25

2.9K 61 5
                                    

"Apa tidak merasa takut lagi?" tanya Yudanta setelah pergolakan nafsu yang dia lakukan bersama wanita pujaannya.

Dara menggeleng pelan. Dia tidur menyamping dengan manatap Yudanta. Mereka bercinta sampai pagi, dan Dara tidak merasa takut lagi.

"Aku ingin tidur sebentar. Bangunkan aku pukul 8. Aku ada janji dengan Kakek. Tidak apa-apa kan?" Yudanta tau jika Dara tidak akan bisa tidur lagi. Dia meminta kekasihnya itu untuk mengingatkan, jika harus bangun pukul 8. Sekarang masih pukul 4.35, masih ada waktu untuk istirahat.

"Untuk apa bertemu Kakek?" tanya Dara.

"Hanya urusan bisnis. Aku pergi bersama Kale dan Brian, jadi tak perlu khawatir." Yudanta tau apa yang sedang Dara pikirkan, karena dia tau bagaimana sikap kakeknya memperlakukan Yudanta.

Saat Yudanta terlelap, dia menatap lekat wajah pria yang berbaring di sampingnya. Menyentuh pelan wajah Yudanta, tanpa mengusik tidurnya. Kenapa dia begitu cinta setelah kepuasan nafsu yang Yudanta berikan. Ketulusan dan perhatian Yudanta membuat Dara nyaman bersamanya. Tak hanya wajah, dia memainkan jemari tangan Yudanta yang masih terlelap. Mengecup pelan jemari Yudanta. Dia merasa gemas dengan pria di hadapannya itu.

***

Pukul 8 kurang 5 menit, Dara coba membangunkan Yudanta yang ternyata sudah bangun dan menjawab telepon dari seseorang. Dia tampak marah saat bicara dengan orang tersebut. Dara yang membawakan sarapan untuknya hanya terdiam sambil duduk di ujung tempat tidur.

"Aku akan datang! Tidak perlu memaksa. Jika kau masih saja memaksa aku tidak akan datang!" Tegas Yudanta. Sorot mata kemarahan seperti ini Dara lihat saat dia bertemu dengan Yudanta pertama kali.

"Shit!!" Yudanta melemparkan ponselnya begitu saja dengan amarah yang meluap. Dia memunggungi Dara dan menatap ke arah luar kamar.

Dara yang di kamar hanya diam, tak berani untuk mendekati Yudanta yang sedang marah. Sikapnya memang berbeda pada Dara, tapi singa tetaplah seekor singa, dia pasti garang juga.

Yudanta berjalan masuk tanpa peduli Dara duduk di tempat tidurnya. Dara penasaran kenapa Yudanta bisa semarah itu, saat dia pikir Yudanta sedang tidur.

"Sayang--" Dara melangkahkan kaki ke kamar mandi yang pintunya terbuka. Dia memberanikan diri untuk bicara pada kekasihnya itu.

"Hmm--" gumam Yudanta.

"Sarapan aku bawa ke kamar, ada di--"

"Aku akan segera berangkat. Nanti saja makannya." Yudanta memotong ucapan Dara tanpa menatapnya yang ada di ambang pintu.

"Tapi, aku--"

"Aku sedang tidak ingin berdebat. Biarkan aku sendiri daripada aku melampiaskan emosiku padamu." Kembali Yudanta menghentikan ucapan Dara yang ingin membujuknya untuk makan sarapannya bersama.

Yudanta menatap Dara dengan wajah yang masih saja terlihat marah. Dia tidak ingin jika Dara terus bicara dan berakhir menjadi pelampiasannya.

Setelah bersiap, Yudanta tak menatap ke arah nakas tempat tidurnya, di mana Dara meletakkan sarapannya. Dia segera turun dan Dara mengkutinya yang turun tangga.

"Aku bawa motor saja. Kau bisa bawa mobilku," ucapnya pada Kale dan Brian.

Dara yang masih diam hanya menatap punggung Yudanta yang sedang bicara, apakah Yudanta tidak akan peduli dengannya?

"Sebentar." Yudanta menghentikan langkahnya saat akan keluar rumah. Dia membalikkan tubuhnya saat ingat akan Dara.

"Maaf, aku sudah bersikap cuek padamu. Aku akan segera pulang." Yudanta mencium kening Dara lama, dan setelahnya mencium bibir Dara singkat.

Hati Dara rasanya tersayat, saat sikap Yudanta dingin padanya. Dia hampir menangis bila Yudanta tidak menghampirinya.

"Aku mencintaimu," tutur Yudanta sambil memeluk tubuh Dara yang hanya diam dengan penuh sayang.

Dara tetap diam, dia pasti akan menangis saat menjawab ucapan Yudanta. Setelah melepaskan pelukannya, Yudanta segera keluar dan menghampiri motor kesayangannya.

Tangis Dara pecah setelah Yudanta meninggalkan rumah. Dia menyiapkan sarapan untuk kekasihnya itu, tapi belum sempat di lihat ataupun di makan, Yudanta pergi.

Dara memilih untuk diam di kamar, dia hanya berbaring saja sambil menatap ke balkon kamar Yudanta. Ingatnya terus saja terbayang tentang sikap Yudanta yang marah tadi. Sekeras itu Yudanta sesungguhnya, tapi dia bersikap kekasihnya itu orang yang baik, dia lupa jika dia ditakuti anggota genk nya.

Dia harus mulai terbiasa dengan sikap Yudanta yang tiba-tiba seperti tadi. "Sudahlah, setidaknya dia bersikap baik padamu. Apa yang kau harapkan saat kau diberi lebih oleh Yudanta."

Memejamkan mata mungkin akan membuatnya lupa dengan sikap Yudanta yang membuatnya terkejut. Dia sendiri bingung harus ke mana saat hanya seorang diri di rumah Yudanta.

"Dara, bisa kau ikut denganku?" Seseorang menguncang tubuh Dara yang sedang terlelap. Tidak dengan pelan, namun seperti orang yang terburu-buru.

"Ah ... ada apa ini?" tanya Dara yang melihat Anggun yang ada di hadapannya.

"Kita harus cepat pergi." Anggun bahkan menarik lengan Dara yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, kenapa dia seperti terburu-buru ingin mengajak Dara pergi.

"Tapi mau ke mana?" tanya Dara.

Anggun tetap mengajak Dara turun dari kamar dan keluar. Tak lupa dia membawa beberapa barang milik Dara yang asal dia ambil begitu saja.

"Ada apa ini sebenarnya kenapa kau begitu panik?" tanya Dara.

"Kau akan tau nanti."

"Mbak, ini tidak lucu saat kau bercanda tentang Yuda lagi," ucap Dara. Tapi dia tetap mengikuti Yudan

Anggun tidak menjawab, dia segera membawa Dara entah ke mana. Dia tidak menjelaskan apa-apa pada Dara yang takut terjadi sesuatu.

Sampai di basecamp di mana Yudanta pernah merenggut kesuciannya. Banyak anggota yang ada di sana, tapi mereka tampak murung. Dara menatap sekitar, tapi tidak dia lihat Yudanta di sana, tapi dia melihat motor kesayangannya.

"Mbak, sebenarnya ada apa?" tanya Dara yang masih penasaran.

"Masuklah," ucap Anggun saat mereka berdiri di depan kamar dia bercinta dengan Yudanta pertama kali.

Dara menatap Anggun yang tampak senduh tanpa menjelaskan apapun. Perlahan dia mendorong pintu dan berjalan masuk. Ada Kale dan juga Brian di sana, tapi yang menjadi fokus Dara adalah Yudanta yang terbaring di sana.

"Ada apa ini?" tanya Dara dengan suara bergetar, dia berusaha menanampak pikiran positif saat melihat Yudanta terbaring lemah.

"Maafkan aku," tutur Brian.

"Ini tidak lucu Kak Brian. Ada apa? Kenapa dengannya?" Dara terduduk di samping Yudanta yang terpejam. Tubuhnya penuh dengan darah, wajahnya saja sebagian tertutup darah, tapi plester di keningnya masih terlihat jelas.

"Kenapa kalian tidak membawanya ke rumah sakit? Ini--" Dara memegang darah yang ada di wajah Yudanta yang terpejam.

"Kenapa kalian hanya diam. Ada apa dengannya?" Air matanya tak bisa ditahan lagi. Tangannya bergetar melihat dari Yudanta.

"Sayang, bangunlah ...." Dara mengguncang tubuh Yudanta tak kunjung membuka mata. Apa ini mimpi, tapi kenapa ini begitu nyata untuknya.

"Sayang!!" Teriak Dara ketika dia melihat perut Yudanta yang terluka, dan tidak mendapatkan jawab dari Yudanta yang terus memejamkan mata.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang