aku tak akan bersikap halus saat memperlakukan dirimu. Jadi menyingkirlah dari pangkuanku," pinta Yudanta.

"Tidak mau sebelum aku bercinta denganmu," bisiknya pada Yudanta yang tak bisa berkutik saat Dilla menyuntikkan sesuatu pada lehernya dan membuat Yudanta memejamkan mata karena rasa sakit itu.

Melihat Dilla menyuntikkan sesuatu, Kale segera menarik wanita itu daei pangkuan Yudanta. "Apa yang kau suntikkan itu?" tanya Kale.

"Kau tebak ini apa?" Dilla beranjak dari pangkuan Yudanta dan melemparkan botol obat yang dia suntikkan pada leher pria di hadapannya.

"Rasakan obat itu, kau akan tenang setelah ini. Tak perlu melakukan apapun sampai besok. Aku akan mengurus sisanya. Jaga dirimu baik-baik." Saat Dilla akan mencium Yudanta, dia langsung melengos dan berusaha mendorong muka Dilla darinya.

"Lihat saja, kau yang akan ku buat tunduk padaku," ucapnya sebelum pergi.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang