78

477 21 2
                                    

"Mas, sekali saja biarkan aku bertemu dengan Juan. Aku mohon, Mas," bujuk Dara pada sang suami agar bisa bertemu kakaknya.

Yudanta hanya fokus dengan kemudi tanpa berkeinginan menjawab apa yang istrinya mau. Dia tak mau Dara celaka saat bertemu kakaknya.

"Mas, aku mohon. Setelahnya aku tak akan pernah peduli lagi. Aku bersumpah demi nyawaku dan bayi yang ada di perutku. Aku tak akan minta bertemu setelahnya." Ucapan Dara membuat suaminya menatapnya langsung. Dara bahkan seperti mempertaruhkan dirinya dan calon bayi mereka hanya untuk bertemu dengan Juan.

Yudanta menghentikan mobilnya tiba-tiba, membuat mobil di belakang mereka membunyikan klakson akibat ulah Yudanta yang terkejut.

"Sebenarnya apa yang kau mau dengan bertemu dengannya? Kau bahkan bersumpah tentang calon bayi kita," jawab Yudanta dengan sorot mata terkejut.

"Hanya sekali saja, Mas. Aku mohon. Bukankah ada dirimu, aku akan aman saat bersamamu." Dara memegang lengan suaminya, memohon agar bisa bertemu dengan Juan.

"Jika terjadi apa-apa padamu atau anak kita, aku tak akan memaafkan dirimu." Yudanta segera membalikan arah tujuan mobilnya. Dia tampak marah dengan apa yang Dara mau. Padahal Yudanta sudah ingatkan jika akan percuma bertemu dengan Juan, tapi Dara mengeyel.

Setelah mendapatkan info tentang keberadaan Juan, segera Yudanta melajukan mobilnya ke tempat Juan. Tak peduli Dara yang menatapnya takut. Yudanta sendiri hanya diam, tak ingin membuat emosinya semakin membara dan dia berakhir marah pada Dara.

"Di mana dia?" tanya Yudanta saat salah satu orang menghampirinya yang masih di mobil.

"Ada di dalam. Dia sedang mabuk," jawabnya.

"Peduli apa aku. Dia ingin bertemu kakaknya." Yudanta keluar mobil dan membanting pintu dengan kasar. Membuat Dara memejamkan mata karena terkejut.

"Temui dia. Aku tunggu di sini. Jika dia menyentuhmu sedikit saja, aku pastikan dia mati di tanganku," ujar Yudanta tanpa menatap istrinya. Keras kepala Dara membuatnya kesal. Yudanta tau apa yang akan terjadi nanti saat Dara bertemu dengan Juan.

"Mas--" Yudanta tak ingin peduli dengan panggilan Dara. Dia berjalan ke tempat duduk yang tak jauh darinya. Walau begitu, dari tempat Yudanta, dia bisa melihat Dara yang bertemu kakaknya di dalam.

Di temani salah satu teman Yudanta, Dara berjalan masuk dan bertemu dengan Juan yang mabuk, dia tak akan mendapatkan apapun saat bicara dengan kondisi Juan mabuk.

Byarrr

Dara menyiramkan sebotol air pada kepala Juan yang terlelap setelah membuat ulah. Memukul kepala Brian dengan kunci inggris.

"Kau! Berani sekali kau menyiramku! Brengs*k!" Bentak Juan pada Dara yang berdiri di hadapannya.

"Aku bahkan ingin lebih dari ini. Kau membunuh orang tua kita demi kepuasan dirimu. Kau juga memperlakukan suamiku dengan tidak baik saat dia menuruti apa yang kau mau. Siapa dirimu sampai bersikap seperti itu pada orang yang aku sayangi. Kau itu hanya sampah, benar kata Ayah. Harusnya kau memang tidak hidup," teriak Dara pada kakaknya yang hanya tersenyum tak berdosa. Seakan apa yang Dara katakan hanya lelucon padanya.

"Setelah kau lahir, taukah apa yang aku dapatkan? Mereka menyisihkanku karena gadis penyakitan sepertimu. Yang harusnya mati itu kau saja. Mereka menyingkirkanku karena dirimu. Mereka selalu menuruti apa yang kau minta. Lalu aku apa tidak boleh meminta hak ku? Apa begitu?" Juan mendorong pelan bahu Dara yang menatapnya dengan air mata yang tak bisa dia tahan lagi.

Dara tersenyum tipis mendengar apa yang kakaknya katakan. Dia melakukan ini semua karena merasa tersaingi dengan Dara yang mengambil perhatian orang tua mereka hingga harta mereka habis untuk pengobatan Dara yang dulu terkena penyakit lemah sistem imun. Orang tua mereka susah payah untuk mempertahankan Dara, sampai masalah datang, membuat mereka hutang banyak.

"Lalu apa alasannya kau mengorbankan orang tua kita? Bukankah itu ulahmu, kenapa kau bersikap jika mereka yanh berulah," ucap Dara.

"Untuk apalagi mereka hidup jika aku hanya akan melihatmu diperlakukan spesial saat aku putra sulungnya dianak tirikan. Masalah ini datang karenamu, kau yang membuat ini terjadi. Saat kau ingin menyalahkan diriku. Lalu bagaimana denganmu? Kau mau mengelak dari apa yang sudah kau nikamati?" Juan semakin dekat dengan Dara yang masih diam dengan apa yang kakaknya katakan.

"Kau memang biadab. Kau itu bukan manusia. Kau tega merencanakan kematian orang tua kita hanya karena kepuasanmu sendiri. Kau jahat!" Bentak Dara.

"Lalu kenapa jika aku jahat. Kau itu yang merebut semua dariku." Juan memegang dagu Dara dengan kasar dan menatapnya lebih dekat.

"Kau yang pantas mati. Kau tidak berhak di sini karena kau hanya membawa masalah pada orang lain. Padahal, Juan yang aku kenal dulu tidak seperti ini. Hatimu hanya tertutup oleh kebencian. Kau yang menciptakan itu sendiri. Ayah dan Ibu begitu peduli padamu, tapi kau merasa kurang dengan itu. Hatimu itu yang bermasalah, bukan diriku, tapi kau!"

"Tutup mulutmu itu!" Juan mendorong tubuh Dara hingga dia terduduk di lantai.

"Ahk!!" rintih Dara yang merasa perutnya yang kram karena pantatnya beradu dengan lantai.

Yudanta yang sejak tadi diam segera masuk saat melihat istrinya di dorong oleh Juan. Dan saat Juan akan menghampiri Dara lagi, tanpa pikir dua kali Yudanta menendang tubuh Juan hingga terjungkal.

"Aku tak tahan lagi denganmu." Yudanta menghampiri Juan dan mencengkram bajunya kemudian langsung membabi buta menghajar Juan yang tersungkur. Selama ini Yudanta hanya mendengarkan apa yang Juan katakan, perlakuan kakak iparnya itu dia terima begitu saja. Sayangnya, dia tak mau lagi hanya diam. Dia terus menghajar Juan tanpa ampun.

Dara hanya diam sambil menatap Yudanta yang sedang meluapkan emosinya pada Juan yang sudah bersikap kasar pada adiknya.

"Siapa kau berhak melukai istriku. Kau tak ada hak sedikitpun untuk menyentuh tubuh istriku. Kau terus membuatku marah, tapi aku tetap diam karena aku tau kau hanya akan melukainya saat aku melawan. Untuk sekarang aku tak bisa menahannya lagi, biarkan kau mati di tanganku. Agar manusia sepertimu tidak harus menekan orang lain," ucap Yudanta. Tak ada yang berani membantah dengan apa yang dia katakan, walau dia bukan lagi ketua genk motor Dragon, tetap saja dia ditakuti oleg anggota yang lain.

"Bunuh saja jika kau mau. Aku tidak peduli." Juan tertawa dengan tubuh yang terlentang di lantai. Tubuhnya penuh lebam karena Yudanta terus memukulnya dengan tangan kosong sampai tangan Yudanta lecet karena pukulan itu, tapi dia tak peduli. Yang dia pikirkan memberi Juan pelajaran.

"Jika maumu begitu, baiklah." Yudanta mencengkram kerah baju Juan agar dia berdiri dan mengikutinya.

"Mas, kau mau ke mana?" tanya Dara yang tampak takut Yudanta melakukan hal bodoh pada Juan.

Yudanta tidak menjawab, dia berjalan keluar basecamp dengan Juan yang dia seret juga. Saat di luar, Yudanta membanting tubuh kakak iparnya itu dan berjalan ke mobil untuk mengambil sesuatu.

"Yuda, apa yang akan kau lakukan dengan itu?" Kale yang baru datang segera menghampiri Yudanta, dia membawa senjata yang dia ambil di mobil.

"Mas, tenanglah. Aku tidak apa-apa. Sudahlah, Mas. Ini hanya akan membuatmu rugi membunuh dia." Dara berusaha menghentikan Yudanta agar tidak berjalan menghampiri Juan.

"Kenapa? Bukankah aku sudah katakan jika dia melukaimu, aku yang akan membunuhnya dengan tanganku," jawab Yudanta.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang