Rencana Yudanta untuk tidur urung dia lakukan. Dara menggoda dengan mencium bibirnya, tak henti di sana. Dara membuka piyama yang di kenakan. Dia benar-benar ingin bercinta dengan Yudanta. Apa dengan seperti ini cintanya bisa tumbuh? Itu pikirnya. Padahal semua itu tentang perasaannya pada Yudanta, bukan tentang nafsu.
Yudanta duduk menatap Dara setelah melepaskan panggutannya. Dia membuka pakaian yang di kenakan sampai benar-benar tak ada sehelai pun yang dia kenakan, sama seperti Dara yang sudah telanjang bulat.
"Kau yakin dengan apa yang kau inginkan ini? Aku tidak mau memaksamu," ucap Yudanta pada Dara yang kembali mencium saat menjawab pertanyaan Yudanta.
Seperti diberi kesempatan, Yudanta coba dengan mesra menciumi leher Dara yang sudah berbaring di bawahnya. Ciumannya terus turun sampai dia bertemu dengan dua gunung kembar milik Dara. Sentuhan yang Yudanta berikan membuatnya terpejam. Dia mencengkram selimut, coba untuk melawan rasa takut dan juga kenikmatan yang Yudanta berikan.
Saat ciuman Yudanta turun, Dara yang awalnya merasa nyaman dengan apa yang Yudanta lakukan. Menggeleng kepala dan menangis tak ingin Yudanta melanjutkan ini.
"Ada apa? Kau merasa takut?" tanya Yudanta yang khawatir menatap Dara.
"Aku--"
"Kita akhiri saja. Tidak perlu memaksannya. Mencintai seseorang tidak selamanya tentang nafsu, aku harap kau memberikan hal seperti ini saat kau benar-benar mencintaiku," tutur Yudanta lembut. Dia mencium kening Dara dan turun dari tempat tidur untuk mengenakan pakaiannya lagi.
Mereka gagal bercinta karena Dara merasa takut saat sentuhan yang Yudanta berikan semakin turun ke titik kenikmatannya, namun gagal.
"Sudah tidurlah, aku tidur di kamar sebelah saja. Jangan terus menangis. Aku mencintaimu." Setelah mengenakan pakaiannya, Yudanta kembali mencium Dara yang hanya diam dengan posisi yang sama. Dia kemudian berjalan keluar kamar.
Tanpa bicara, Dara menatap Yudanta berjalan keluar kamarnya. Dia merasa gagal dan malu padanya. Dia yang mulai, tapi dia juga yang takut. Tapi Yudanta memperlakukan dia dengan baik. Dia menghentikan kegiatannya saat Dara ketakutan.
Yudanta memilih turun. Dia memilih duduk di sofa di samping rumah dengan pemandangan kolam yang tampak indah karena lampu yang meneranginya. Dia menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam. Apa yang Dara alami karena dirinya, itu sebabnya dia tidak mau memaksa walau dia mau.
***
Dara yang sudah tampak rapi segera turun, dia ingin membuat sarapan untuk Yudanta. Jam menunjukan pukul 7 pagi, dia tidak bisa tidur setelah gagal bercinta. Dia hanya diam di kamar Yudanta tanpa ingin turun dari tempat tidurnya.
Dara menatap kamar di samping kamar Yudanta, dia pikir Yudanta pasti masih tidur. Dia kemudian berjalan turun tangga dan ke arah dapur.
"Selamat pagi, Nona," sapa salah satu orang yang membantu mengurus rumah Yudanta.
"Pagi, boleh saya bantu siapkan sarapan?" tanya Dara sopan.
"Tentu, Nona. Silakan saja," jawabnya kemudian menjelaskan letak alat dapur ataupun bahan yang ingin dia gunakan, setelahnya dia meninggalkan dapur agar Dara merasa leluasa.
Dara membuatkan nasi goreng keju untuk Yudanta, entah dia suka atau tidak. Karena dia memang tidak tau tentang kesukaan Yudanta.
"Apa Tuan Muda sudah bangun?" tanya Brian yang baru masuk. Dia semalam pulang lebih dulu bersama Anggun.
"Beliau ada di teras belakang. Sepertinya Tuan baru tidur." Mendengar itu Dara menatap ke arah samping dapur apa benar ada Yudanta di sana.
Setelah meletakkan masakannya di meja makan, dia coba melihat dari tempatnya. Brian melewatinya begitu saja tanpa menyapa. Terlihat dia langsung ke tempat Yudanta yang baru tidur beberapa jam karena Dara mengganggunya.
Tampak Yudanta bangun, dia tertunduk sambil memijat keningnya. Sepertinya dia terkejut saat Brian membangunkannya. Namun, Brian tidak berhenti bicara yang tidak Dara dengar.
Tak lama Yudanta berjalan masuk dengan masih memijat pelipisnya. Dia tidak melihat Dara yang ada di meja makan menatapnya.
"Selamat pagi," sapa Brian pada Dara, membuat Yudanta yang awalnya tak fokus langsung menghentikan langkahnya dan menatap ke Dara yang terdiam melihatnya.
"Oh ... kau sudah bangun. Apa yang kau lakukan?" Yudanta bertanya dan menghampiri Dara.
"Aku buatkan nasi goreng untukmu. Aku harap kau suka. Aku tidak tau apa yang kau sukai," jawab Dara. Mengingat semalam, dia menjadi malu.
"Apa yang kau buat pasti enak. Aku mandi dulu, setelahnya kita sarapan bersama." Yudanta memegang lembuh pipi Dara sebelum dia berjalan ke kamar. Sikapnya begitu manis pada Dara, dan harusnya Dara bisa merasakan itu. Siapa yang tidak akan luluh saat preia tampan seperti Yudanta bersikap romantis padanya.
"Apa hari ini akan keluar pagi?" Dara memberanikan diri mengajak Brian bicara.
"Ya, ada urusan yang penting," jawab Brian.
"Apa Mbak Anggun juga ikut?" tanya Dara lagi.
"Tidak. Hubungi saja dia, jika kau merasa kesepian di sini. Sepertinya dia nanti akan ada acara, ikutlah kalau kau mau," ucap Brian.
"Baiklah," jawab Dara sambil mengangguk kepala pelan. Dia canggung pada Brian, karena dia selalu mendapatkan jawaban yang ketus dari Brian. Kali ini dia berbeda, mungkin karena masih pagi, jadi nyawanya masih terkumpul, emosinya juga masih bisa dikontrol.
Beberapa menit berlalu. Yudanta sudah terlihat rapi. Parfum yang digunakan semerbak ke seluruh rumah, sampai ke hidung Dara yang terpanah oleh penampilan Yudanta.
"Ada apa?" Selalu saja kata itu yang keluar dari bibir Yudanta saat menatap Dara termenung melihatnya.
"Tidak, aku hanya--" Ucapan Dara menggantung. Dia ragu mengatakannya.
"Kita sarapan sekarang?" Senyum Yudanta semakin membuat Dara salah tingkah. Benar-benar manis. Belum lagi sentuhan tangan Yudanta membuat hatinya berdebar. Apa itu cinta?
"Apa kau akan sampai malam hari ini?" tanya Dara sambil mengambilkan sarapan ke piring di hadapan Yudanta.
"Kenapa? Aku belum tau juga, tapi aku usahakan cepat pulang," jawab Yudanta.
"Aku ingin ke tempat temanku. Hanya sebentar saja, sore juga pulang, tidak apa-apa kan?" Yudanta tersenyum mendengar apa yang Dara katakan. Dia harus terbiasa untuk itu. Manis juga saat kekasihnya minta izin darinya. Itu artinya Dara memang mulai membuka hatinya.
"Ajak Anggun bersamamu," jawab Yudanta.
"Tidak. Mbak Anggun pasti sibuk. Aku hanya ke tempat teman saja. Tidak akan terjadi apa-apa," sahut Dara.
"Kau yakin?" Yudanta meyakinkan Dara.
"Ya, aku yakin," jawab Dara.
"Ya sudah, nanti hubungi aku jika sudah dengan urusanmu. Aku akan menjemputmu. Atau kau ingin aku menunggumu untuk mengantarkanmu?" tanya Yudanta.
"Tidak, aku akan pergi agak siang saja. Tidak apa-apa kan?"
"Tentu tidak apa-apa." Yudanta tersenyum manis.
"Kau tau, kau yang merubah singa dingin ini menjadi seperti sekarang," imbuh Brian pada Dara yang merasa sikap Yudanta berbeda setelah mengenal Dara.
"Maafkan aku," tutur Dara.
"Berhenti meminta maaf. Ini bukan kesalahanmu, kenapa harus minta maaf. Brian saja yang asal bicara. Aku sudah sejak dulu seperti ini." Yudanta tak hentinya tersenyum, sungguh berbeda memang sikapnya pada Dara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Budak Nafsu (Ketua Gangster)
Romance⭐️ jangan lupa Budayakan Follow dulu sebelum baca🥰 13/10/2023