90

320 13 1
                                    

Yudanta berhasil membawa Anggun keluar dari tempat itu. Di dalam mobil tidak ada obrolan antara mereka. Brian fokus dengan kemudi, Anggun hanya diam menatap ke luar jendela, dan Yudanta yang duduk di depan samping Brian memejamkan mata karena dirinya sedang kurang sehat.

Tidak ada yang berani untuk membuka suara sampai di rumah Yudanta juga mereka masih tetap diam. Yudanta keluar setelah Anggun berjalan ke arah rumah. Membanting pintu mobil dengan keras dan mendahului Anggun yang menghentikan langkahnya karena suara pintu mobil.

Yudanta langsung berjalan ke teras belakang rumah dan duduk bersandar sambil coba memainkan ponsel untuk menjawab panggilan masuk.

"Ya, aku sudah membawanya pulang. Apa istriku baik-baik saja?" tanya Yudanta pada Kale yang sengaja menanyakan keberadaan tuanya.

"Dia baru tertidur. Dia ikut khawatir tentang Anggun. Jika sudah ketemu, nanti biar aku sampaikan padanya," sahut Kale.

"Setelah aku selesaikan masalah mereka berdua, aku akan ke rumah sakit. Aku tutup teleponnya." Mata Yudanta menatap mereka berdua yang duduk di hadapannya tanpa berbicara satu sama lain. Melemparkan asal ponselnya ke meja.

"Aku akan menikahimu besok pagi. Atau kau tidak percaya dengan ucapanku, haruskah sekarang?" tanya Yudanta.

"Biarkan aku yang bertanggung jawab. Ini bukan kesalahanmu. Tidak adil jika kau yang bertanggung jawab atas kesalahanku. Aku--"

"Tapi aku tidak mau denganmu. Aku tidak mau hidup lebih lama dengan pria seperti dirimu lagi. Sebusuk apa Yuda, dia meratukan wanitanya. Aku percaya jika kau menyukaiku, namun keraguan itu datang saat kau tak ingin hubungan kita jelas." Anggun memotong ucapan Brian yang ada di sampingnya.

"Aku tanya padamu. Apa janin itu masih ada? Kau tidak menggugurkannya?" tanya Yudanta. Dia menghisap batang rokok yang ada di sela-sela jarinya.

"Kalaupun aku mempertahankan apa untungnya," sahut Anggun.

Yudanta memejamkan mata sambil menghela nafas, benarkah Anggun menggugurkan kandungannya. Tak lama, Yudanta mengambil ponsel dan coba menghubungi seseorang. Dia mengaktifkan loadspeker saat orang yang dia hubungi menjawabnya.

"Ada apa, Sayang? Apa kau ingin bertemu denganku lagi? Kau sudah begitu merindukan diriku ini?" Seorang wanita menjawab dengan lembut panggilan masuk dari Yudanta.

"Apa yang kau katakan pada kekasih Brian?" tanya Yudanta. Dengan nada bicara yang akan membuat lawan bicaranya tidak ingin menatapnya. Sayangnya dia sedang bicara melalui sambungan telepon. Sorot matanya begitu tajam.

"Siapa memangnya kekasih Brian? Tunggu dulu, apa kau sedang membicarakan pria brengsek itu? Pria yang sudah menghamiliku?" Seakan tak ingat, wanita yang membuat mereka berdebat itu tertawa puas. Dilla memanh licik.

"Apa kau puas dengan rencanamu itu? Kau terdengar bahagia," sahut Yudanta.

"Tentu. Aku menikmatinya. Apa kau sudah menghakimi temanmu itu. Haruskah aku membantumu untuk menghabisinya? Aku perlu pertanggungan jawabnya atas kehamilanku ini. Dia pergi begitu saja setelah membuatku hamil." Kembali Dilla tertawa puas setelah mengatakan itu.

"Kau tau, aku harus menikahi kekasih sahabatku karena ulahmu. Apa kau tidak ingin aku menikahimu juga?" Yudanta melontarkan kata-kata itu sambil menatap Anggun yang hanya diam. Permintaan gila itu membuat Yudanta tidak habis pikir.

"Gadis bodoh itu sungguh mencintai pria busuk seperti Brian. Aku sudah katakan kau saja yang datang padaku, jangan menyuruh bawahanmu itu agar aku siap menikahimu," jawab Anggun.

"Ya, yang aku akan lakukan saat menikah denganmu yakni membuatmu mati di malam pertama kita. Kau memang licik sekali, mengatakan Brian memintamu menggugurkan kandungan yang jelas-jelas kau tidak hamil. Sudah pikirkan saja pamanmu yang di penjara itu dan buat usahamu aman tanpa mengganggu orang lain. Lakukan rencana burukmu itu padaku, tidak pada para sahabatku," jelas Yudanta.

"Tidak akan seru jika persahabatan kalian tidak renggang. Haruskah aku juga menggoda sahabatmu yang lain?" Dilla sama gilanya dengan sang paman. Demi kepuasan dia melakukan apa yang dia mau. Sekarang dengan telinga Anggun sendiri, dia bisa mendengarkan Dilla bicara. Saat sebelumnya dia termakan ucapan Dilla yang mengatakan jika Brian juga meminta dirinya menggugurkan kandungan palsunya.

"Coba saja. Hal kecil seperti ini tidak akan membuat persahabatn kita hancur. Kau sendiri yang akan hancur. Aku ingatkan lagi. Lakukan apa yang ingin kau lakukan itu padaku, tidak pada sahabatku," ucap Yudanta.

"Tidak mau. Aku akan berhenti jika kau memberiku sebagian area yang aku mau. Atau berikan saja sebagian warisan kakekmu itu. Kenapa pamanku tidak kau beri saat dia yang selalu setia pada kakekmu itu," timpa Dilla.

"Aku--" Yudanta menghentikan ucapannya. Menarik nafas panjang saat kembali merasa tidak nyaman.

Brian menatap khawatir Yudanta. Wajahnya pucat, namun dia tetap ingin menyelesaikam masalah 2 sahabatnya. Istirahatnya kurang, belum lagi kondisinya yang kemarin belum juga stabil, tapi dia biarkan. Tekanan demi tekanan dia terima, sampai dia tidak memperhatikan Dara dengan baik.

Sekarang saat Dara ada di rumah sakit, dia malah repot dengan masalah Brian dan juga Anggun. Kegilaan yang Dilla lakukan tidak berhenti di mana dia membuat Yudanta tidur panjang, tapi di menemui Anggun untuk menghasutnya.

"Sudahlah, aku sedang sibuk. Sekeras apa kau coba menghindariku, sejauh itu juga aku akan mengejarmu. Kau harus memberikan apa yang aku mau, jika aku tidak boleh berulah lagi. Sepertinya menculik dan menjual buah hatimu akan sangat menarik saat ini agar kau mau tunduk padamu," jelas Dilla.

"Jangan coba-coba melakukan itu. Nyawamu ada padaku. Perjanjian yang kau inginkan dari Tuan Robert haruskah aku batalkan?" Memiliki kelemahan Dilla, sedikit membantunya agar wanita ular itu tidak bertindak lebih jauh.

"Kau bisa memiliki apa yang kau ambil sebelumnya. Tidak dengan yang lain. Aku lenggah darimu sebelumnya, tidak dengan nanti. Nikmati harimu dengan baik sebelum apa yang kau miliki tak seberapa itu aku rebut kembali."

"Kau--" Belum menyelesaikan ucapannya, Yudanta mematikan sambungan telepon Dilla yang terdengar akan marah pada Yudanta.

Yudanta bisa lebih gila, namun dia tak ingin. Dia bisa saja melenyapkan Dilla. Akan tetapi apa yang dilakukan hanya akan membuat Dara bersedih. Walau keselamatan keluarga dan sahabatnya akan menjadi taruhannya. Dilla tidak akan diam sampai apa yang dia mau bisa dia dapat. Seperti keinginan Galih, menguasai harta milik Kaito yang dia mau.

Setelah sambungan telepon dia matikan. Yudanta menatap Anggun sekarang. Harusnya dia paham dengan apa yang Yudanta bicarakan.

"Apa wanita ini yang menemuimu?" Yudanta menunjukkan layar ponsel ke arah Anggun yang mengangguk.

"Sekarang apa mau mu?" tanya Yudanta lagi.

"Aku tetap tak ingin menikah dengan Brian," jawab Anggun dengan lantang.

"Kenapa? Aku tidak membohongimu. Kenapa kau tidak mau menikah denganku. Aku berjanji akan bertanggung jawab atas kehamilanmu itu. Kau tidak bisa meminta pertanggung jawaban dari Yuda atas ini semua. Tolong maafkan aku. Aku memang pria bodoh, tapi aku tulus padamu. Maafkan aku sebelumnya aku hanya bimbang dengan pilihan yang harus aku pilih saat aku harus memilih dirimu tanpa ragu. Maafkan aku. Aku sungguh mencintaimu, aku tak ingin kau pergi dariku. Ini memang kesalahan yang aku buat, tapi berikan aku kesempatan," tutur Brian. Dia salah saat ragu dengan pilihan yang jelas-jelas harus memilih Anggun.

Memang ucapannya tidak mengartikan jika Brian tak ingin menikahi Anggun, hanya dia bimbang. Kabar kehamilan Anggun membuatnya terkejut saat dia diberi kabar Dilla juga hamil, meski itu hanya tipu daya wanita ular itu.

"Aku tetap tak ingin denganmu. Kau tidak bisa seperti Yudanta yang bisa memperjuangkan wanitanya. Kau hanyalah Brian yang tak ingin memiliki ikatan yang serius denganku," ujar Anggun dengan derai air mata yang mengalir deras mengatakan hal itu.

"Lalu apa yang kau mau? Apa kau masih ingin Yuda menikahimu saat dia tidak ada kaitanannya dengan kehamilanmu?" tanya Brian.

***

Happy Reading
🥰
Dua bab saja ya malam ini 🤭
C U Next Time
👋

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang