Dara yang sedang terlelap dikejutkan dengan seseorang yang membelai rambutnya. Seseorang yang dia rindukan itu tersenyum padanya, dia bahkan menggenggam tangan Dara yang terus menatap pria itu.
"Ada apa?" Kata yang selalu dia lontarkan itu sangat Dara rindukan.
Tanpa bertanya Dara memeluk tubuh seseorang yang membalas pelukannya. Dia mengusap pelan tubuh Dara yang langsung menangis dalam pelukan orang tersebut.
"Jangan terus menangis. Itu akan membuatmu semakin jelek. Hapus air matamu dan berusaha untuk yakin, jika kau bisa melalui hidupmu meski itu berat," tuturnya.
"Jangan pergi. Kau jahat sekali pergi meninggalkanku. Bukankah kau mencintaiku, Mas?" Dara tidak ingin melepaskan pelukannya dari pria yang sangat dia rindukan selama beberapa hari ini.
"Ya, aku mencintaimu. Itu sebabnya aku tidak ingin kau mengalami kesulitan karenaku. Kau harus bahagia, lawan orang yang membuat dirimu terluka. Kau berhak menikmati hidupmu. Hilangkan rasa takutmu."
"Kalau kau mencintaiku kenapa Mas meninggalkanku?" tanya Dara.
"Aku tidak pernah meninggalkanmu. Aku selalu di hatimu. Aku akan tumbuh di sana bersama kenangan yang kita miliki, walau aku hanya memberimu kenangan buruk. Maafkan aku, sayang," sahutnya.
"Mas mau ke mana?" Dara menatap panik saat seseorang itu melepaskan pelukan Dara dan berjalan keluar kamar.
"Berjanjilah untuk bahagia padaku," ucapnya sebelum pergi. Tak lupa dia juga tersenyum manis pada Dara yang menangis.
"Mas!!!" Teriak Dara, dia juga terbangun dari tidurnya. Dan langsung turun dari tempat tidur walau jarum infus ada di lengannya.
Ternyata itu hanya mimpi, dia bermimpi bertemu dengan Yudanta dan membelai rambutnya lembut. Hal yang bisa membuatnya tenang. Tapi Yudanta malah pergi setelah bicara dengan Dara.
Dengan langkah kaki yang lemah, dia berjalan turun sambil berpegangan. Lengannya berdarah karena dia mencabut infusnya begitu saja. Dia ingin memastikan jika Yudanta ada di bawah.
Dara menatap kesekitar rumah yang terlihat sepi, dia berpikir apa dia masih bermimpi. Tapi dia terus melangkah, mencari keberadaan orang yang sangat dia rindukan.
Sampai langkah kakinya terhenti saat dia melihat seseorang yang dia pikir Yudanta sedang duduk memunggungi dari arah Dara. Dia pikir itu Yudanta. Entah itu benar atau tidak, tapi langkah kakinya menuntun Dara untuk lebih dekat.
Perlahan Dara memegang bahu seseorang yang dia pikir Yudanta itu, sampai orang itu menoleh ke arah Dara dengan wajah pucat pasih sedang berdiri di belakangnya.
"Sayang--" panggilnya saat dia melihat Yudanta sedang menatapnya.
"Kenapa di sini saat kondisimu kurang sehat. Kau mencabut infusmu, lihatlah lenganmu berdarah," tuturnya. Dara hanya terus menatap pria yang ada di hadapannya.
"Ini benar kau, Mas?" Dara memegang wajah Yudanta yang hanya tersenyum. Padahal baru saja dia memimpikan Yudanta, apa itu bukan mimpi atau ini yang mimpi.
"Ya, aku suamimu. Kenapa kau menyiksa dirimu. Aku--" Dara memeluk Yudanta erat saat dia yakin jika pria yang ada di hadapannya itu memang suaminya.
Dara langsung menangis terseduh-seduh memeluk tubuh suaminya. "Kau jahat sekali, Mas. Kau--" Rasa pelukan Yudanta begitu nyata, tapi apa ini masih mimpi?
"Maaf, aku hanya ingin Kakek tau jika aku memang sudah mati," jelas Yudanta.
"Tapi apa ini bukan mimpi, Mas?" tanya Dara yang masih tidak percaya. Dia menatap kembali suaminya, beberapa waktu lalu dia terbangun dari mimpinya, dan Yudanta meninggalkannya.
"Tidak sayang. Ini memang aku, Yudanta Wijaya, suamimu." Yudanta tersenyum, luka lebam diwajahnya masih terlihat, walau beberapa hari tak bertemu.
Setelah terkulai lemas di pangkuan Dara, Yudanta di bawa ke rumah sakit setelah Anggun menghubungi petugas medis.
Makanya kenapa Dara tidak bisa melihat jasad Yudanta lagi, karena Brian menyembunyikan Yudanta agar dianggap mati oleh kakeknya. Ini semua rencana kakeknya, dan Yudanta ingin mengikuti apa yang kakeknya mau.
"Lalu siapa yang ada di dalam peti itu?" tanya Dara kali ini dia sedang bicara dengan Yudanta dan ada para sahabatnya.
"Hanya boneka manekin saja. Ada apa denganmu? Bukankah aku bilang untuk percaya padaku. Kau harus bahagia dengan hidupmu, jika aku memang tiada apa kau akan seperti ini?" Yudanta mendengar jika Dara hancur setelah kepergiannya. Bahkan dia memaksa untuk keluar rumah sakit saat kondisinya belum sembuh sepenuhnya.
"Lalu bagaimana Mas bisa merencanakan ini semua?" tanya Dara
"Sebenarnya waktu Yuda tak sadarkan diri, petugas medis berhasil membantu detak jantungnya kembali. Dia sempat sadar kembali saat perjalanan ke rumah sakit. Waktu itu aku yang ada di ambulan, jadi dia mengatakan rencananya sebelum dia tak sadarkan diri lagi hingga koma selama 5 hari. Aku bingung harus bicara atau bagaimana pada dirimu. Karena Yuda mau, untuk aku tetap diam. Karena dia takut tidak selamat saat di rumah sakit. Maaf, aku bukan maksud membohongimu, tapi ini semua rencananya," jelas Brian. Dia yang memang tidak terlihat beberapa hari ternyata sedang menjaga Yudanta di rumah sakit.
"Lalu, apa Kak Kale dan Mbak Anggun juga tau?" tanya Dara.
"Tidak. Aku tidak tau tentang itu. Aku bahkan terkejut saat dia ada di depan mataku tadi," jawab Anggun.
Dara menatap Yudanta, dan langsung dibalas dengan senyuman manis dari suaminya itu. "Maafkan aku." Yudanta mencium kening Dara yang masih tidak percaya jika Yudanta masih hidup.
"Ini tidak mimpi kan, Sayang? Aku tidak sedang bermimpi? Jika ini mimpi, jangan bangunkan aku lagi. Aku mau bersamamu." Dara memeluk erat tubuh Yudanta yang 1 minggu lebih tidak dia lihat.
"Semua akan baik-baik saja. Jangan menangis lagi," jawab Yudanta sambil mengusap pelan punggung Dara. Tubuhnya yang demam, seketika berkeringat, seakan obat penawarnya sudah datang.
"Mas, aku--" Dara pingsan dalam pelukan Yudanta karena terus menangis. Rasa sesak di dadanya tidak tertahan lagi sampai pandangannya mulai kabur dan dia pingsan.
"Sayang--"
"Dia benar-benar kehilangan dirimu. Jangan kau lakukan ini lagi, bukan hanya Dara tapi juga kau membuat kita takut. Aku menganggapmu saudara dan juga Kakak untukku. Jadi jangan lagi seperti ini. Kita selesaikan masalah ini bersama, tanpa ada yang terluka lagi. Aku tidak sanggup melihatnya hancur, kau jaga sendiri istrimu mulai sekarang, karena percuma saja rasa kehilangannya begitu besar. Apalagi sebelumnya dia kehilang anaknya, wanita mana yang bisa kuat saat kesedihan terus menghantuinya." Kale saja merasa kehilangan, bagaimana dengan Dara yang separuh hatinya ada pada Yudanta.
Yudanta menatap wajah Dara yang terbaring di pangkuannya. Wajah pucat istrinya itu membuat Yudanta merasa bersalah. Jika waktu itu dia bisa pulang lagi, Yudanta akan melakukan itu, sayangnya dia malah kehilangan banyak darah dan mengalami koma.
"Maafkan aku. Otakku seperti ingin pecah saat memikirkan masalah yang terjadi. Dia juga yang tertekan saat itu jelas masalah untukku. Padahal aku berjanji melindunginya."
-----
Nb: jika teliti bab sebelumnya memang tidak menyebutkan Brian ya. Nah, ini alasannya 🤭 Brian merencanakan sesuatu dengan Yudanta. Nanggung kalo ending di bab kemarin. Gantung banget gak sih kalo ending? Ya anggep aja prank yaaaaa🙇♀️🙇♀️🫣

KAMU SEDANG MEMBACA
Budak Nafsu (Ketua Gangster)
Romance⭐️ jangan lupa Budayakan Follow dulu sebelum baca🥰 13/10/2023