39

1.5K 52 0
                                    

Yudanta bersandar di dalam mobilnya, wajahnya babak belur setelah sang kakek meminta anak buahnya untuk menghajar Yudanta yang membangkang. Dia membuat rencana kakeknya gagal.

"Yuda ..."

"Pergilah, aku ingin sendiri," jawab Yudanta yang menggusir Brian yang menghampirinya dia baseman rumah sakit.

"Dara tidak berhenti menangis, apa kau tidak ingin melihat kondisinya?" Tadi saat di loby, Brian melihat mobil Yudanta masuk baseman, dia segera menghampirinya. Bukannya langsung menemui Dara, dia malah bersandar di dalam mobilnya.

"Aku yang membuatnya hancur seperti ini. Kakek dengan tega menyiksanya agar aku menuruti perjodohan ini. Aku hanya ingin membuktikan sesuatu untuk Dara, tapi mengapa ini terasa sangat sulit." Niat Yudanta ingin menyelamatkan Dara dari penderitaan yang kakaknya buat, namun dia malah semakin terluka.

"Kenapa kau membuat tubuhmu terluka. Dara akan sangat khawatir padamu nanti," ucap Brian. Saat melihat lebam di wajah Yudanta.

"Aku harus apa sekarang?" tanya Yudanta yang hilang arah saat masalah semakin rumit.

"Kau sumber kekuatan Dara saat ini, kau harus menemuinya. Jangan terus menyalahkan diri. Semua yang terjadi, biarkan terjadi. Sekarang aku mohon fokus pada istrimu dulu. Dia sedang kehilangan. Jika kau seperti ini juga, lalu semangat Dara dari mana? Dia terus menangis sejak tadi, dia bahkan menanyakan dirimu. Aku mohon untuk menemuinya. Aku berjanji akan mendapatkan 2 orang itu," tutur Brian.

"Aku sudah tau siapa mereka. Percuma saja aku membunuhnya, Kakek tidak akan berhenti sampai Dara benar-benar pergi dariku." Yudanta beranjak. Dia keluar mobil dan berjalan ke dalam rumah sakit. Tubuhnya terasa sangat remuk karena anak angkat Kaito menghajarnya. Dia juga memegangi perutnya karena terasa sakit.

Sebelum menemui Dara, dia membasuh wajahnya. Membersihkan bekas darah yang ada di wajah dan tangannya. Sejenak dia terdiam, benar kata Brian dia harus menjadi kuat untuk Dara, dialah sumber kekuatan Dara saat ini, meski dia sendiri juga rapuh.

"Kau mau ke mana? Sebaiknya kau berbaring di kamar saja," bujuk Anggun pada Dara yang memaksa turun dari tempat tidurnya. Dia melepaskan jarum infus di lengannya, dan berjalan pergi dengan menahan perutnya yang masih sakit.

"Aku ingin bertemu Yuda," jawabnya sambil berjalan pelan keluar kamar.

"Yuda sedang di jalan. Setelah ini dia akan datang. Aku mohon, Dar, ingat kondisimu," ucap Anggun.

"Aku ingin bertemu Yuda, Mbak. Biarkan aku bertemu suamiku. Aku mohon Mbak." Dara memohon agar Anggun membiarkan dia mencari Yudanta, tapi Anggun tidak membolehkannya karena dia sedang dalam kondisi tidak baik.

Saat Dara membuka pintu ruang rawatnya, dia melihat Yudanta yang berdiri di hadapannya. Segera Dara berjalan ke arah Yudanta dan memeluknya. "Kenapa kau meninggalkanku. Jangan pergi." Dara memeluk erat tubuh Yudanta yang membawa dalam gendongannya.

"Kenapa turun dari tempat tidur. Kau melepaskan infusmu?" tanya Yudanta.

"Jangan pergi, aku mohon," pinta Dara. Dia seperti takut jika Yudanta meninggalkannya.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, tenanglah."

"Biar aku panggilkan perawat," ucap Anggun yang juga khawatir dengan masalah yang menimpa sahabatnya. Entah apa yang akan terjadi jika posisi Dara ada padanya.

Yudanta membawa masuk Dara yang menangis dalam gendongannya. Dia harus kuat walau hancur saat melihat air mata Dara.

"Jangan menangis lagi. Pulihkan kondisimu, agar kita bisa pulang. Ah ya, aku ada rencana untuk berlibur. Apa kau ingin merekomendasikan tempat liburan yang kau inginkan?" tanya Yudanta. Dia duduk di samping Dara yang terbaring di tempatnya. Perawat sudah membantunya untuk memasang infusnya lagi.

Bukan menjawab, Dara memegangi wajah Yudanta yang terluka di pelipis dan juga pipinya. "Tidak apa-apa. Jangan khawatirkan ini. Apa kau memerlukan sesuatu?" tanya Yudanta.

"Bisakah kau tidak terluka lagi. Ini menyakitkan untukku." Dara masih fokus dengan tubuh Yudanta. Kali ini di tangan suaminya.

"Iya, aku tidak akan terluka lagi. Kau juga harus segera pulih." Yudanta mengusap pelan pipi Dara.

"Maafkan aku," tutur Dara.

"Ini bukan salahmu, berhenti menyalahkan diri. Semua akan baik-baik saja, kau harus tenang, pikirkan saja kondisimu. Aku mau mengajakmu ke suatu tempat saat kau sudah pulih nanti," jelas Yudanta.

"Memangnya ke mana?" tanya Dara.

"Ke tempat yang indah," jawab Yudanta.

"Makanlah. Kau belum makan sejak semalam." Kale memberikan kotak makan yang dia beli dari kantin rumah sakit.

"Aku tidak lapar. Nanti saja," elak Yudanta.

"Biar aku yang menyuapinya." Dara meminta kotak makanan itu pada Kale dan berusaha untuk duduk menghadap Yudanta.

Kebahagian mereka sirna saat calon bayinya pergi. Tapi mereka tetap harus menjalani hidup ke depannya. Dengan dendam yang Yudanta simpan untuk 2 orang yang menyebabkan Dara keguguran.

"Buka mulutnya," ucap Dara. Dia sudah lebih tenang dari tadi. Setelah ada Yudanta, dia merasa tidak sendiri saja.

"Aku pikir dia tidak akan membuka mulutnya. Jika membuka mulut, itu artinya Singa kita sudah jinak," ejek Brian yang duduk tak jauh dari sepasang kekasih yang sedang menunjukan keromantisan mereka.

Yudanta yang mendengar itu langsung menatap tajam. Dia terlihat tidak suka dengan apa yang Brian katakan.

"Akh!!" Teriak Yudanta saat Kale menginjak kakinya, dan langsung Dara menyuapkan makanan di sendoknya pada mulut Yudanta.

"Dia memang sudah jinak," sahut Kale tanpa rasa bersalah.

Dengan mulut penuh, Yudanta menatap tak terima Kale yang menjebaknya. Karena Kale menginjaknya, Yudanta tidak ragu untuk membuka mulutnya.

"Anak pintar. Makan yang banyak ya, anak manis." Kale dengan berani mengusap kepala Yudanta dan duduk di samping Brian tanpa perasaan bersalah.

"Kenapa Mas menatapnya begitu. Apa Mas tidak mau aku suapi?" Bahkan Dara juga mulai jahil padanya. Dia depan mereka dia menyebut Yudanta Mas.

Benar saja, mereka malah menertawakan Yudanta karena sebutan Dara. "Memang ada yang salah? Kenapa kalian tertawa. Aku punya sebutan sendiri untuknya. Daripada yang tidak ada pasangan," elak Dara pada mereka bertiga.

"Apa maksud ucapanmu itu tentang Kale yang menjomblo?" tanya Brian.

"Tidak juga. Untuk Kak Brian juga, kenapa masih menggantungkan hubungan lama-lama. Menunggu apa? Kalian berdua sudah tua," jawab Dara.

Mereka bertiga menatap kesal pada Dara yang mulai berani menggoda mereka. Yudanta sendiri hanya tersenyum menang karena Dara berani mengatai mereka bertiga.

"Kau mulai berani sekarang. Aku pikir kalian berdua itu sama saja," ucap Brian.

"Kau tidak takut dengannya?" tanya Yudanta sambil menunjuk Kale.

"Tidak. Biarkan saja. Kak Kale hanya penampilannya saja sanggar, hatinya Barbie, benar tidak Kak?" Dara menggoda Kale yang hanya menatap tajam dan mendengus kesal.

"Aku pikir kau tidak pandai bercanda. Hanya membuat kita kesal saja. Tapi sekalinya bicara mulutmu itu membuat orang gemas. Kau ingin aku menjitakmu?" Kale gemas sekali pada Dara yang sejak tadi mengejeknya. Tapi mereka tau, jika itu hanya Dara lakukan untuk menghibur dirinya.

Yudanta menatap Dara yang tersenyum karena para sahabatnya, entah apa dia bisa melindungi Dara. Apa dia hanya akan memberi Dara luka?

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang