52

1K 37 1
                                    

"Akh!!" Teriak Yudanta meluapkan emosinya. Dia melemparkan asal kunci motornya setelah mendengar ancaman Dara.

"Sudahlah, sebaiknya biar aku yang mencaritahu keberadaan Juan. Aku pastikan mendapatkan kabarnya malam ini," ujar Kale.

"Tidak perlu, lagian untuk apa. Dia bersama Bos Cobra sekarang." Yudanta turun dari motornya dan berjalan masuk tanpa peduli dengan Dara. Akan percuma, dia hanya akan terbawa emosi nanti.

"Masuklah, bujuk dia. Memgertilah ini pilihan sulit untuknya. Dia ingin hidup berdua denganmu, tapi kau ragu karena mengkhawatirkan kakakmu. Maaf bukan aku menyudutkanmu," ucap Kale.

Dara kemudian berjalan ke kamar. Dia tak melihat Yudanta di dalam kamar. Dia berjalan masuk ke kamar mandi yang cukup besara itu, dan benar saja ada Yudanta yang sedang berdiri di hadapan cermin besar.

"Kau lega mengatakan itu tadi? Pergi saja jika kau ingin pergi, untuk apa terus bersama saat kau saja tidak yakin padaku," ucap Yudanta.

Pertama kalinya Yudanta marah pada Dara, biasanya dia tidak bisa melampiaskan kemarahannya pada Dara. Emosinya tidak terkontrol sejak Dara memaksa untuk menemui kakaknya.

"Maafkan aku, Mas."

"Pergilah bersama Kale, dan lihat kondisi kakakmu, jika kau masih ragu jangan kembali." Yudanta meninggalkan Dara yang sudah menangis menatap suaminya begitu marah.

Saat Yudanta sangat ingin hidup bahagia setelah diberitakan meninggal, dia memilih untuk hidup dengan keluarga kecilnya. Namun, Dara malah menghawatirkan Juan yang jelas-jelas memberinya trauma.

"Mas--" Dara memeluk tubuh Yudanta dari belakang saat melihatnya di balkon. Dia benar-benar marah pada Dara yang keras kepala.

Maafkan aku sudah ragu, sejahat apa Juan, dia juga kakakku. Bukan maksudku melukai hatimu. Maafkan aku sudah membuatmu menanggung resiko ini," tutur Dara.

"Pernahkah aku marah padamu saat kau ingin melakukan sesuatu walau itu mengorbankan diriku. Aku hanya minta kau mengerti diriku. Aku mau kita pergi dari sini dan hidup aman di sana. Lalu apa kau pikir aku melepaskan begitu saja kakakmu? Aku mencaritahunya tanpa kau tau. Tapi memang salahku tidak mengatakan dengan terus terang apa yang aku lakukan. Aku hanya tak mau membebanimu," ucap Yudanta.

"Iya, Mas. Aku yang salah. Maafkan aku," jawab Dara.

"Sekarang aku membiarkanmu melihatnya, kau pastikan dia baik-baik saja atau tidak. Jika kau melihatnya tidak dengan kondisi baik, kau boleh ragu. Kakakmu yang membuat semua ini terjadi, tapi apa aku marah padanya? Aku mengerti posisiku tidak penting dari kakakmu, tapi setidaknya hargai suamimu." Yudanta melepaskan pelukan tangan Dara. Dia berbaring di atas tempat tidur dengan bertelanjang dada. Menutup sebagian tubuhnya tanda jika dia tidak mau di ganggu.

Dara sudah menangis dalam diam. Matanya menatap ke arah Yudanta. Padahal dia hanya ragu, dan ingin memastikan kakaknya baik-baik saja, agar dia bisa tenang tinggal di Bali. Namun, yang terjadi Yudanta berpikiran berbeda dengan resiko yang entah Dara pikirkan atau tidak.

***

Di temani Kale, Dara pergi menemui Juan di basecamp genk Cobra. Dia tampak diam selama di perjalanan, sesekali dia akan menyeka air matanya saat ingat perkataan Yudanta.

"Dia melalukan ini agar bisa hidup bersamamu dengan aman. Jadi, tidak perlu kau mengganggap ucapannya. Dia memintamu melihat kondisi Juan agar kau merasa lega. Sudahlah, jangan menyalahkan diri," ucap Kale.

"Tetap saja, Kak. Aku seperti melakukan kesalahan yang fatal. Aku jujur saat hatiku ragu akan kakakku, tapi itu salah," jelas Dara.

"Sejak kau keguguran, dia banyak diam. Dia memikirkan masalahnya sendiri. Apalagi kejadian di mana Brian menuduhku berselingkuh padamu. Dia benar-benar tertutup akan apa rencananya. Dia memiliki trauma, dan keinginannya hanya ingin bahagia bersamamu. Maafkan dia jika niatmu dia anggap berbeda." Sejak keguguran yang dialami Dara, Yudanta memang banyak diam. Makanya masalah dengan Juan sampai menusuknya para sahabatnya tidak tau.

"Aku begitu dominan hingga tidak peduli dengan kondisinya," imbuh Dara.

Sesampainya di basecamp Cobra, Dara segera melihat kondisi kakaknya yang babak belum dengan kondisi tak sadarkan diri.

"Kenapa kondisinya seperti ini?" tanya Kale.

"Dia mabuk dan membuat onar. Dan hampir saja dia di bawa oleh anak buah Kakek Yuda. Jika tadi dia tidak lekas menghubungi Bos, pasti dia juga sudah mati," jelas anak buah Genk Cobra.

Dara menatap Juan yang sedang terlelap, masih saja dia bisa mabuk saat dia membuat masalah pada Yudanta. Apa itu penyesalan? Juan tidak menunjukan penyesalan sudah membunuh Yudanta sama sekali.

"Tenanglah, aku akan menjaganya seperti permintaan Yuda. Dia tak akan pergi dari sini sampai pulih. Aku pikir dia sudah meninggal, aku sempat terkejut saat Bos bilang Yuda minta bantuan," tuturnya.

"Aku harap kalian menjaga rahasia tentang keberadaannya. Kakeknya tidak akan melepaskan dia kedua kalinya," ujar Kale.

Dara masih coba membangunkan Juan. Dia harus bicara pada kakaknya, agar hatinya benar-benar lega seperti harapannya.

"Kenapa kau di sini? Kau tidak ingin membantuku, tapi kau datang sekarang. Apa kau menyesal menelantarkan kakakmu ini?" Tutur Juan yang akhirnya bangun. Kondisi tububnya tidak baik dengan luka lebam di wajahnya.

"Apa ini yang kau maksud menyesal? Mana letak penyesalan Kakak setelah membunuh suamiku? Tidak ada sama sekali, kau hanya ingin berlindung saat kau dikejar oleh kecerobohan yang kau buat."

"Untuk apa aku menyesal. Saat dia membuatku seperti ini. Dia menjebakku agar kakeknya bisa memberikan kesalannya padaku. Ini juga karena suamimu itu, dia yang membuatku babak belur seperti sekarang," ucap Juan.

Dara meringis mendengar apa yang Juan katakan. Yudanta pantas marah saat Dara begitu khawatir pada Juan yang tidak tau malu.

"Memang harusnya kau mati saja, daripada menjalani hidup seperti ini. Haruskah aku saja yang membunuhmu." Dara mencekik Juan begitu saja. Dia menekan leher Juan dengan kuat.

"Dara, apa yang kau lakukan."

"Melihatnya tidak menyesali apa yang dia perbuat seperti ini, ingin rasanya aku membunuhnya. Sejahat apa dirimu, aku masih peduli padamu. Bahkan karena dirimu aku tidak yakin pada suamiku sendiri. Bukankah lebih baik aku membunuhnya saja," ujar Dara dengan terus mencekik Juan yang berusaha untuk mendorong tubuh adiknya.

"Dar, cukup!" Kale membawa Dara menjauh dari kakaknya yang terbatuk karena Dara melepaskan cekikkannya karena Kale.

"Kau ... berani sekali kau kepadaku. Aku ini kakakmu. Kau lebih memilih pria yang sudah membunuh orang tua kita daripada diriku." Juan terbatuk, seperti oksigen di sekitarnya telah habis.

"Kau bahkan memohon padaku kemarin, kau mengakui jika Mas Yuda berkata benar, tapi sekarang kau bilang dia membunuh orang tua kita. Ingat, kau yang membuat orang tua kita susah, jika saja waktu itu kau tidak meminta mereka mencarikan kebutuhanmu, mereka tidak kecelakaan. Jadi penyebab kecelakaan mereka adalah dirimu. Jangan menyalahkan orang lain saat kau sendiri yang bersalah. Harusnya kau saja yang mati. Kau!!!"

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang