40

1.7K 37 1
                                    

Yudanta lebih sering diam akhir-akhir ini. Walau tidak di hadapan Dara, dia akan banyak diam saat bersama para sahabatnya. Pikirannya terus memikirkan apa yang harus dia lakukan, saat dia yakin kakeknya tidak akan tinggal diam.

Kali ini, Yudanta hanya menatap kosong dan duduk di meja kerja di mana dia sedang berada di Bengkel miliknya. Dara sudah 2 hari yang lalu keluar dari rumah sakit, dia juga datang bersamanya, walau Dara sedang bersama Anggun di basecamp yang tak jauh dari Bengkel milik Yudanta.

"Yuda!" Teriak seseorang dari luar.

"Ada apa? Kenapa berteriak?" tanya salah satu dari mereka yang bekerja di bengkel.

"Aku ingin bertemu dengan Yudanta. Panggil dia ke sini," ucapnya dengan nada tinggi.

"Dia sedang tidak di sini. Sebaiknya kau pergi," usir mereka karena membuat keributan.

"Tidak! Dia di sini atau kalian ingin aku ke basecamp. Bukan kah di sana ada istrinya? Haruskah aku bicara padanya saja? Panggil dia ke sini sekarang!" tegasnya tanpa rasa takut saat ada beberapa anggota genk motor yang sedang ada di sana.

"Bos, ada yang mencarimu. Dia mengancam untuk menemui istrimu jika kau tidak menemuinya," jelas salah seoarang yang ada di luar. Dia menghampiri Yudanta di meja kerjanya.

Lamunan Yudanta buyar, dia harus tetap fokus pada apa yang akan terjadi nanti. Semoga dia sanggup melalui ini semua, dengan terus menjaga hati Dara agar tidak semakin terluka.

Yudanta berjalan keluar, dan melihat seseorang yang tidak dia kenal berusaha menerobos masuk untuk bertemu dengannya. "Ada apa ini?" tanya Yudanta.

"Aku butuh bicara padamu." Orang itu menarik lengan Yudanta dan membawanya pergi. Saat yang lain mau menghalanginya, Yudanta melarang mereka. Dia memilih ikut dengan orang yang menariknya.

"Kau bisa mengatakannya sekarang. Ada apa?" tanya Yudanta.

"Kau harus lebih menjaga istrimu. Kakekmu ingin membunuhnya, bukankah Juan kakaknya? Dia memberi kedudukanmu pada Juan, dengan syarat membunuh istri yang juga adiknya," jelasnya.

"Sebaiknya kau pergi. Aku tidak peduli dengan apa yang kau katakan." Yudanta menarik tangannya dari orang itu. Padahal Yudanta sendiri tidak mengenal pria yang ada di hadapannya. Kenapa dia bisa percaya, dengan orang yang hanya akan memprovokasinya

"Lihat saja, 2 hari mendatang. Kakekmu akan menendangmu dari posisi ketua gangster dan posisimu itu akan digantikan Juan, Kakak istrimu. Aku harap kau lebih hati-hati, bukankah kau ingin tau penyebab kematian orang tua istrimu? Kau akan mendapatkan jawabannya saat kau dekat dengan kakekmu, jika Juan yang menggangikanmu. Kau yang akan mati juga," jelasnya. Dia seperti tau semua tentang seluk beluk bisnis kakeknya. Tapi siapa dia?

"Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau bisa tau apa yang sedang aku rencanakan?" Yudanta menarik lengan orang itu lebih dekat padanya. Dia menatap tajam, bagaimana bisa dia datang ke sini.

"Kau tidak perlu tau siapa aku. Kau hanya harus berhati-hati. Aku tau, kau tidak akan seperti kakekmu." Orang itu menampik tangan Yudanta lalu pergi begitu saja tanpa mengenalkan siapa dia sebenarnya. Kenapa dia mengingatkan Yudanta. Apa ini hanya jebakan?

Haruskah Yudanta percaya dengan orang yang mengatakan hal itu padanya. Tapi dia tidak pernah bertemu dengannya. Dan tentang Juan yang akan menjadi ketua gangster, apa itu juga benar. Bukan tentang Yudanta yang tidak rela kedudukannya di geser, tapi apa benar yang dikatakan.

"Sayang, ada apa?" tanya Dara yang melihat Yudanta berjalan kembali ke Bengkel.

"Apa yang ada apa?" tanya Yudanta bingung.

"Mereka bilang seseorang membuat onar. Ke mana dia sekarang?" tanya Anggun yang berdiri di samping Dara.

"Bukan apa-apa. Kita pulang sekarang? Aku lelah sekali." Yudanta melingkarkan tangannya ke pinggang Dara dan mencium lehernya singkat.

"Padahal aku ingin mengajakmu belanja," jawab Dara.

"Nanti saja, aku lelah. Kepalaku juga sakit." Mendengar itu, Dara langsung meletakkan tangannya di kening Yudanta.

"Kamu demam. Ya sudah kita pulang." Dara menatap khawatir pria yang menjadi suaminya itu. Sejak beberapa hari kemarin, Yudanta sibuk dengan mengurus Dara, menghiburnya sampai lupa jika dirinya begitu lelah. Rasa lelah dan juga tidak nyaman di tubuhnya tidak membuat Yudanta mengeluhkan kondisinya.

Sesampainya di rumah, Dara membiarkan suaminya berbaring setelah memberinya obat. Yudanta sendiri bersikeras tidak mau ke rumah sakit, karena dia berpikir hanya lelah saja.

"Kak Kale, bisa aku bicara denganmu sebentar?" Dara menghampiri Kale yang ada di teras rumah.

"Katakan saja."

"Kak Juan ingin bertemu denganku. Bisakah Kakak menemaniku? Aku takut jika bicara dengan Yuda, dia pasti tidak setuju. Sejak kemarin dia memaksa untuk bertemu, dan sekarang dia mengancam datang ke sini di saat kondisi Yuda sedang demam. Bisakah Kakak membantuku, untuk bertemu dengannya?" tanya Dara dengan hati-hati. Dia takut jika Kale tidak setuju, karena Dara ingin menemui kakaknya.

"Aku akan temani. Tapi ingat, aku akan menghabisinya jika menyentuh dirimu sedikit saja," jawab Kale. Selaim baik, Kale begitu perhatian pada Dara, bukan hanya karena Dara istri sahabatnya, dia menempatkan Dara sebagai adiknya. Apalagi kisah kehidupan Dara begitu menyedihkan.

Di rasa Yudanta sudah tidur, Dara diantar Kale pergi menemui Juan. Tidak akan lama, pikir Dara karena dia tidak mau Juan datang dan mengganggu waktu istirahat Yudanta.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Kau menyetuhnya sedikit saja, aku pastikan tanganmu patah!" Ancam Kale saat bertemu Juan di sebuah tempat yang tak jauh dari rumah Yudanta.

"Apa kau berselingkuh dengan sahabat dari suamimu? Lihatlah dia begitu melindungimu, apa kau cinta pada adikku juga?" Juan memang sudah gila. Bagaimana dia mengatakan itu saat Kale hanya menganggap Dara adiknya.

"Kak, sudahlah." Dara menghentikan Kale agar dia tidak memukul Juan yang besar mulut.

Dari kejauhan, Dara dan Juan sedang bicara. Seperti sedang menceritakan dengan serius. Dara sendiri hanya diam. Dia tidak menjawab apapun yang Juan katakan. Terlihat juga Juan memberikan sesuatu yang langsung Dara buang begitu saja.

"Kau itu harusnya mau melakukan apa yang aku katakan. Kau tidak ingat orang tua kita mati karena apa? Kita sengsara juga karenanya. Kau harus memberikan ini padanya, jika kau memang peduli dengan orang tuamu." Entah apa yang mereka bahas, tapi Juan ngeyel memberikan sesuatu pada Dara yang terus menolaknya.

"Dasar tidak tau diuntung!" Juan mengebrak meja yang ada di hadapannya, membuat Dara seketika menutup telinga karena takut.

Kale langsung berlari ke tempat mereka bicara. Dia berdiri tepat di hadapan Juan yang sudah berdiri seperti ingin memukul Dara.

"Apa yang ingin kau lakukan!"

"Jangan ikut campur urusanku dengan adikku." Juan mendorong tubuh Kale, menantangnya agar tidak perlu ikut campur.

"Cukup! Kak Kale, sebaiknya kita pulang." Dara berjalan pergi meninggalkan mereka yang sedang menatap tajam Juan yang ingin dia hajar saja.

"Aku akan terus menekanmu. Ingat Ibu dan Ayah. Kau harus melakukannya untuk mereka!" Teriak Juan pada Dara yang berjalan keluar tempat itu.

-----

Nb: mampir juga ke cerita ku yang baru ya 🤭
Tahta Berdarah season 2

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang