57

857 22 0
                                        

"Mas--" Dara tidak membiarkan Yudanta meninggalkannya bersembunyi di sebuah tempat. Tangannya menggenggam erat Yudantan yang tidak ingin Dara ikut celaka.

"Aku akan pulang. Sebentar saja, tunggu Agung di sini." Satu tangan Yudanta yang lain mengusap pipi Dara yang menatap cemas apa yang akan Yudanta lakukan. 3 bulan menjadi waktu yang tenang untuk mereke berdua sampai Yudanta melihat keanehan ketika tak sengaja melihat orang yang sama mengikuti dirinya.

Yudanta bersikap biasa saja, sampai tadi 2 orang itu berani untuk mendekatinya. Sepertinya informasi dari Agung memang benar adanya.

Dara menatap Yudanta meninggalkannya, dia harus menunggu Agung untuk menjemputnya saat Yudanta berusaha untuk mengecoh 2 orang itu.

"Tuan Muda," teriak 2 orang yang masih mengejarnya.

Kenapa mereka memanggilnya Tuan Muda, apa Yudanta salah mengira kalau mereka anak buah kakaknya, karena kekhawatiran berlebih?

Dengan motor yang terus melaju kencang, Yudanta membuat mereka terus mengejarnya. Sampai Yudanta berhasil membawa mereka pergi ke suatu tempat, dan tempat itu hanya hamparan tanah lapang yang tidak terurus.

"Kenapa kau lari." Yudanta diam. Dia menatap 2 orang yang ada di hadapannya itu sekarang.

"Kenapa kalian membuatku takut," tutur Yudanta saat tau dengan siapa dia bicara.

Kedua pria yang mengenakan helmet itu hanya tersenyum menang sudah membuat Yudanta panik dengan kedatangannya.

"Apa kabar, Bos?" sapaan salah satu dari mereka membuat Yudanta berjalan lebih dekat dan memeluk mereka.

"Kale dan Brian. Apa membuatku panik kejutan untukku?" tanya Yudanta.

2 sahabatnya ada di depan mata setelah hampir setahun tidak bertemu. Yudanta sengaja melarang mereka menemuinya, dia hanya takut efek dari kakeknya tau keberadaannya.

"Kenapa kau jadi takut? Apa Singa Dingin itu sudah jinak," goda Brian.

"Bukan begitu. Beberapa hari ini sepertinya ada yang mengintaiku. Aku pikir kalian orang yang sama, ternyata aku salah. Sebentar aku hubungi Agung," ujar Yudanta.

Belum juga mencari nomor ponsel Agung, namun Agung sudah menghubunginya. "Di mana Dara? Aku tidak melihat di tempat ini," jelas Agung dari sambungan telepon.

"Jangan bercanda. Apa kau merencanakan sesuatu dengan Brian dan Kale untuk mengerjaiku. Aku meninggalkan Dara di tempat biasa kita bertemu," jelas Yundata.

"Aku tidak sedang bercanda. Aku sudah mencarinya." Mendengar penjelasan Agung membuat Yudanta semakin pusing dengan ini semua.

"Kalian datang berdua saja?" tanya Yudanta pada 3 sahabatnya. Dia belum mematikan sambungan teleponnya.

"Ya, kita hanya berdua. Anggun lusa baru datang. Ada apa?" tanya Brian.

"Kalian tidak sedang bercanda?"

"Tidak. Kau bisa menghubungi Anggun jika tidak percaya. Dia sedanf ada turnamen. Dan--"

"Sial!!" Umpat Yudanta.

"Gung, cari Dara sekarang. Sepertinya 2 orang yang mengincarku beberapa hari ini yang membawanya. Cari informasi, kabari aku jika kau mendapatkan Dara," jelas Yudanta.

Yudanta terkecoh dengan kedatangan dua sahabatnya, dia segera mencari ke mana istrinya berada. Fillingnya tepat jika dua orang itu, orang yang sama saat dia lihat di bandara.

Brakk

Yudanta menendang asal kursi kayu di hadapannya, membuat kursi itu terpental dan rusak. Agung tak berhasil mendapatkan Dara di tempat itu. Dia sudah mencarinya tetap saja tidak menemukan di manapun.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Haruskah kita lapor polisi?" tanya Agung.

"Tidak. Kita tunggu saja. Aku yakin seseorang ingin bertemu denganku dengan menjadikan Dara sebagai umpan," jawab Yudanta.

Yudanta masih tidak ingin menuduh Kaito sebagai dalang semua ini, tapi pikirannya Kaito memang tau jika cucunya belum mati.

"Lalu kau akan membiarkan Dara bersama mereka?" tanya Brian.

Yudanta menghela nafas kasar. Dia pikir tinggal di Bali menjadi pilihan yang tepat, nyatanya tetap saja. Malam itu Yudanta urung mengajak Dara untuk berkencan seperti biasa mereka lakukan berdua sekama setahun ini.

"Kau yakin dengan informasi yang kau dapat?" tanya Agung pada seseorang dari sambungan telepon.

"Ya, suruh suaminya datang sendiri jika dia ingin istrinya selamat. Itu yang dia katakan padaku," jelasnya pada Agung dari sambungan telepon yang dia aktif kan loudspeaker nya. Yudanta dan dua sahabatnya yang lain bisa mendengarnya.

"Kirimkan saja alamatnya. Aku akan sampaikan pada Yuda. Apa kau melihat Dara baik-baik saja?" tanya Agung.

"Tidak. Karena hanya mereka berdua yang datang padaku." Salah satu teman Agung yang membantu sedang menjelaskan pada mereka berempat tentang Dara.

Setelah sambungan telepon dimatikan, Yudanta tak menunggu lama. Dia langsung pergi ke tempat yang teman Agung katakan. Dengan emosi yang tertahan, para sahabatnya tidak ada yang berani untuk mencegahnya. Akan percuma, karena keras kepala Yudanta tidak bisa dikalahkan.

***

Di sebuah tempat, pinggiran kota Yudanta memarkirkan motor yang dia pinjam dari Agung. Dia berjalan masuk ke sebuah rumah yang tampak tak terawat. Dia datang sendiri seperti kemauan orang itu.

"Kau datang juga. Selama ini kau memang masih hidup. Untuk apa kau membohongi kakekmu, saat kau bisa menikmati harimu di sini," tutur seseorang yang berjalan turun dari tangga sebelah kiri Yudanta berdiri dekat pintu masuk.

"Di mana istriku?" Yudanta langsung pada niatnya untuk datang. Dia tidak peduli ucapan orang yang sangat dia kenal itu.

"Tenanglah, aku tidak melukai istrimu. Duduk dan nikmati minumanmu." Ada sebuah meja dengan kursi yang saling berhadapan. Seseorang itu berjalan ke tempat itu dan langsung duduk.

Yudanta tetap di posisinya. Tidak melakukan apa yang seorang pria di hadapannya minta. "Apa yang kau inginkan? Bukankah kau bisa mengusai Kakek saat tidak ada diriku di sana. Untuk apalagi kau menggangguku di sini?" tanya Yudanta.

"Kemarilah, kita bicara sambil menikmati minuman ini." Pria itu tak lain Galih, anak angkat Kaito. Dia menuangkan whiskey yang ada di tangannya.

Karena Yudanta tak kunjung duduk, 2 anak buah Galih memaksanya untuk duduk di hadapan bosnya. Mau tidak mau, Yudanta duduk di sana.

"Istrimu tidur dengan tenang. Aku membuatnya tertidur agar dia tidak berisik. Dia tetap menjadi wanita lemah," tutur Galih. Dia menyodorkan gelas berisi Whiskey pada Yudanta.

Bukannya meminumnya, Yudanta melemparkan gelas itu dan meneguk langsung dari botolnya. "Cukup katakan apa yang kau mau. Setelahnya biarkan istriku pergi dari sini, urusanmu denganku bukan dengannya," ujar Yudanta lagi.

"Sekeras apa aku berada di samping kakekmu, pria tua itu tidak membiarkanku memiliki harta milikmu. Padahal dengan sangat jelas, jika dia membencimu. Namun, sikapnya berbeda. Dia membuat diriku seperti sampah," jelas Galih.

"Kau menyadari itu? Sejak awal kau memang sampah." Yudanta tersenyum sinis mendengar ucapan Galih.

"Kau menghinaku!" Galih membuat meja itu terbalik dan langsung mencekik leher Yudanta. Sudah biasa tangan Galih membuat Yudanta babak belur, itu sebabnya dia tetap tenang saat Galih terus menekan cekikkannya.

"Lalu ... apa yang kau mau?" tanya Yudanta dengan nafas berat.

"Pulanglah, buat kakekmu memberikan bagianmu kepadaku sebelum ajalnya datang. Karena dia sakit keras sekarang, datangi dia dan ambil yang menjadi hak mu," pinta Galih. Dia memang licik, dia hanya ingin kekuasaan yang Kaito miliki. Apalagi sekarang Kaito sedang sekarat, dia membutuhkan Yudanta untuk mengambil bagiannya.

"Aku tidak akan pulang!" tegas Yudanta.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang