21

3.7K 93 0
                                        

Jangan lupa follow
Happy Reading
.
.

Beberapa waktu lalu Dara histeris mengingat penganiayaan terhadap dirinya, sekarang dia mulai tenang. Dia sedang menatap Yudanta yang sedang berdebat dengan Brian. Hanya debat ringan saja, mereka bercanda menghibur Dara agar tidak merasa takut lagi. Anggun duduk di sampingnya, sesekali dia akan ikut bicara.

"Kau curang sekali. Harusnya kau itu yang dihukum kenapa jadi aku," gerutu Brian saat Yudanta mau dia yang dihukum atas kekalahannya.

"Haruskah aku menggendong pacarmu keliling rumah? Tidak sudi," ucap Yudanta. Menurutnya hukumannya sangatlah aneh. Yang kalah harus menggendong Anggun.

"Kau sudah sepakati. Lakukan saja," jawab Anggun.

"Tidak mau! Lebih baik aku menggendongmu saja." Yudanta coba menggendong Brian yang ada di depannya. Karena belum siap, mereka malah terjatuh. Membuat gelak tawa di sana, Dara pun ikut tersenyum melihat mereka berdua.

"Kurang ajar sekali kau. Curang!" Tak mau kalah, Brian berdiri dan menyeret Yudanta ke kolom untuk diceburkan.

"Jangan!" Teriak Yudanta. Dia tidak bisa berkutik saat Kale membantu Brian memasukkannya ke kolam.

Byurrr

Seketika Yudanta tenggelam dalam kolam, yang membuat mereka panik saat Yudanta tak kunjung ke dasar, dia tidak muncul kepermukaan.

"Yuda! Jangan bercanda," ucap Brian saat tidak melihat temannya di kolam.

Dara yang sejak tadi hanya diam melihat mereka bercanda seketika khawatir saat Yudanta tak kunjung terlihat. Brian kemudian masuk kolam untuk melihat Yudanta, diikuti Kale yang masuk ke dalam kolam juga. Saat yang lain khawatir, Yudanta perlahan terlihat. Dia tertawa puas saat berhasil menjebak temannya.

"Kau mengerjaiku?" Brian yang tak terima segera menghampiri Yudanta yang berenang menjauh darinya.

"Tunggu ... tunggu! Kakiku kram," jawab Yudanta.

"Aku tidak mau tertipu lagi olehmu," sahut Brian yang sudah di depan Yudanta.

Brian langsung memegang kaki Yudanta dan membuatnya tenggelam. Namun, kali ini dia tidak lagi segera muncul, tapi Brian berpikir itu hanya candaan Yudanta saja.

"Dia memang kram," ucap Kale yang berenang lagi untuk menyelamatkan Yudanta.

"Kau hanya ditipu olehnya," jawab Brian enteng.

Tanpa peduli, Kale menyelam dan menarik Yudanta ke dasar. Dia seperti menahan sakit saat kakinya terasa kram. Kale membantu Yudanta untuk duduk di tepi kolam dengan kaki yang masih di air. Dara yang melihat itu segera menghampiri Yudanta, dia tidak peduli jika ikut basah karenanya.

"Kau itu gila," ucap Anggun pada kekasihnya. Dia ikut khawatir pada Yudanta yang sedang kesakitan.

"Tidak semudah itu." Yudanta mendorong tubuh Anggun ke dalam kolam, dia kembali menipu mereka semua.

"Aku bilang apa. Dia hanya bercanda," ujar Brian. Dia membuat Anggun memegang padanya.

"Yuda!!!" Teriak Anggun kesal. Dia harus basah kuyup karena didorong ke kolam renang.

Yudanta hanya tertawa. Kale hanya menatapnya tajam, dia sudah sangat panik mendengarnya kesakitan.

"Bisa bantu aku berdiri. Tentang kram, aku tidak bohong. Sakit sekali," tuturnya sambil meringis kesakitan.

"Aku bantu masuk," jawab Dara.

"Terima kasih, sayang," ucap Yudanta.

"Lalu kau membiarkan kita di sini? Kurang aja sekali kau Yudanta!!!" Teriak Anggun yang semakin kesal pada Yudanta yang pergi begitu saja dengan Dara, diikuti Kale yang membantunya. Tubuh ringkih Dara mana kuat menopang tubuh Yudanta yang tinggi dan kekar.

Di kamar mandi kamar, Yudanta duduk bersandar di bathup dengan Kale yang coba untuk mengurut kaki Yudanta yang kram.

"Sudah tinggalkan aku. Haruskah kita mandi berdua di sini?" tanya Yudanta.

"Kalau kau mau. Aku bisa membantu menggosok punggungmu," ajakan Yudanta seperti kesempatan untuk Kale, walau dia hanya bercanda.

Kale tidak seperti Brian. Dia tertutup akan perasaannya. Jadi jarang wanita yang dekat dengannya. Padahal jika dilihat dari paras, dia tidak kalah tampan, tapi dia tetap menyendiri.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Dara yang ada di luar kamar mandi.

"Dia baik. Dia akan segera keluar. Sebaiknya lekas ganti pakaianmu, agar kau tidak flu. Aku tinggal kalau begitu." Kale bersikap sopan pada Dara. Dia pikir, Dara sama dengan Yudanta, bosnya.

Dara masih merasa khawatir, dia menunggu Yudanta di depan kamar mandi. Sampai pintu kamar mandi tak lama terbuka. "Ada apa?" tanya Yudanta.

"Apa masih terasa sakit?" tanyanya dengan penuh khawatir.

"Tidak. Aku tidak apa-apa." Yudanta mengusap ujung kepala Dara dan berjalan untuk mengambil pakaiannya.

Dara masih saja menatap ke arah Yudanta yang sedang memakai pakaian. Dia tak merasa malu sama sekali, melihat tubuh kekar Yudanta di hadapannya.

"Apa badanku menggoda dirimu? Kemarilah kalau kau mau," ujar Yudanta.

Dara perlahan menghampiri Yudanta. Dia meminta Yudanta untuk duduk di ujung tempat tidur dan langsung mengusap rambut Yudanta yang basah menggunakan handuk.

"Aku beruntung kau berada di sampingku sekarang. Maafkan aku yang tak langsung datang saat kau membutuhkanku. Lain kali aku tidak akan membiarkanmu terluka sedikitpun, tolong maafkan aku," tutur Yudanta. Dia melingkarkan tangannya pada pinggan Dara yang berdiri di hadapannya.

"Aku yang harusnya minta maaf, aku memberimu beban. Maafkan aku," sahut Dara.

"Lupakan tentang itu. Apa yang ingin kau lakukan sekarang? Kau tidak bosan di rumah?" Yudanta membuat Dara duduk di pangkuannya. Dia masih melingkarkan tangan di pinggang kekasihnya.

"Aku--"

Yudanta mencium bibir Dara saat dia tertunduk, dia ragu mengatakan kemauannya. "Angkat kepala dan hapus air matamu. Aku tidak ingin kau larut dengan kesedihanmu. Aku bersamamu," jelas Yudanta.

"Hanya kau yang mau dengan gadis bodoh sepertiku. Hanya kau yang sudi menerimaku," tutur Dara, siapa lagi yang dia punya saat Juan tega padanya. Hidupnya terasa sangat sulit saat dia tidak memiliki siapapun.

"Kau itu bicara apa. Aku milikmu, kau berharga untukku. Jika dia bukan kakakmu, aku sudah menghabisinya. Tapi kau yang terpenting untukku, aku tidak akan membuatmu semakin terluka dengan sikap keras kepalaku. Aku hanya mau kau menjadi pribadi yang kuat. Kau tidak boleh lemah, saat kakakmu coba menganiaya dirimu, lawan dia. Kau tidak bisa hanya diam saat dia menindasmu walau itu kakakmu sendiri. Aku bersumpah padamu, jika dia membuatmu terluka sekali lagi aku pastikan dia berurusan denganku. Aku tidak bisa jika harus berdiam diri, maafkan aku." Yudanta tidak mau Dara mengalami kesulitan begitu banyak, dia harus menjaganya.

Dara memeluk tubuh Yudanta. "Seperti hal ini akan menjadi kebiasaan untukku. Nyaman bisa memelukmu seperti ini, serasa memeluk Ayahku. Aku tidak ingin pergi darimu, aku egois, tapi aku bingung dengan hatiku," tutur Dara. Kerinduan kepada sang ayah membuatnya semakin terseret pada lubang penderitaan yang begitu dalam.

"Aku mencintaimu," ucap Dara yang akhirnya mengutarakan perasaannya pada Yudanta. Dia tidak bisa terus bingung dengan perasaannya sendiri saat hanya Yudanta yang melindunginya. Dia harusnya berterima kasih dengan membalas cintanya.

"Boleh aku dengar sekali lagi?" Yudanta ingin memastikan apa yang dia dengar benar, jika Dara mengutarakan perasaannya.

"Yudanta Wijaya, aku mencintaimu." Senyum mengembang di bibir Yudanta saat mendengar apa yang Dara katakan, suatu kebahagiaan untuk Yudanta, jika perasaannya terbalas.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang