28

2.4K 53 4
                                    

Jangan lupa vote and follow
Happy Reading
.
.

Dara menatap dengan penuh amarah Yudanta yang juga menatapnya. Hatinya benar-benar hancur saat kenyataan yang dia ketahui melibatkan Yundata. Orang yang dia pikir bisa menjaganya, ternyata memiliki rahasia.

"Bunuh aku!" Teriak Dara dengan tangan Yudanta ada di lehernya.

"Jika kau ingin mati, kita mati bersama." Yudanta menarik tangannya kasar dari leher gadis di hadapannya dan memegang tangan Dara, setelahnya dia coba untuk bangun dengan satu tangan memegang perutnya. Yudanta berjalan keluar kamar, membawa Dara pergi entah ke mana.

"Kau mau ke mana?" tanya Kale yang menghampiri Yudanta keluar bersama Dara.

"Berikan kunci mobil sekarang," pinta Yudanta dengan tegas. Dia tidak memperdulikan pertanyaan Yudanta.

"Biar aku yang mengantarkanmu," sahut Kale. Dengan kondisi terluka, dia tidak membiarkan temannya itu pergi sendiri.

"Sudah berikan kunci itu padaku," ujar Yudanta lagi. Dia coba memintanya lagi, dia hanya ingin pergi berdua bersama Dara.

"Tidak. Aku akan mengantarkanmu." Kale bersikeras untuk menggantarkan Yudanta.

"Berikan!" Bentak Yudanta. Dia tampak marah saat Kale tidak segera memberikan kunci mobilnya. Dengan sorot mata tajam, Yudanta meminta dengan paksa kunci mobilnya pada Kale.

"Ada apa?" tanya Brian. Dia terkejut saat mendengar teriakan dari dalam. Saat melihat siapa yang membuat kegaduhan, dia langsung melihat jika Yudanta sedang marah. Apalagi dia menggandeng Dara yang menangis.

Yudanta tidak menjawab, dia mengambil kunci mobil dari tangan Kale dengan tangan yang penuh darah dari luka di perutnya. Dia kemudian menarik Dara agar mengikutinya. Walau tidak begitu keras tapi Dara harus mengikuti langkah kaki Yudanta yang cepat.

"Yuda, apa yang akan kau lakukan?" Anggun menghampiri mereka berdua. Dia melihat Dara yang hanya diam saat Yudanta memperlakukannya kasar.

"Masuk," pinta Yudanta pada Dara setelah dia membukakan pintu mobilnya. Mendorong tubuh Dara agar segera masuk, namun Dara menolaknya. Dia melepaskan genggaman tangan Yudanta.

"Aku bilang masuk sekarang!" Kembali Yudanta bicara dengan nada tinggi tanpa mempedulikan Anggun yang penasaran dengan apa yang akan dia lakukan. Sikapnya berbeda, itu artinya Yudanta sedang marah.

"Yuda, tenanglah. Kalian mau ke mana?" Anggun mengikuti Yudanta yang berjalan ke pintu mobil sisi yang berbeda.

Yudanta menatap ketiga temannya yang menatap khawatir. "Dia ingin mati, jadi aku turuti dia untuk mati bersama," tutur Yudanta sebelum dia menutup pintu dan segera mengunci dari dalam agar mereka tidak bisa menghentikannya.

"Apa kau sudah gila. Turun dari mobilmu. Jangan bersikap gila." Brian yang mendengar itu mengetuk jendela kaca mobil yang Yudanta kendarai agar mengurungkan niatnya. Tapi bukannya mendengarkan panggilan Brian, dia tetap pada keputusannya.

Di dalam mobil Dara tidak mengatakan apapun. Begitu juga Yudanta yang dengan cepat melajukan mobil meninggalkan basecamp dengan kecepatan tinggi. Dia  membuat mereka khawatir padanya. Mereka segera mengikuti Yudanta dengan motor agar bisa kekejar.

Yudanta memutarkan kemudi dengan sangat profesional dan lihai, karena itu memang hobinya. Dia tampak begitu marah saat Dara memilih ingin mati di tangannya. Padahal yang harusnya Dara tau, Yundata memiliki rencana untuk dirinya, namun hal itu tidak membuatnya bisa memahami perkataan Yudanta.

"Aku katakan padamu. Aku seperti ini karena mencintaimu dengan tulus, saat kau berpikir aku juga dalang kematian orang tuamu, itu terserah dirimu. Percuma saja aku menjelaskan apa yang aku tidak lakukan saat hati dan pikiranmu sudah tertanam kebencian untukku. Jika kau pikir ini mudah untukku, kau salah. Aku harus menerima setiap rasa sakit saat aku bisa berada di posisiku, demi niat mengungkapkan kematian orang tuamu yang dijebak. Apa salahnya aku melindungimu, saat orang lain aku bunuh karena aku mencari informasi kecelakaan 5 tahun lalu, aku tidak menyesal akan hal itu. Tapi aku tidak bisa terima, saat kau tidak mempercayaiku. Pernahkan aku bersikap buruk padamu, walau aku yang merebut hal yang berharga dari dirimu. Aku ingin bertanggung jawab. Kau dengar? Aku mau bertanggung jawab atas apa yang aku ambil." Yudanta bicara dengan penuh emosi. Tidak lagi ada kelembutan saat dia bicara dengan Dara yang hanya diam sambil menangis.

"Aku tanya padamu untuk yang terakhir kali. Apa kau masih ingin pergi dariku?" tanya Yudanta. Dengan kecepatan tinggi, Yudanta menatap ke arah Dara yang tak menjawab pertanyaannya. Dia tidak peduli jika akan mati bersama.

Darah dari perutnya mengenai kemudi yang dia pegang. Sungguh sakit rasanya saat Dara tidak mempercayainya.

"Katakan!" Bentak Yudanta. Entah berapa kali dia membentak Dara, karena tidak segera menjawab pertanyaannya.

"Lakukan apa yang kau inginkan. Aku tidak peduli," jawab Dara tanpa menatap Yudanta.

Yudanta tampak syok saat Dara mengatakan itu. Dia memandang Dara dengan seksama dengan pikiranya yang entah apa yang harus dilakukan. Apa dia memang harus mengakhri hidupnya. Di belakang mobil, ada 2 motor yang mengejar Yudanta yang sedang ngamuk karena keinginan Dara.

"Baiklah, kalau itu maumu. Aku harap kau tau aku tulus padamu. Bukan karena masalah ini aku mendekatimu, aku memang mencintaimu sebelum aku tau tentang ini semua. Aku tidak berhenti mencintaimu saat kau membenciku. Bahkan saat ini aku tidak membencimu, karena kau berarti untukku.

Yudanta melepaskan sabuk penggaman, tapi dia malah memasangkan sabuk penggaman Dara, dan dia memegangi agar Dara tidak melepaskannya. Tatapan Yudanta masih pada wajah Dara yang sudah tampak tidak peduli dengannya.

Dengan satu putaran pada kemudi, Yudanta membanting kemudi ke samping kanan, di mana ada dirinya. Dan dengan cepat mobil itu terpanting ke sisi kanan, memutar dan membentur pembatas jalan dengan keras. Dia tidak membiarkan Dara terluka saat dirinya terpanting karena benturan keras itu.

Mobil yang Yudanta kendari bahkan melompat ke sisi jalan dan berhenti di sisi jalan. Dengan sisi kanan yang membentur dinding pembatas dan mobilnya terhenti.

Dengan tangan yang masih memegang erat ke arah Dara, dia terkulai tak berdaya dengan luka parah. Dia membiarkan Dara tetap aman dengan sabuk penggamannya. Nafas Yudanta tampak berat, dia tak kuat lagi untuk sekedar membuka mata.

"Aku ... mencintai ... mu," tuturnya lirih. Tampak Dara yang masih sadar menatap ke arah Yudanta yang mengalami luka parah. Dengan kepala bersandar ke kanan. Airbag mobilnya memang keluar, tapi dia tidak mengenakan sabuk penggaman. Tangannya dengan tenaga yang tersisa coba menggapai tangan Dara dan menggenggamnya.

"Yuda!" Teriak Dara saat dia melihat pria di sampingnya sudah memejamkan mata dengan erat.

Sampai akhir, Yudanta tetap melindunginya. Masihkah Dara meragukannya? Seburuk apa Yudanta, dia memperlakukan dirinya dengan baik. Tanggung jawab yang dia tanam dalam dirinya tetap terjaga. Dia bukan siapa-siapa untuk Dara sebelumnya, tapi dia peduli.

Dara dengan susah payah membuka sabuk penggamannya dan melihat kondisi Yudanta yang sudah tak sadarkan diri.

"Yuda!" Teriak Kale dari luar mobil. Dia berusaha untuk memecahkan kaca mobil agar bisa menyelamatkan temannya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang