05

10.2K 131 0
                                    

"Dar, sadarlah. Jangan bertindak bodoh." Anggun yang memang mengikutinya pulang, dibuat terkejut dengan apa yang Dara lakukan.

"Biarkan aku mati!!! Aku tidak mau hidup seperti ini terus. Aku ingin mati bersamanya." Tubuh Dara berontak, ingin lepas dari pelukan Anggun yang begitu erat memeganginya. Juan sendiri hanya menatap terkejut adiknya bisa melakukan hal bodoh seperti itu. Sudut bibirnya menyunging menatap Dara berteriak sambil menangis.

"Aku rasa kau sudah gila," ujar Juan tanpa merasa bersalah.

"Ya! Aku gila! Itu juga karenamu! Kau harus mati, biarkan aku membunuhnya," teriak Dara tanpa bisa dikendalikan, namun Anggun tetap berusaha keras untuk memeganginya agar tidak bertindak bodoh.

Lengan Dara saja masih terbalut kassa yang menutupi lukanya, tapi dia ingin bunuh diri lagi karena dia tidak bisa menerima perlakuan kakaknya atuapun Yuda. Semau berantakan untuknya, apa untungnya dia hidup jika semuanya sudah hancur.

"Bisa kau datang? Dia berusaha mengakhiri hidupnya lagi," ucap Anggun melalui sambungan teleponnya.

"Aku baru sampai. Apa kau tidak bisa mengajaknya ke rumahku saja, temani dia di sana," ucap Yuda.

"Dia mau membakar dirinya, dia ingin mengakhiri hidupnya. Ini saja dia di rumahnya, dia tidak hentinya menangis," jelas Anggun.

Terdengar Yuda menghela nafas, dia baru juga sampai, tapi anggun sudah memberinya kabar tentang Dara. "Aku ke sana sekarang, jangan biarkan dia melakukan apapun," ujar Yuda sebelum dia benar-benar menutup sambungan teleponnya.

Anggun masih menemani Dara yang menangis di kamarnya yang sempit itu. Pakaiannya saja masih basah karena bensin yang dia tuangkan ke tubuhnya. Dia ingin mengakhiri hidupnya karena kakaknya yang bejat. Keluarga satu-satunya malah menghancurkannya. Kekayaan yang orang tua mereka tinggalkan saja habis oleh Juan untuk berfoya-foya, menyusahkan Dara karena ulahnya.

"Dar, kita ganti pakaianmu dulu. Itu akan--"

"Tinggalkan aku sendiri. Kenapa kau masih saja di sini," sahut Dara sebelum dia melanjutkan ucapannya.

"Yuda akan datang. Aku harap kau tidak lagi mencelakai dirimu," jelas Anggun.

"Dia juga yang menghancurkanku. Kenapa hidupku seperti ini? Apa salahku pada mereka? Apa!" Teriak Dara, dia meluapkan perasaannya yang sakitnya begitu dalam.

"Apa kau tidak tau jika dia menyukaimu, dia itu-"

"Pergi, aku mau kau pergi dari sini. Aku ingin sendiri," bentak Dara pada Anggun.

Anggun tidak berani memaksa Dara yang memilih diam di kamarnya. Dia tak hentinya menangis, mengutuk kebodohannya sendiri.

Kira-kira 2 jama berlalu, Yuda sampai rumah Dara, kondisinya sedang tidak baik. Entah kenapa dia bisa terluka tapi dia tetap datang untuk menemui Dara.

"Kenapa dengan tanganmu?" tanya Anggun saat melihat tangan Yuda dipenuhi darah.

"Ke mana dia sekarang?" Tanpa peduli pertanyaaan Anggun, dia berjalan masuk saat Anggun menunjuk ke arah kamar.

Dia berjalan masuk sambil memegangi tangan kirinya. Seperti tangannya patah, karena Yuda tidak menggerakan tangannya dan darah mengalir dari bahunya ke tepalak tangannya.

"Dar, apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda yang duduk di samping Dara yang berbaring.

"Ada apa kau datang lagi? Kau ingin memuaskan hasratmu padaku?" Jawaban ketus Dara tidak membuat Yuda takut, dia hanya ingin membawa Dara pulang ke rumahnya. Dia tidak mau membiarkannya Dara sendiri, karena dia pasti akan melakukan hal bodoh.

"Bisakah kita pergi sekarang, aku--"

"Tidak! Tinggalkan aku sendiri. Aku tidak mau ikut bersamamu," sahut Dara, tanpa menunggu penjelasan Yuda.

"Aku mohon, dengarkan aku kali ini. Aku hanya butuh kau ikut denganku. Tidak melakukan apapun," jelas Yuda.

"Tidak! Apa kau tuli? Aku tidak mau pergi denganmu!" Teriak Dara pada Yuda yang berusaha tetap tenang, walau rasa sakit menguasainya.

Dara tidak tau saja kalau darah terus menetes ke lantai kamarnya. Dia tidak ingin menatap pria yang merenggut kesuciannya itu.

"Aku mohon. Kau bisa membunuhku nanti, tapi aku mohon untuk ikut denganku," ujar Yuda.

"Kenapa kau memaksaku? Ah ... benar juga aku memang budakmu. Apa kau ingin membunuhku saat aku tidak mendengarkan apa yang kau mau. Lakukan saja, aku tidak peduli lagi dengan hidupku. Jika tidak, pergilah, aku ingin sendiri."

Tanpa menjawab ucapan Dara lagi. Yuda coba menggendong Dara di bahunya. Dia tidak peduli Dara terus memberontak, dia hanya ingin membawa wanita itu keluar dari rumah kecilnya.

"Lepaskan aku!" Karena tenaga yang Yuda miliki tak begitu besar karena luka di bahunya, Dara lepas dari gendongannya.

"Dar, lihat bahunya. Dia hanya ingin kau pergi dari sini. Dia--"

"Lalu kenapa? Apa urusannya denganku. Aku tetap ingin di sini," tegas Dara dengan keras kepala. Dia melihat tangan Yuda, namun tidak ada sedikitpun rasa peduli dalam dirinya.

Saat Dara akan masuk lagi ke kamar, Yuda menghentikannya. "Aku berusaha tenang karena aku bersalah padamu, tapi tolong untuk kali ini ikutlah denganku. Aku hanya ingin kau mendengarkanku kali ini, aku mohon." Terlihat nafas Yuda berat saat mengatakannya. Dia hanya harus menjaga kesadarannya, sampai Dara mau dengannya.

"Aku mohon," ucap Yuda lagi dan menatap lekat mata Dara yang kali ini membalas tatapannya.

Cuhhh

Dengan tidak sopan Dara meludahi kaki Yuda yang tak ingin membalas perlakuan wanita di hadapannya. Sejenak Dara tidak mengatakan apapun, sampai dia berjalan keluar lebih dulu, itu artinya Dara menurutinya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Anggun khawatir.

Yuda hanya menggeleng kepala pelan, bahkan Yuda datang menggunakan motor, padahal tangannya sedang tidak baik-baik saja. Entah apa yang terjadi pada Yuda, wanita yang dia bonceng tidak peduli sedikitpun.

Dengan kecepatan sedang Yuda melajukan motornya ke rumah, bukan ke basecamp. Dia menahan rasa sakit di bahunya, tidak peduli jika darah terus menetes dari jaket yang dikenakan.

"Masuklah," ujar Yuda saat mereka sampai di rumah yang sangat berbeda dangan basecamp. Rumahnya begitu besar, gerbangnya saja menutup hingga ke atas, gerbang rumah yang sangat besar, dengan 2 pilar yang tampak kokoh dan besar juga di rumah bernuansa putih itu.

"Kau membawaku ke mana?" tanya Dara.

"Ikuti aku." Tanpa menjawab, Yuda berjalan lebih dulu. Dia masuk ke rumah besar itu, Yuda melepaskan jaket yang dikenakan dan benar saja, bahunyanya terluka, seperti ada luka tusuk di sana.

Dara yang awalnya tidak ingin peduli, menatap ngeri ke luka Yuda yang menganggah. Dia bahkan membiarkan luka itu, dia juga mengendarai motornya sendiri dengan kondisi tangan yang tidak baik.

"Tuan, Anda sudah pulang. Dokter sudah menunggu Anda di kamar," ucap seseorang mendatangi Yuda yang berjalan ke arah tangga, diikuti Dara yang berjalan di belakangnya.

"Bawa dia ke kamarnya, biarkan dia istirahat," jelas Yuda.

"Tuan!!" Dengan kepanikan, pelayan itu menghampiri Yuda yang hampir terjatuh karena rasa sakit yang tidak bisa tertahan lagi.

Dara menatap ke Yuda, dia ingin membantu tapi egonya melarang melakukan itu. Dia hanya melihat pria di depannya itu memegang pembatas tangga, saat dia hampir jatuh.

"Nona, Anda bisa ikut dengan saya," ucapnya pada Dara yang terus menatap ke arah Yuda, yang berjalan di bantu pelayan rumah yang lain untuk ke kamar yang tak jauh dari tangga.

"Ini di mana? Maksudku, ini rumah siapa?" tanya Dara dengan penasaran.

"Ini milik Tuan Yudanta, bukankah Anda tunangan Tuan muda?" Pertanyaan pelayang itu membuat Dara menatap terkejut. Tunangan? Bahkan Dara tidak membayangkan hal itu.


Jangan lupa like dan follow akunnya
Terima kasih
🥰

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang