60

815 38 2
                                        

Dara menatap lekat wajah suaminya yang terlelap dalam pangkuannya. Yudanta tetap tidak ingin mengatakan rencananya pada Dara.

Namun, keheningan itu sirna saat suara dering ponsel membuat Yudanta terbangun dan menjawab teleponnya di balkon. Dara hanya menatap suaminya itu bicara, tanpa dia tau apa yang sedang mereka bahas. Setelah bicara Yudanta kembali berjalan masuk dengan senyum yang mengembang menatap Dara.

"Aku lapar sekali, bisa kau siapkan makan untukku, sayang?" tanya Yudanta pada Dara. Dia duduk di samping istrinya dan memainkan jemarinya.

"Ada apa? Terasa pusing?" tanya Yudanta.

"Tidak," jawab Dara.

"Jika tebakanku kali ini gagal tentang kau hamil, aku akan menuruti apapun yang kau katakan tanpa kecuali, bahkan hal yang sangat ingin kau tau, aku akan menjawabnya. Namun, jika kau terbukti hamil, aku ingin kau melakukan apa yang menjadi kemauanku. Apa kau mau?" tanya Yudanta.

"Kenapa harus ada perjanjian seperti itu? Apa Mas takut tidak bisa pulang saat keluar sekarang?" Dara menatap senduh suaminya yang menatapnya.

"Sebaiknya aku ganti pakaianku. Siapkan aku makan malam, mau kan?" Yudanta mengusap pelan pipi Dara dan berjalan ke kamar mandi.

Tetap saja Dara gagal untuk membujuk Yudanta akan apa yang ingin dia tau. Dara memilih untuk menyiapkan makan malam sambil menunggu Yudanta turun kamar.

"Kau sudah datang." Suara Yudanta yang ada di tangga membuat Dara dan para sahabatnya menatapnya. Yudanta mengajak bicara orang yang berdiri di ambang pintu.

"Kebetulan sekali, kita makan malam bersama," ujar Yudanta.

"Bos Cobra?" Anggun tampak terkejut saat melihat Bos Cobra datang ke rumah Yudanta. Dia pikir dia tak tau kalau Yudanta masih hidup.

"Kenapa melamun. Dia bukan ancaman untuk kalian. Persilakan dia duduk," sahut Yudanta.

Yudanta tidak langsung duduk di meja makan. Dia berjalan ke tempat di mana dia menyimpan minuman keras miliknya. Memilih minuman mana yang akan dia suguhkan pada Bos Cobra, kemudian membawanya ke meja makan.

Dara hanya menatap suaminya itu dengan minuman keras di tangannya. Dia sudah bingung harus bersikap bagaimana saat bicara saja tidak membuat Yudanta membuka mulut.

"Seperti permintaanmu. Aku menyuruh anggota genk ku untuk menjaganya. Kau tidak perlu khawatir tentang dia," jelas Bos Cobra.

"Ya, aku percaya padamu." Yudanta menyodorkan gelas yang sudah ada minuman keras di dalamnya pada Bos Cobra.

"Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?" tanya Brian. Dia sejak tadi hanya diam setelah gagal membujuk Yudanta untuk bicara.

"Aku minta Bos Cobra untuk menjaga Dara di sini. Aku ingin menemui Kakek setelah ini. Putra angkatnya bilang dia sedang sekarat. Kalian temani Dara, jangan biarkan dia pergi," jelas Yudanta.

"Kau sudah gila! Setelah kau membuat kakekmu percaya akan kematianmu. Kau datang padanya. Dia tidak akan melepaskanmu," sahut Brian.

"Buktinya aku lolos darinya sekarang. Dia tidak akan berani membunuhku, tapi aku ingin kalian menjaga Dara. Dia akan menjadi umpan Galih untuk menjatuhkanku." Yudanta harus mengatakannya pada para sahabatnya sebelum dia pergi.

"Aku akan menemanimu," ujar Kale.

"Tidak. Saat Dara aman, aku tidak akan mati, karena mereka membutuhkanku hidup. Jadi tenanglah."

Yudanta menatap Dara yang sudah berlinang air mata menatap suaminya sedang menjelaskan tentang rencananya. Ini hal gila, dan tidak mungkin Yudanta akan selamat saat masuk ke kandang singa. Galih sendiri selalu memberi Yudanta luka.

"Kau dengan santainya bicara seperti ini saat kita semua takut hal sebelumnya terulang. Tidak ada kesempatan kedua. Tidak ada, Yuda!" Tegas Brian. Dia memang beda dengan Kale yang tak banyak bicara. Namun, bukan berarti Kale tidak peduli pada Yudanta.

"Lalu haruskah aku ketakutan? Rasa takutku hanya satu, melihatnya menderita. Ketika mayatku bisa membuat Dara terbebas dari masalah yang sedang menimpaku sekarang, tidak masalah," jelas Yudanta.

"Sebaiknya aku ke kamar." Dara beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Yudanta yang menatapnya.

"Galih butuh aku menjadi robotnya, dia tidak akan membunuhku. Akan lemah jika aku melihat Dara menjadi umpan. Jadi lindungi dia selama aku menyelesaikan urusanku. Aku ingin melakukannya tanpa bicara pada kalian, tapi aku tidak bisa. Kalian berhak tau dan tugas kalian menjaga Dara untuk membantuku," ucap Yudanta.

"Dia selalu bersikap kerasa kepala." Brian memilih untuk pergi juga. Disusul Anggun yang coba untuk membujuk kekasihnya.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Yudanta berencana untuk pergi. Dia menatap ke arah kamarnya, namun Dara tidak mau turun. Dia memilih untuk langsung pergi daripada goyah dengan hatinya.

Nyatanya, Dara melihat sang suami dari atas balkon kamarnya. Rasa taku dan khawatir menguasai dirinya. Selama di Bali, kebahagiaan yang mereka rasakan. Harapan ingin hidup bahagia terbesit dalam benak mereka berdua. Akan tetapi kondisi melarang mereka untuk hidup dengan tenang.

Dari teras rumah, Yudanta menatap Dara yang menatapnya di balkon kamar. "I love you." Bibir Yudanta bergerak tanpa suara. Dia juga tersenyum menatap Dara sebelum dia berjalan masuk mobil.

Apa itu sebuah perpisahan? Kenapa rasanya begitu sesak. Bisa apa Dara untuk mencegah Yudanta agar tidak pergi.

"Kenapa kau hanya diam di sini," ucap Dara sambil berjalan keluar kamar untuk menemui Yudanta yang ada di bawah. Langkah kakinya dia percepat untuk menghentikan Yudanta.

"Dara!" Panggilan Anggun tidak membuatnya berhenti. Dia terus berlari keluar rumah.

"Kau mau ke mana?" tanya Kale yang coba menghentikan Dara.

"Aku ingin bertemu suamiku. Biarkan aku pergi," ucap Dara, dia mendorong pelan tubuh Kale agar bisa menghampiri Yudanta.

"Dara, biarkan dia pergi. Dia berjanji untuk kembali," tutur Kale.

"Tidak! Dia tidak akan selamat jika bertemu dengan kakeknya. Biarkan aku pergi bersamanya. Mas!!!" Teriakan Dara tidak membuat Yudanta keluar mobilnya. Dia memang mendengar panggilan dari Dara, tapi dia tetap harus pergi.

"Mas!!"

"Dara, sudahlah," ucap Kale lagi.

"Tidak! Aku ingin pergi bersamanya. Aku tidak mau di sini sendiri. Aku ingin bersamanya." Dara menangis merontah-rontah minta untuk Kale membiarkan Dara mengejar mobil Yudanta yang mulai melaju.

"Aku akan membencimu saat kau pulang dengan luka! Apa kau dengar itu, Mas!!"

Pilihan sulit untuk Yudanta, dia harus bertemu dengan kakeknya saat statusnya sudah mati. Tapi jika Galih tidak dituruti, Yudanta yang akan kehilangan Dara.

Di mobil, Yudanta hanya menghela nafas kasar. Hatinya berat saat akan keluar dari rumahnya, karena Dara yang tidak ingin dia pergi.

"Mas!!" Tubuh Dara merosot di kaki Kale yang mencegahnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Yudanta untuk pergi.

Bayangan akan Yudanta datang dengan luka tusuk itu yang membuat Dara takut. Dia tidak akan selamat saat Yudanta bertemu dengan kakeknya.

.
.
.

Hai selamat malam....
Semoga masih di tunggu
Sehat selalu untuk kalian yang terus menunggu cerita ini

🥰

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang