56

721 26 0
                                    

Yudanta dan Dara sampai di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Agung. Rumah yang tidak terlalu kecil tapi juga tidak besar itu terawat dengan rapi dengan nuansa rumah khas Bali.

"Tidak apa-apa kan kita tinggal di sini?" tanya Yudanta. Dia duduk di teras rumah barunya. Jauh kalau dibandingkan dengan rumah yang di Jakarta. Tempat ini sederhana, tidak semewah di sana.

"Asal bersamamu, aku akan senang," jawab Dara. Dia bersandar di bahu Yudanta yang duduk di sampingnya.

Walau belum tentu dia akan aman, tapi setidaknya Yudanta berada jauh dari kakeknya. Mereka harus memulai hidup dengan suasana baru.

***

Mereka berdua mulai melakukan aktivitas layaknya seorang suami istri, dengan Yudanta yang bekerja pada Agung. Dia menikmati pekerjaannya itu, walau jauh lebih sulit, tapi Yudanta tidak merasa tertekan dengan pekerjaan yang dia jalani. Mungkin jika di Jakarta dia bergelimang harta, tapi di Bali, kehidupannya tidak sama.

"Selamat pagi, sayang," sapa Dara pada Yudanta yang duduk di meja makan, tak lupa dia mencium pipi suaminya dan langsung menyiapkan sarapan untuknya.

Kegiatan Dara sejak di Bali menjadi istri sepenuhnya. Dia menikmati itu, dia juga membantu Yudanta bekerja walau hanya part time, karena suaminya tidak ingin dia merasa bosan terus di rumah.

"Pagi juga sayang." Dara lebih sering tersenyum sekarang, mungkin dia sudah tidak lagi merasa khawatir. Sudah hampir 1 tahun mereka tinggal dia Bali, tidak sekali pun Dara ingat akan Juan, kakaknya.

"Sayang, bisakah nanti pulang lebih cepat. Aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat," ajak Yudanta. Mereka sering menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan ataupun bersenang-senang layaknya sepasang suami istri.

Sikap Yudanta yang dingin, tidak membuatnya menjadi pribadi yang romantis, tapi dia juga tidak begitu cuek, karena apa yang Dara mau, pasti dikabulkan.

"Memangnya mau ke mana, sayang?" tanya Dara.

"Nanti juga tau, apa kau akan sibuk sampai malam hari ini?" tanya Yudanta.

"Tidak juga. Nanti aku usahakan untuk pulang lebih cepat," jawab Dara.

"Baiklah."

Setelah sarapan, mereka berdua melakukan aktivitasnya masing-masing. Yudanta bekerja di Bengkel Agung, dan Dara bekerja di Butik milik teman Mira, hanya membantu sedikit saja, tidak sampai full time. Dara merasa senang karena mendapatkan ilmu dari pekerjaannya.

Motor Yudanta berhenti di depan Butik di mana Dara bekerja. Seperti menjadi rutunitas karyawan Butik untuk melihat Yudanta yang mengantarkan istrinya bekerja.

"Haruskah Mas menggunakan helmet full face saja? Mereka begitu mengganggu," gerutu Dara, tapi Yudanta tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan langsung mencium bibir istrinya yang sedang cemburu saat temannya menatap kagum pada sang suami.

"Apa ini tidak memberikan mereka bukti kalau aku milikmu," ucap Yudanta setelah melepas kecupannya.

Dara tersipu malu. Kebahagiaannya kali ini hanyalah Yudanta, dan dia hanya ingin bersama pria yang menjadi pelindungnya.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Nanti aku jemput lagi, tinggal chat aku saat akan pulang," jelas Yudanta.

"Iya, sayang," jawab Dara sambil mencium pipi suaminya.

Merasa Yudanta menunjukkan dirinya suami Dara, setelahnya Dara masuk ke Butik. Beberapa teman yang baru dia kenal 3 bulan ini begitu penasaran pada suami Dara yang begitu tampan.

"Apa kau benar kekasihnya?" tanya salah satu dari mereka.

"Hubunganku bahkan lebih." Dara menunjukkan cincin di jarinya.

"Kalian suami istri?" tanya mereka.

"Tentu." Dengan percaya diri Dara mengatakannya. Apa mereka pikir dia tidak pantas dengan Yudanta, kenapa mereka melihatnya seakan menghina saat tau hubungan mereka jauh lebih dekat dari pacaran.

Daripada mengurusi apa yang mereka katakan, Dara lebih memilih fokus. Biarkan saja jika mereka tidak mau berteman dengannya, yang penting Dara menikmati pekerjaannya.

***

Di tempat Agung, Yudanta sedang bicara dengan Bosnya itu. Yudanta tidak memiliki kekuasaan apapun di sana.

"Bolehkah aku nanti pulang lebih cepat?" tanya Yudanta pada Agung yang sedang melihatnya bekerja. Wajah tampannya tak memperdulikan pekerjaan yang membuatnya kotor.

"Haruskah kau meminta izin padaku? Lakukan saja," jawab Agung.

"Bersikaplah seperti kau memperlakukan karyawanmu yang lain. Tidak enak jika kau membedakan diriku dengan mereka," jawab Yudanta.

"Apa kau tidak khawatir jika orang suruhan kakekmu menemukanmu? Aku dengar mereka melihatmu di bandara, dan mereka berusaha untuk meyakinkan itu," jelas Agung yang mendapatkan kabar dari temannya di Jakarta.

"Biarkan saja. Aku hanya ingin kau membantuku. Jaga Dara untukku. Aku yakin tidak akan selamat untuk yang kedua kali," sahut Yudanta. Keyakinannya tetap sama, dia merasa jika kakeknya tidak akan membiarkan dia selamat lagi. Tapi itu tidak apa-apa untuk Yudanta, asal Dara selamat.

"Jangan bicara seperti itu. Kau harus melindungi istrimu sendiri karena hanya kau yang berhak untuk itu," jelas Agung.

"Ya semoga saja. Ada 2 orang yang mengikutiku semalam. Aku ingin memastikannya nanti, apa mereka anak buah Kakek atau bukan. Jangan katakan apapun pada Dara, walau istrimu tau. Dia sudah cukup tenang beberapa waktu ini," jelas Yudanta.

Sepulang bekerja, Yudanta menjemput Dara seperti biasa. Kali ini dia meminjam motor sport milik Agung untuk menjemput istrinya. Rencananya dia ingin membawa Dara untuk jalan-jalan dengam motor ke Denpasar. Kepindahannya ke Bali membuat Yudanta bisa selalu bersama Dara, waktunya habis untuk menemani wanita pujaannya. Sudah beberapa tempat mereka datangi, dan setelah sebulan ini tidak keluar berkencan, Yudanta mengajak istrinya itu keluar.

Saat menunggu Dara, seseorang mendatangi Yudanta. Walau tidak membuka helmet yang di kenakan, tapi Yudanta tau siapa mereka. Yudanta menendang orang yang coba memegangnya. Terjadi perkelahian antara Yudanta dan 2 orang itu. Yudanta menghajar lawannya menggunakan tangan kosong. Tak peduli jika orang itu terus ingin membawa dirinya. Hingga Yudanta berhasil membuat 2 orang itu tergeletak.

"Ada apa, sayang?" tanya Dara yang melihat suaminya berlari ke arahnya.

Tanpa menjawab, Yudanta menarik lengan Dara dan membawahnya pergi. "Pegangan yang erat," tutur Yudanta, setelahnya mereka segera pergi sebelum orang yang terkapar itu menghalanginya.

Dengan kecepatan tinggi Yudanta meninggalkan tempat itu, tapi 2 orang itu kembali mengejarnya. Sepertinya itu 2 orang yang sama, yang Yudanta lihat sejak kemarin.

Dengan penasaran yang besar, jantung Dara berdegup kencang. Dia tidak tau apa yang sedang terjadi pads Yudanta, kenapa dia membawanya pergi begitu saja, dan mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.

"Mas, ada apa?" tanya Dara dengan nada sedikit teriak karena berada di atas motor yang melaju kencang.

"Hubungi Agung dan bilang suruh menjemputmu di Denpasar," jawab Yudanta.

"Menjemputku? Lalu bagaimana dengan Mas?" tanya Dara.

"Lakukan saja, jangan banyak bertanya," tegas Yudanta. Dengan kondisi yang seperti sekarang ini, menyelamatkan Dara adalah prioritas utama Yudanta. Biarkan saja dia nanti tidak selamat, asal dia menyelamatkan istrinya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang