54

1.6K 41 3
                                    

Yudanta hanya diam saat Dara berdiri di hadapannya setelah mereka sampai di kamar. "Katakan lagi, Mas. Apa yang kau mau?" tanya Dara.

"Sudahlah, sebaiknya aku tidur di kamar sebelah." Yudanta beranjak dan pergi meninggalkan Dara yang langsung menghalanginya agar tidak pergi.

"Tidak! Aku belum selesai bicara. Aku memang salah padamu, Mas. Tapi haruskah kita mengakhiri semua ini. Apa Mas lupa dengan janji Mas?" tanya Dara dengan tangis yang sudah pecah.

"Sakit bukan saat kau tau aku ragu, itu yang aku rasakan," ucap Yudanta.

"Maafkan aku, Mas. Ini memang salahku. Aku--" Yundanta mencium dengan brutal bibir Dara yang masih ingin menjelaskan pada Yudanta.

Yudanta mencium dengan rakus bibir Dara, membawanya dalam gendongannya dan dia bawa ke atas tempat tidur.

"Apa maksud Mas?" tanya Dara saat ciuman Yudanta dilepas, namun tangan Yudanta coba membuka pakaian Dara.

"Setidaknya kau tau, saat pasanganmu merasa ragu, hatimu akan terasa sakit. Itu yang kurasakan." Yudanta tersenyum di ujung kalimatnya sebelum melanjutkan kegiatannya setelah berhasil membuka pakaiam Dara dan meninggalkan pakaian dalamnya saja.

Dara tersenyum senang. Ternyata Yudanta tidak serius untuk mengakhiri hubungan mereka. Dia memang tidak jelas mengatakan ingin berpisah dengannya, tapi tetap saja Dara berhasil membuat Dara panik.

"Akh," rintihan keluar dari mulut Dara saat sentuhan dari suaminya terus menyusuri tubuhnya.

"Tubuhmu begitu menggoda diriku. Bagaimana aku bisa berpaling darimu. Kau milikku, selamanya akan seperti itu," jelas Yudanta. Dia menghentikan kegiatannya dan menatap mata Dara yang menatapnya juga.

"Ya, aku hanya milikmu. Terima kasih, sayang. Kau memang yang terbaik," jawab Dara.

"Akh!" Teriakan Dara membuat Yudanta semakin tertantang untuk menyusuri tubuh indah istrinya.

Sehari ini Yudanta pergi untuk bertemu dengan seseorang sebelum dia pergi ke sirkuit meluapkan emosinya. Keinginan berpisah memang ingin Yudanta lakukan, tapi saat dia menatap mata Dara. Dia goyah, dia tidak bisa meninggalkan istrinya. Biarkan jika resiko yang dia ambil besar, dia tidak peduli akan itu. Walau dia tau, kakeknya tidak akan memberikan kesempatan kedua. Hidup ataupun mati bagaimana nanti. Percuma saja dia lari, jika akhirnya akan sama.

Malam itu menjadi malam yang panjang untuk mereka sampai mereka berdua terlelap dengan posisi memeluk satu sama lain. Bekas merah yang Yudanta berikan pada tubuh Dara, seperti menjadi pengingat jika ini pertama kalinya mereka bercinta tanpa rasa takut. Dara benar-benar menikmati bercinta dengan Yudanta malam ini begitu dalam dari sebelumnya.

"Akh!" Rintih Dara saat Yudanta megenggam erat tangannya. Dia langsung membuka mata saat merasakan tangannya yang sakit.

Dara segera menatap Yudanta yang masih memejamkan mata dengan tangan yang begitu erat menggenggam tangan Dara. Sepertinya dia sedang bermimpi buruk, di tidak tenang dalam tidurnya.

"Sayang, bangunlah. Ada apa?" tanya Dara dengan mengguncang tubuh Yudanta pelan.

"Sayang ...."

"Ah!!" Dara yang terkejut coba mengatur nafas saat tangan Yudanta berpindah mencekiknya. Nafas Yudanta memburu dan dia dengan cepat mencekik Dara yang sedang khawatir padanya.

"Sa ... yang," tutur Dara dengan terbata-bata.

Yudanta menatap dengan sadar Dara yang ada di bawahnya dengan tangan di leher istrinya. Jarang Yudanta seperti ini, dan ini kedua kalinya Yudanta mengigau sampai mencekik leher Dara.

"Maafkan aku," ucap Yudanta. Di menatap tangannya yang sudah mencekik Dara.

"Mas mimpi buruk?" tanya Dara sambil mengambil nafas.

"Maafkan aku." Yudanta langsung beranjak ke kamar mandi membiarkan Dara manatap suaminya khawatir.

Yudanta merasakan ras khawatir yang berlebih, sanpai dia tak sadar dengan sikapnya pada Dara. Melihat suaminya sudah kembali ke tempat tidur, Dara memberikannya minum agar lebih tenang.

"Sudah lebih baik?" tanya Dara.

"Terima kasih. Sudah kembalilah tidur," ujar Yudanta.

"Mas tau sendiri, aku susah untuk tidur lagi. Ceritakan apa yang terjadi. Setidaknya aku menjadi pendengarmu saat aku tidak bisa membantu," ucap Dara.

"Jika aku mau kau tinggal jauh dariku untuk beberapa waktu, apa kau mau?" tanya Yudanta.

"Ada apa, sayang. Aku tidak mau pergi darimu. Aku akan tetap bersamamu walau ke ujung dunia," jawab Dara.

"Saat Kakek mengetahui aku hidup dan masih bersamamu, kau yang akan menjadi incarannya. Aku selamat karena Juan tidak menusukkan pisau itu dengan dalam, tapi saat ini--"

Dara memeluk suaminya yang merasa khawatir. Ini tidak akan berakhir hanya dengan Yudanta berpura-pura mati. Apalagi anak angkat Kaito masih bersamanya. Dia tidak berhenti sampai dia menguasai semua yang harusnya dia miliki.

"Aku akan aman bersamamu. Aku tidak akan pergi ke manapun. Kalau pun aku harus mati, aku ingin di dekatmu. Tempat ternyaman itu dirimu, kau rumah untukku. Bagaimana aku bisa pergi saat aku selalu merasa nyaman dekat denganmu," jelas Dara dengan mengusap punggung Yudanta.

"Tapi aku hanya akan membuatmu celaka," ujar Yudanta.

"Kalau begitu buat aku kuat agar bisa melawan lawanku nanti. Setidaknya belajar apa yang kau pelajari untuk melindungi diri," jelas Dara. Dia tidak mau pergi dari Yudanta. Dia bersikeras untuk itu.

"Tidak semudah itu. Semakin aku memikirkannya, semakin aku gila," jelas Yudanta.

"Kalau begitu kita ke Bali saja. Kita lakukan sesuai rencana Mas, jika nanti Kakek tau keberadaan kita, setidaknya aku bisa bersamamu. Ini bukan Mas Yuda yang aku kenal sebelumnya, suamiku bukan orang yang mudah menyerah. Aku yakin Mas bisa melalui ini semua. Aku bersamamu." Dara mencium singkat bibir Yudanta. Sejak kejadian di mana Dara keguguran, Yudanta semakin rapuh, padahal Dara sudah katakan padanya jika apa yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan sang suami.

"Terima kasih sudah hadir dalam hidupku, aku mencintaimu, sayang." Yudanta kembali memeluk erat tubub Dara. Mungkin dia harus lebih matang merencanakan sesuatu, agar tidak goyah.

Yudanta yang sekarang bukan Yudanta yang tidak mudah menyerah. Dara menjadikan dirinya lemah, karena harus melawan sang kakek.

Dara menatap suaminya yang sudah terlelap beberapa waktu lalu. Jujur saja dia sendiri takut, tapi apa untungnya saat Dara menunjukkan rasa takut yang hanya akan membuat Yudanta terpuruk.

"Aku mencintaimu." Perlahan Dara mencium bibir Yudanta singkat.

Ciuman Dara langsung dibalas oleh Yudanta, seperti kegiatan semalam kurang untuk mereka. Dan saat ini mereka melakukannya lagi. Meluapkan kesedihan dengan nafsu yang semakin membara.

Membuat tubuh mereka kembali panas dengan setiap sentuhan yang mereka lakukan. Yudanta sendiri terus saja mencari kenikmatan dari tubuh Dara.

"Ah ... Mas."

"Maafkan aku sudah membuat lehermu merah karena cekikan dariku. Semua akan berjalan baik saat kita di Bali. Apa kau yakin padaku?" Tubuh Yudanta terus bergerak mengikuti gerakan tubub Dara yang ada di pangkuannya.

"Ya, aku sangat yakin padamu. Hanya kau yang kumiliki sekarang," jawab Dara dengan suara lirih.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang