31

2.7K 61 1
                                        

Follow
Vote and Happy Reading
.
.

"Kenapa kau bisa tau jika aku hamil? Kau membuatku takut dengan tebakanmu," tutur Dara saat mereka sedang berdua di teras belakang rumah.

"Sebenarnya hanya terbesit dalam pikiran saja. Tapi, feeling ku benar. Aku malah takut saat kau tidak hamil, Kakek bersikeras membuatku menikah dengan wanita pilihannya. Aku tidak mau itu terjadi," jelas Yudanta.

"Aku pikir kekasihku ini seorang paranormal yang bisa membaca masa depan," goda Dara.

"Jika bisa begitu, sebaiknya aku membuka praktek paranormal, daripada menjadi berandalan. Oh ya, periksakan kondisi kehamilanmu bersama Anggun. Maaf aku tidak bisa mengantarkanmu, aku hanya akan menyusahkanmu saat jalanku saja seperti ini." Ingin sebenarnya Yudanta mengantarkan Dara ke Dokter, tapi dia tidak mau membuat semakin repot.

"Aku tidak percaya jika aku hamil, aku juga bingung harus bahagia atau bagaimana," tutur Dara sambil memegang perutnya. Hasil hubungannya dengan Yudanta membuatnya hamil, ada rasa sedih tapi juga senang, perasaannya campur aduk.

"Bukankah aku bilang akan bertanggung jawab, apa kau tidak percaya denganku? Jika aku lari dari tanggung jawabku, aku mati. Maafkan aku membuatmu berdosa karena ulahku." Yudanta mengusap lembut pipi Dara yang tersenyum padanya.

Sekarang bukan waktunya Dara meminta bukti akan cinta yang Yudanta katakan. Sudah sangat jelas, perasaan Yudanta benar adanya. Bahkan kesalahan Dara dimaafkan begitu saja, padahal tangan dan kakinya patah akibat kecelakaan itu.

Setelahnya Dara pergi untuk memeriksakan kondisinya dengan Anggun. Perjalanan ke rumah sakit, Dara banyak diam. Dia masih memikirkan apa benar dia hamil, dia harusnya senang tapi kenapa rasanya berbeda. Itu yang terus Dara pikirkan.

"Ada apa? Apa terasa pusing atau mual?" tanya Anggun.

"Mbak, tentang ancaman Kakek Yuda, aku merasa gelisah. Apa dia merencanakan sesuatu? Kenapa dia tampak tenang, padahal dengan sangat jelas dia melarangku dekat dengan Yuda. Aku takut, Mbak," ucap Dara. Apalagi Kakek Yuda sempat bilang, jika itu bayi perempuan dia tidak akan menerimanya.

"Fokus pada kondisi kehamilanmu saja. Yuda tidak akan hanya diam. Cukup percaya padanya, itu tugasmu. Tapi, ngomong-ngomong, kenapa aku merasa iri pada kalian. Aku ingin juga ada janin tumbuh di perutku, apa aku mandul ya?" Dara tau jika Anggun sedang mengalihkan pembicaraan, tapi memang harusnya begitu. Fokus dengan kondisi kehamilan saja daripada memikirkan rencana Kakek Yudanta.

"Hust ... Mbak ini ngomong apa. Bagaimana mungkin. Ucapan itu doa, jadi jangan bicara begitu."

"Tetap saja aku merasa iri padamu. Biar nanti Brian tanya bagaimana caranya pada singa dingin itu, bagaimana dia bisa sejago itu," jawab Anggun. Mereka berdua semakin dekat, memang siapa lagi, karena Yudanta juga jarang bisa percaya dengan orang. Itu sebabnya hanya ada Brian dan Kale sahabatnya. Dan mereka yang tau seluk beluk Yudanta.

Dara sedang mendengarkan penjelasan tentang kondisinya, dan benar saja Dokter bilang dia sedang hamil. Dara sempat menangis mendengar kabar itu, tapi bagaimana lagi, calon bayi sedang tumbuh diperutnya.

"Kau harus berhati-hati, kondisi kehamilanmu masih sangat rentan. Katakan apa saja keluhan yang kau rasakan, jika ada apa-apa kau bisa langsung hubungi aku. Tidak perlu sungkan," tutur Dokter yang juga saudara Anggun. Sengaja agar Dara lebih nyaman, jika harus bercerita pada orang yang tau sekilas cerita mereka.

"Kalau boleh tau, berapa minggu masa kehamilannya?" tanya Anggun.

"12 minggu. Ingatkan dia untuk menjaganya dengan baik. Di masa ini masih rentan, apalagi sebelumnya terjadi benturan, tapi semoga dia tetap bertahan karena ibunya kuat," jelas Dokter.

Dara mengusap pelan perutnya, dia tersenyum bahagia. Melupakan ancaman Kakek Yudanta. Hal membahagiakan memiliki keturunan dari pria yang dicintai. Makanya mood swing yang Dara rasakan, ini salah satu alasanya. Tapi karena tidak peka, dia tidak tau dirinya hamil, karena dia tidak paham akan hal itu.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Anggun pada beberapa orang yang menghalanginya saat akan kembali ke mobilnya. Mereka adalah anak buah Kakek Yudanta.

"Bos hanya ingin bertemu dengan menantunya. Hanya sebentar saja. Ayo ikut bersamaku." Salab satu dari mereka coba mengapai tangan Dara, tapi dengan segera Anggun menghalanginya.

"Apa Yuda tau kalian di sini?" tanya Anggun.

"Tentu tau. Ayo, bos tidak ada waktu. Beliau sedang menunggu di mobil," jawabnya lagi. Mereka ternyata mengikuti Anggun setelah keluar rumah Yudanta.

"Sebaiknya kau masuk mobil dulu." Anggun tidak mudah percaya. Dia membawa Dara ke mobil, tapi anak buah Kakek Yudanta menghalanginya, walau begitu Dara berhasil masuk.

"Jangan lancang! Aku bisa berteriak di sini. Kalian ingin membawanya, itu artinya kalian juga harus membawa Yuda. Sebaiknya kalian pergi, biar Yuda yang mengantarkan Dara bertemu dengan Kakeknya," tegas Anggun.

"Kita tetap harus membawanya," jawab mereka yang bersikeras untuk membawa Dara.

"Tolong ... tolong!" Teriak Anggun saat mereka semkin dekat dengannya.

"Pak, tolong saya. Mereka coba melecehkan saya," ucap Anggun dengan wajah yang memelas.

2 orang membantu Anggun untuk mengusir mereka, untung ada orang saat dia merasa terdesak, jika tidak mungkin saja mereka berhasil membawa Dara.

"Kakekmu menyuruh orang mengikuti kita, bisa suruh Brian menjemput kita. Aku takut jika di jalan mereka menghadang kita lagi. Dan beritau dia untuk menjawan telepon dariku. Apa dia minta dibunuh saat dia tidak menjawab telepon dariku!" Teriak Anggun yang kesal dari sambungan telepon. Padahal, ini masalah yang mendesak, tapi Brian malah membiarkan Anggun menunggunya.

"Haruskah aku dengar teriakanmu, saat kau marah pada kekasihmu. Awas saja kau tidak membawa Dara dengan aman," jawab Yudanta.

"Kau sedang mengancamku sekarang? Kau yang harusnya mendengarku, tidak perlu mengingatkanku." Anggun tidak terima Yudanta memarahinya.

"Baiklah, kenapa kau sensitif seperti itu. Harusnya juga Dara yang begitu, karena dia hamil."

"Apa kita harus menunggu lebih lama lagi untuk mendengarmu bicara?" Anggun memotong ucapan Yudata.

"Oh, iya ... iya. Aku tutup teleponnya." Sekeras apa Yudanta, dia pasti tunduk kalau sudah Anggun mengomelinya. Karena Yudanta mengharagai perempuan, beda cerita kalau dia sudah mabuk.

Saat Anggun sedang merasa kesal karena Brian tidak menjawab telepon darinya, Dara tersenyum.

"Apa ada yang lucu?" tanya Anggun.

"Mbak Anggun berani juga pada Mas Yuda. Aku pikir, tidak ada yang berani membantahnya, nyatanya mereka takut pada Mbak," jelas Dara.

"Ini karena Brian yang tidak menjawab teleponku. Kita di sini sudah hampir terbunuh, mereka malah tidak memperdulikan kita. Tapi, ingat! Aku wanita lembah lembut, aku tidak sejahat itu," ucap Anggun dengan sikap yang cantik.

"Lalu kita menunggu mereka di sini?" tanya Dara.

"Iya, aku tidak mau ambil resiko. Mereka juga masih menunggu di sana. Ini jebakan, tidak mungkin Kakek Yuda meminta menjemputmu begitu saja," jelas Anggun.

"Aku semakin takut, Mbak. Bagaimana jika--"

"Sudahlah, fokus dengan kehamilanmu. Bukankah Dokter bilang kandunganmu masih begitu lemah," sahut Anggun.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang