Masih begitu pagi saat anak buah Galih mendatangi rumah Yudanta untuk mengajaknya bertemu sang kakek. Kali ini dia tidak berbohong tentang kondisi kakeknya, dia benar-benar semakin lemah.
Mau tidak mau, dia pergi ke rumah sakit seorang diri. Dia tidak ingin Dara pergi bersamanya. Saat baru datang, Yudanta di sambut dengan kondisi Kaito yang semakin menurun. Namun, dia masih berusaha untuk bicara dengan Yudanta.
"Kakekmu memberikan semua harta miliknya padamu. Dia mau kau yang mengelolah bisnis yang kakekmu miliki. Semua asetnya jatuh padamu," jelas pengacara Kaito yang sedang menjelaskan pada Yudanta.
"Aku tidak mau. Bukankah ada putra angkatnya yang bisa meneruskan bisnis dia. Aku sedikitpun tidak mau," sahut Yudanta.
Dari sisi belakang dekat pintu ada Galih yang sedang mendengarkan tanpa bicara sedikitpun. Walau dia begitu ingin bicara, tapi tidak mungkin dia berontak saat ada pengacara Kaito yang ada dia ruang rawat Kaito.
Kakek Yudanta sendiri sedang terlelap dalam kondisi koma. Dokter mengatakan kondisinya tidak bisa di prediksi akan sampai kapan dia bisa bertahan seperti ini.
"Kau tetap harus menjalankan bisnis ini, jika kau tidak mau. Sebaiknya kau mati." Walau dia pengacara Kaito, tapi dia tergolong pengacara yang buruk. Karena dia juga bisa sampai sekarang atas bantuan Kaito.
"Biarkan saja aku mati. Aku tidak ingin meneruskan bisnis ini," tegas Yudanta.
"Apa susahnya hanya menjalankan. Kau tidak perlu merintisnya dari nol. Lakukan atau kau mau seseorang membunuh istrimu sekarang? Aku timggal memerintahkan mereka saja," sahut Galih yang sejak tadi hanya diam.
Selalu menjadi umpan untuk Yudanta, bisa apa dia jika sudah berurusan dengan Dara. Dia tidak bisa berkutik. Apalagi Galih akan sangat tega pada istrinya.
Yudanta hanya menatap sang kakek dengan beberapa alat medis di tubuhnya. Wajah pucatnya tidak membuat Yudanta iba. Dia malah berharap kakeknya mati sekarang agar dia bisa terbebas dari jerat bisnis gelap Kaito.
"Aku bukan cucu yang baik untukmu. Apa ini alasanmu memberiku beban? Apa begitu, Kek?" Yudanta hanya ingin hidup layaknya keluarga yang bahagia tanpa ada tekanan dari siapapun.
Yudanta keluar dari ruang rawat kakeknya. Dia berjalan dengan otak yang terus membayangkan apa yang akan dia lakukan.
"Walau aku yang setia padanya, dia tetap menjadikanmu pemilik hartanya. Kau tau apa yang harus kau lakukan," ujar Galih yang berjalan di samping Yudanta.
"Lupakan saja. Urus bisnis itu sendiri, aku tak mau peduli. Biarkan aku hidup dengan tenang bersama istriku. Bukankan itu akan membantumu saat aku diam tanpa ingin peduli urusanmu," jawab Yudanta.
"Ya, harusnya seperti itu. Tapi kau tidak dengar penjelasan pengacara kakekmu. Dia memintamu untuk mengurus bisnisnya," sahut Galih. Pria dengan beda usia 8 tahun itu berdiri di hadapan Yudanta sekarang.
"Apa kau takut anak buah Kakek yang lain membunuhmu?" Yudanta menatap tegas pria yang sedang berdiri di hadapannya.
"Lakukan saja. Apa kau pikir ucapanku sebuah candaan untukmu!" Galih mencengkram baju Yudanta yang hanya diam.
"Tuan, anak buah berhasil menerobos masuk ke rumahnya. Apa mereka harus membawa Nona Dara pergi?" Ucapan salah satu anak buah Galih membuat Yudanta menatapnya tajam. Apa itu artinya mereka berhasil bertemu dengan Dara.
"Apa kau dengar? Atau kau masih tidak percaya? Lakukan apa yang sudah kakekmu mau, karena jika pertemuan kali ini gagal, kau yang akan bertanggung jawab. Aku akan buat dirimu menyesali keputusanmu." Ada proyek besar yang sedang merek jalankan. Dan Yudanta yang bertugas menjadi pemimpin mereka, sebab tidak mungkin jika Galih mengambil alih saat jelas-jelas pengacara Kaito mengatakan orang yang bertanggung jawab adalah Yudanta.
Yudanta mendorong tubuh Galih dan berjalan pergi tanpa menjawabnya. Dia langsung merogoh saku dan menghubungi Kale yang ada di rumahnya.
"Apa Dara aman?" tanya Yudanta.
"Ya, anak buah kakekmu memaksanya untuk pergi. Sepertinya mereka menunggu perintah untuk membawa Dara," jelas Kale.
"Buat dia tetap aman. Aku akan segera pulang," sahut Yudanta.
"Tapi apa kau tidak apa-apa?" tanya Kale. Tadi Yudanta di jemput oleh Galih, itu sebabnya dia sendiri datang ke rumah sakit.
"Ya, aku baik-baik saja." Setelahnya Yudanta menutup sambungan telepon. Galih memang gila, dia menjadikan Dara ancaman untuk Yudanta agar menuruti kemauannya. Namun, apa yang bisa Yudanta lakukan, dia tetap harus mau menjadi pemimpin menggantikan kakeknya.
Hal ini pasti akan membuat Dara sedih. Dia berharap suaminya bisa menjadi pria biasa saja. Tidak terus melakukan pekerjaan berbahaya lagi. Namun, bisa apa jika semua menekan suaminya. Dia hanya harus bersama sang suami walau kondisi sulit.
***
Yudanta masuk ke rumah dengan pikiran yang masih terbayang tentang pilihan yang harus dia lakukan. Dia menghentikan langkahnya saat melihat Dara di balkon kamar mereka. Senyumnya mengembang seperti tidak terjadi apapun. Dia memang tidak terluka sedikitpun, akan tetapi beban yang dia pikul semakin berat.
Galih tidak akan bisa merebut apa yang menjadi milik Yudanta dengan mudahnya ketika pengacara Kaito begitu setia pada orang yang berhasil membuatnya sukses.
Terlihat Dara berlari turun menghampiri suaminya. Dan langsung memeluk suaminya saat ada di ambang pintu. "Bagaimana nanti jika jatuh?" Dalam pelukan Yudanta, Dara menangisi suaminya yang membuat khawatir sejak pagi.
"Mas baik-baik saja?" Dara melihat dengan teliti apa ada tubuh Yudanta yang terluka.
"Aku tidak apa-apa." Dara menatap wajah suaminya dengan air mata yang berlinang.
"Jangan selalu menangis. Kau harus terbiasa dengan kondisi ini sekarang. Aku akan menjagamu, jadi tetaplah bersamaku. Karena kau kekuatanku untuk bertahan hidup." Yudanta menyeka air mata Dara dengan tangan kanannya.
"Ya, kita harus terbiasa dengan kondisi Ayah yang akan selalu membuat Ibu bersedih," tutur Dara yang sontak membuat Yudanta tersenyum saat mengerti Dara bicara seperti itu dengan mengusap perutnya.
"Kau hamil lagi?" tanya Yudanta. Kabar bahagia ini membuatnya lupa dengan beban yang harus dia pikul.
"Ya, aku hamil. Seperti tebakan Mas." Dara melakukan tes kehamilan pagi tadi. Dia melakukan seperti yang suaminya katakan. Dia sempat takut dengan hasilnya, tapi hasilnya positif setelah setahun mereka menunggu kehadirannya.
"Kita periksakan nanti. Apa kau tidak merasa pusing atau mual?" Pria seperti Yudanta begitu perhatian. Bagaimana Dara bisa merasa bosan, karena Yudanta sangat mencintainya. Dia beruntung mengenal Yudanta, dengan segudang masalah yang menimpanya, tapi pria dengan lesung pipi itu membuat hidupnya berarti. Padahal Yudanta berpikir sebaiknya, dia selalu memberi Dara duka.
"Kenapa kalian tampak bahagia? Apa yang terjadi?" tanya Brian yang baru datang bersama Anggun.
"Dara hamil. Apa itu tidak membuat kalian senang juga?" tanya Yudanta.
"Sungguh? Kau hamil?" Anggun terlihat bahagia dengan kabar itu. Mungkin memang masalah datang tak ada habisnya, tapi kebahagiaan ini yang membuat Yudanga kuat. Senyuman Dara dan para sahabatnya menjadikan kekuatan untuk menghadapi kehidupan yang keras.

KAMU SEDANG MEMBACA
Budak Nafsu (Ketua Gangster)
Romance⭐️ jangan lupa Budayakan Follow dulu sebelum baca🥰 13/10/2023